24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Siku kanan Valentina menyikut tulang iga Raditya sambil menggerutu kenapa masalah ini sampai terdengar ke Sofia yang notabene adalah mertuanya. Tidak hanya perempuan paruh baya itu tapi juga ibunya sendiri duduk di samping Sofia seperti menjadi hakim anggota persidangan kecil ini. Valentina perlu waktu lebih banyak untuk menebalkan telinganya saat dua mak-mak bersatu. Mungkin ocehan mertuanya Valentina akan tahan, tapi tidak dengan omelan ibunya sendiri yang bisa dari huruf A sampai Z tanpa memedulikan ada hujan dan panas.

Di sisi lain, kemarin Sofia kaget bukan main mendapat telepon dari Julia yang dianggap sudah menjadi mantan Raditya ternyata masih menjalin hubungan dengan putra tunggalnya. Untung saja perempuan paruh baya yang tidak menunjukkan tanda-tanda penuaan itu tidak memiliki riwayat penyakit jantung ketika mendengar anaknya telah memberikan janji kepada Julia. Sebuah ucapan yang tidak akan pernah bisa dikabulkan mengingat Raditya bukan bujangan lagi.

Lebih anehnya, kenapa Raditya tidak berterus terang kepada Julia tentang pernikahannya? Iya meskipun acara sakral itu diadakan sebatas keluarga inti tanpa meng-upload foto sesuai permintaan khusus kedua pengantin agar pihak kampus tidak mengetahui mahasiswanya ada yang menikah. Entah benar atau tidak, Susan memilih mengiyakan permintaan anaknya daripada mendadak kabur dan menghilang seperti yang dilakukannya sebulan sebelum dinikahkan dengan Raditya. 

Dulu, Valentina pernah pergi dari rumah selepas masa skripsi sampai wisuda setelah mendapat kabar akan dijodohkan dengan lelaki yang dianggapnya sebagai kakak kandung sendiri. Waktu itu Valentina berkelakar kalau sudah mencintai Brian dan tidak mau menikah muda demi menggapai impian S2 di Jakarta. Ditambah alasan klise orang tuanya yang ingin mempererat silaturahmi dengan keluarga Raditya karena sudah menjalin persahabatan sejak SMA.

"Kalau cuma mempererat pertemanan kenapa enggak bikin asrama keluarga aja, kenapa harus Tina yang jadi korbannya?" sungut Valentina. 

"Mas Radit dan keluarganya itu bukan orang lain, Tina!" balas Susan. "Mama lebih percaya dia buat menjaga kamu daripada pacaran enggak bener yang ujung-ujungnya putus! Mama juga enggak mau nanggung dosa di akhirat enggak bisa mendidik anaknya untuk tidak berpacaran sebelum menikah!" 

"Tina pacaran sama Brian juga enggak pernah ngapa-ngapain, Mama," bela Valentina.

"Kamu ini dibilangin ngeyel terus!" seru Susan. "Apa untungnya sih sama Brian? Lagaknya aja kayak perempuan, Tina! Mau jadi apa kamu kalau sama dia terus, hah! Mama sama Papamu sudah hafal tabiatnya Mas Radit yang bisa bimbing kamu biar enggak jadi perempuan berandal seperti ini!"

Jika mengingat tahun lalu, rasanya Susan sangat ingin mengadakan resepsi mewah agar seluruh orang di Surabaya tahu kalau anak-anak mereka sudah terikat dalam hubungan sah. Kalau disembunyikan seperti ini, orang akan mengira kalau Valentina hamil di luar nikah padahal kenyataannya tidak. Mereka mempercepat pernikahan karena ayah Valentina yang sudah ngebet ingin memiliki menantu dokter sempat drop sampai menjalani operasi pemasangan ring jantung.

"Dit?" panggil Sofia membuka suara seolah memulai persidangan keluarga. "Julia kenapa tuh kok nagih-nagih ke Mama masalah lamaran? Sehat kamu janjiin anak orang kayak gitu?"

"Iya enggak, maksudnya dulu cuma iseng," cicit Raditya.

"Iseng?" ulang Sofia meninggi. "Iseng kok bikin baper anak orang itu bukan iseng! Lagian kenapa sih kamu enggak ngomong aja sama Julia kalau sudah nikah?"

"Mama kan udah tahu kalau kampus enggak--"

"Mama enggak percaya!" sungut Sofia memotong pembicaraan Raditya. "Kamu menyembunyikan ini karena takut sama Julia kan? Mama kan udah bilang kalau enggak suka sama sifatnya Julia yang arogan itu, Dit. Selain itu, dia juga beda agama sama kita. Kenapa sih kamu enggak nurut sama orang tua?"

Bibir Raditya membisu cukup lama tak mampu membalas ucapan Sofia. Justru Valentina baru tahu kalau ada alasan lain dibalik ini semua. Ah, kenapa dia merasa para orang tua seperti diktator yang seenak udelnya menyatukan dua hati yang tidak bersatu? Sekali pun beda agama, nyatanya ada orang tua teman kampus Valentina bisa menikah dan hidup bahagia sampai sekarang. Bahkan arti Dimas Anggara dan Nadine Chandrawinata juga adem ayem meski beda keyakinan. 

"Mama bukannya rasis, Dit, hanya saja kamu sebagai kepala keluarga nanti yang diminta pertanggung jawaban di akhirat tentang keluarga kamu. Mama enggak mau berlagak sok suci, tapi cari perempuan yang seiman agar hidupmu tentram," tambah Sofia. 

Iya juga sih, pikir Valentina membenarkan ucapan mertuanya. 

"Kamu juga Tina!" sahut Susan. 

"Lah kok aku Ma?" tunjuk Valentina tak terima.

"Kamu masih pacaran kan sama Brian?"

"Baru bulan kemarin putus," jawab Valentina kemudian menepuk bibir menyadari kebodohannya sendiri. 

"Mending bikin resepsi aja, Sof," usul Susan. "Bisa kan kalau tiga bulan lagi?"

"Apa perlu sampai seperti ini? Radit udah dewasa, Ma, enggak usahlah pakai acara kayak gini," ujar Raditya tidak ingin mengadakan resepsi mewah yang dinilai membuang waktu dan uang.

"Enggak usah, enggak usah tapi Julia tetap aja ngejar kamu!" sungut Sofia. 

"Ya udah kalau emang Mama pengen Radit putus, Radit bakal lakuin kok," kata Raditya. "Radit cuma butuh waktu."

"Waktu apa lagi? Ini sudah menginjak lima bulan kalian menikah dan ..."

"Radit mulai cinta sama Tina, Ma!" jawab Raditya membuat Valentina yang mendengar seketika menoleh dengan biji mata melebar. Lelaki itu melirik sebentar, berdeham karena salah tingkah lalu melonggarkan kaus distronya. 

"Serius?" Valentina refleks mengucapkan kata itu. 

Sofia menaikkan sebelah alis, menahan tawa menangkap gelagat sang putra yang saat ini wajahnya memerah. "Ya udah, mau sampai kapan? Mama enggak suka buang-buang waktu, Dit!"

"Sampai akhir semester ini," pinta Raditya.

"Enggak bisa, kelamaan! Lanang kudu sat set, Dit! Papamu biyen karo Mama ae sat set kok awakmu malah klemar-klemer!" ejek Sofia membuat Susan dan Valentina tertawa. 

(Laki-laki harus cepat, Dit! Papamu dulu sama aja cepat kok kamu malah lamban!)

"Gimana enggak klemar-klemer, orang habis cipok aku langsung bilang butuh waktu," timpal  Valentina mengejutkan mak-mak dan makin membuat Raditya malu bukan main. 

"Mama kasih waktu dua hari, kalau enggak, kamu akan tahu akibatnya," ancam Sofia dengan pandangan penuh arti kepada Raditya.

###

Gadis itu beringsut ke kanan tak nyaman padahal kasur yang ditidurinya ini sangat empuk dengan mesin pendingin yang menunjukkan angka dua puluh derajat. Dia mengamati jam di ponsel yang sudah menunjukkan pukul satu pagi lalu mencebik kesal karena tak bisa tidur sama sekali. Padahal besok adalah hari pertamanya pre-conference bersama pembimbing ruangan. Valentina bergerak lagi, kali ini posisinya terlentang dan kakinya terbuka lebar mengenai pinggang Raditya yang tidur di sebelahnya. 

"Bisa diem enggak sih, Tin!" omel Raditya menyingkirkan kaki berat Valentina. 

"Aku pindah ya," pinta Valentina gusar. "Enggak nyaman deket sama kamu, Dit."

Raditya berhasil menahan lengan Valentina yang hendak beranjak dari kasur untuk pindah ke kamar lalu menarik gadis itu sampai jatuh ke dekapan. Valentina mencoba melepaskan diri kala tubuhnya dirangkul seperti guling hidup oleh Raditya yang enggan membuka matanya. 

"Diem apa aku cium," ancam Raditya membuat Valentina mematung seketika. 

Mau tak mau, Valentina terdiam cukup lama berada di pelukan Raditya sampai lelaki itu kembali mendengkur. Untung saja Raditya tidak mendengar letupan-letupan kecil di dada Valentina yang bergetar karena harus di posisi seperti ini. Maklum saja, setelah mendengar pernyataannya di depan mertua dan sang ibu, Valentina bertanya-tanya apa yang membuat Raditya bisa menyukainya. Apakah karena terbiasa? Atau karena mereka sudah akrab sejak anak-anak?

"Aku bayi, dia sudah SD," gumam Valentina menyentuh pelan puncak hidung mancung Raditya. 

Hari ini secara sadar dan menuruti permintaan para mak-mak, Valentina harus satu ranjang dengan Raditya untuk memastikan perasaan masing-masing. Ibunya bertitah kalau jika mereka masih enggan meninggalkan masa lalu, maka kapal rumah tangga yang ditumpangi dua sejoli itu bisa karam di tengah lautan. Sofia memang sedikit marah kepada Valentina yang ikut tidak jujur seperti halnya Raditya, terlebih kedua anak itu ternyata masih menjalin asmara dengan pasangan masing-masing.

Valentina menghela napas panjang. Dia memang menyukai Brian tapi tak dapat dipungkiri kalau ada sesuatu yang tanpa diketahui sudah menerobos ke celah hatinya setiap bersama Raditya. Entah sejak kapan perasaan aneh ini menguasai Valentina. Maka dari itu, kala bertemu atau berbicara dengan Raditya, dia selalu berkata kasar layaknya orang mengajak bertengkar untuk menutupi betapa gugup hati gadis itu.

Apa sejak ciuman itu?

"Tapi, aku yakin Julia enggak bakal melepasmu begitu mudah," gumam Valentina pasrah. "Kamu juga pasti masih sayang sama dia. Iya kan"

###

Sambil menguap lebar, langkah kaki yang dibalut sepatu pantofel itu memasuki ruang rawat inap ketika jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Rencananya jam delapan nanti dia dan dua temannya akan menjalani sesi pre-conference bersama pembimbing ruangan untuk menunjukkan laporan pendahuluan yang sudah ditulis. Beruntung Valentina jaga malam sehingga setelah dari rumah sakit, dia bisa kembali tidur sampai puas tanpa harus terganggu oleh makhluk bermata empat. 

Mengingat Raditya, hati Valentina langsung berdebar-debar seperti baru menelan banyak obat dalam waktu bersamaan, apalagi suasana rumah terasa canggung semenjak tahu perasaan lelaki itu. Dia sama sekali tidak berani mendongak untuk memandang wajah Raditya, begitu juga sebaliknya. Padahal biasanya mereka akan bertengkar karena Valentina terlalu lama di kamar mandi atau Raditya mengomel karena Valentina memainkan saklar lampu. 

Pandangan mata cokelat itu bertemu dengan sosok tinggi yang menyorotinya tajam seperti polisi yang mencari-cari kesalahan. Ingin mundur tapi sudah tertangkap basah, ingin maju takut ditelan mentah-mentah. Melihat Julia seperti sedang melihat macam kelaparan dan Valentina adalah umpan terbaik. Hingga beberapa koas keluar bersama anak ners dari salah satu ruangan. Julia melirik mereka dengan satu tarikan di bibir tebal kemudian berkata, 

"Eh, ada pembantu barusan datang."

"Pembantu?" ulang dokter muda dan ners itu menoleh tak mengerti dengan maksud Julia.

"Itu loh," tunjuk Julia dengan dagu tirus bak beauty blender. "Nanti kalau ada pasien yang BAB suruh dia aja bersihinnya, kan sama-sama kotoran."

Valentina menarik napas sebanyak mungkin berusaha menahan diri untuk tidak menggampar wajah Julia dengan kekuatan dalam. Ternyata siraman air pel tak lantas membuat gadis arogan itu menyerah. Seperti dugaannya. Pantas mertua Valentina tidak menyukai watak Julia sekaan gadis itulah yang paling sempurna. 

Si mahasiswa ners itu mendongak melengak sedikit menghampiri Julia tanpa rasa takut lalu berkata, "Eh ... yang enggak dianggap oleh Tante Sofia malah menggonggong enggak guna. Sorry lah ya."

"Kamu!" seru Julia geram ingin mencabut paksa rambut Valentina lalu menggantungkan tubuh gadis itu ke pohon. 

"Saya enggak bakal ngoceh kalau bukan Dokter yang memulai," tegas Valentina. 

"Oke, mari kita lihat sejauh mana kamu bisa melawan saya," tantang Julia. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro