25

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pathway penyakit sampai munculnya diagnosa keperawatan, bisa kamu jelasin?" tanya pembimbing ruangan rawat inap perempuan bernama Novi.

Dibalik kacamata minus yang dikenakan dan tampang bak pelawak Soimah, Novi dikenal sebagai clinical instructor paling perfeksionis kedua setelah Bu Christina di ruang ICU anestesi. Tentunya jangan lupakan Bu Fero di UGD, dia juga perfeksionis dan kejam. Tadi Okin kena semprot Bu Novi karena tidak bisa menjawab salah satu pertanyaan terkait pohon masalah atau proses terjadinya penyakit sampai timbul diagnosa keperawatan. Padahal kasus yang diambilnya termasuk mudah yaitu tentang gagal ginjal akut. Alhasil, dia disuruh mengulang pre-conference besok plus menghafal cara penghitungan balance cairan

Kini giliran Valentina duduk berhadapan dengan ketua tim perawat itu yang menunggu tak sabar akan jawaban yang keluar. Padahal kemarin selepas diceramahi para mak-mak, Valentina langsung belajar tentang laporan pendahuluan kasusnya. Cholesistitis atau peradangan pada empedu harusnya mudah diingat daripada perjalanan cinta yang rumit antara dia dan Raditya juga Julia. Sekarang, kepala Valentina dipenuhi bayangan wajah Raditya yang semalam merangkul erat seakan tidak ingin gadis itu pergi.

Hanya mengingat wajah tampan sang residen labil, pipi Valentina mendadak semerah tomat. Dia menggeleng cepat menepis bayangan Raditya dan akan mengutuk keras lelaki itu agar tidak perlu mendekap sewaktu tidur nanti. Hal seperti itu saja sudah mampu menggetarkan jiwa jomlo Valentina meski untuk jatuh cinta pada Raditya adalah sesuatu yang halal. Dia tidak akan mudah bertekuk lutut sebelum masalah antara Julia dan Raditya selesai.

"Ayo jawab! Kok diem aja!" tegur Novi dengan mata melotot.

"Jadi, cholesistitis ini terjadi karena ada peradangan pada kantung empedu akibat trauma abdomen atau penyumbatan pada duktus sistikus. Peradangan ini bisa muncul masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis. Selain itu, cholesistitis menyebabkan pasien mengalami gangguan metabolisme lemak karena kandung empedu tidak dapat mengeluarkan cairan empedu sehingga akan ada gejala mual muntah. Di sini, akan terjadi penurunan nafsu makan dan muncul masalah keperawatan defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien," jelas Valentina panjang lebar tanpa jeda. 

"Sudah? Cuma dua aja?" Novi menatap sebentar siswa ners itu. 

"Kalau ambil risiko defisit cairan rasanya tidak nyambung, Bu. Soalnya faktor pendukungnya kurang," jawab Valentina. 

Sebelah alis tipis Novi terangkat. "Ah, masa? Kalau pasiennya mual dan muntah, otomatis cairan dalam tubuh kan ada yang keluar. Lah, kalau pasiennya enggak bisa minum karena muntah gimana? Otomatis cairan dalam tubuhnya kurang, ditambah pasien ada kardiomegali, malah salah kalau kamu enggak nyantumin diagnosa itu. Lagian, masalah keperawatannya kan minimal tiga, Tina, ini kamu kurang satu. Nanti tambahin aja risiko kekurangan cairan. Data penunjangnya bisa diliat dari serum elektrolit. Oke?"

"Baik, Bu."

Novi pun menandatangani buku laporan Valentina. "Nanti stempelnya kamu ambil di meja depan ya."

"Siap, Bu, terima kasih." Gadis itu tersenyum lebar melihat ukiran tanda tangan yang mirip dengan pita kaset yang kusut. Tapi, dia tak peduli yang terpenting laporan pendahuluannya sudah di-ACC tinggal mengerjakan asuhan keperawatan selama tiga hari yang kemudian akan dipresentasikan di akhir minggu ini. 

Dia beranjak dan hampir menabrak dada bidang Raditya yang baru datang untuk melakukan kunjungan harian kepada pasien. Otomatis mereka berdua bertemu tatap beberapa detik dengan aroma parfum Raditya yang diam-diam menjadi candu baru bagi Valentina. Sayang, kenyataan untuk tidak terpikat sementara ini membuat gadis itu bergerak mundur tanpa mengucapkan sepatah kata. Buru-buru dia kembali ke ruang mahasiswa ketika suara Raditya memanggil, 

"Tina, nanti saya mau bicara sebentar."

Jika waktu di dunia ini bisa berhenti berdetak, ingin rasanya Valentina berbalik dan menampar mulut Raditya yang memanggil namanya seolah mereka dekat. Oke, itu memang kenyataan, hanya saja Raditya harus sadar kalau saat ini mereka sudah menjadi bahan gosip seantero rumah sakit. Banyak kasak-kusuk yang menerjang kalau lelaki tinggi yang dikenal judes itu penyuka gadis yang selisihnya di bawah lima tahun. Ditambah sikap kurang ajar Valentina yang berani satu rumah dan menyiram wajah Julia menaikkan sensasi yang ada. Dia masih mencari cara bagaimana mendinginkan ini semua tanpa ada harus yang tersinggung. 

Tersinggung? Kayaknya enggak yakin deh, apalagi aku udah ngejek Julia kampret bau comberan pula, batin Valentina. 

Orang yang mendengar kalimat Raditya saling melempar pandangan dan berbisik kalau gosip adanya orang ketiga yang memecah belah hubungan Romeo-Juliet lokal mereka adalah mahasiswa keperawatan. Valentina menatap belasan mata yang menanti tanggapan atas ajakan yang terkesan 'intim' itu. Namun yang dilakukannya hanyalah anggukan singkat kemudian berlari ke ruang mahasiswa untuk bergabung dengan dua temannya. 

"Wuihh ... si pelakor kita datang gaes!" seru Okin bertepuk tangan yang dibalas lemparan bolpoin yang mengenai dahinya. 

"Bangsat, lambemu tak uleg sisan dadi rujak cingur loh!" ketus Valentina membanting buku laporan di atas meja. Dia melirik Dyas yang menatap penuh arti. "Apa!"

(Mulutmu kuulek jadi rujak cingur loh!)

"Sejak kapan?" tanya Dyas. 

"Kalian percaya?" tanya Valentina balik. 

"Apa dia yang bikin kamu putus sama Brian?" sahut Okin. "Kalau dia tahu, pasti bakal ada perang dunia ketiga. Taruhan yuk, Dyas! Wani piro awakmu?"

(Berani berapa kamu?)

"Okin!" Dyas memukul lengan kiri lelaki berbadan tambun itu yang malah menuang bensin dalam kobaran api. "Lah, terus gimana ceritanya dokter Julia koar-koar gitu, Tina, kalau enggak ada akar masalahnya?"

Valentina menghela napas lalu menarik udara sebanyak mungkin memenuhi rongga paru dan bersandar ke tembok. Dia menggeleng lemah haruskah mengaku kepada dua temannya ini kalau ada hubungan rahasia dengan Raditya sejak awal ners. Bukankah sepandai-pandainya orang menyembunyikan kebusukan bakal tercium juga? Apakah pernikahannya termasuk hal paling buruk di dunia ini? 

Dia menggeleng lagi sambil ekor matanya menangkap sosok tinggi itu berjalan dan membuka pintu ruang mahasiswa. Sontak saja Okin berpura-pura membaca buku SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) secara terbalik karena takut dengan aura mencekam yang dipancarkan oleh sang residen.  

"Sini kamu!" perintah Raditya kepada Valentina. 

"Apaan sih!" gerutu gadis itu bergegas mendekati suami menyebalkan. 

Tanpa malu, Raditya menarik lengan kanan Valentina meninggalkan ruang mahasiswa menuju lorong yang ada di belakang bangunan rawat inap yang berbatasan langsung dengan ruangan lain. Tentu saja pemandangan langka itu mengundang seribu mata yang kepo tentang gosip panas. Jarang sekali ada dokter yang bakal kecantol dengan seorang perawat apalagi yang modelnya bar-bar seperti Valentina. 

Di lorong belakang yang jarang dilewati orang kecuali mahasiswa atau pegawai rumah sakit, Raditya menyudutkan tubuh Valentina ke tembok dan mengurung di antara kedua lengan berototnya. Sedikit menunduk karena tinggi badan Valentina sebatas pundaknya, Raditya mengunci iris mata lentik efek maskara itu menyayangkan sikap tak sopannya kepada Julia. Sebelum melakukan kunjungan ke pasien, Julia marah besar kepada Raditya dan mengancam akan membuat Valentina menderita karena punya koneksi kuat di rumah sakit ini. 

"Sampai aku tahu kalian membohongiku, lihat saja, Dit," tegas Julia penuh penekanan. 

Di sisi lain, Raditya ingin melindungi Valentina dan berusaha menyelesaikan masalah dengan Julia sendiri. Usai mendapat ceramah panjang lebar beberapa waktu lalu, secara pribadi, Susan yang notabene adalah mertuanya memberi amanah kepada Raditya kalau sikap kekanakan Valentina seperti itu bisa jadi karena rasa kesepian akibat ditinggal sang ayah ke surga. Suami Susan meninggal akibat sakit diabetes tepat ketika putri tunggal mereka baru menyelesaikan sidang skripsi. Pesan terakhir yang dibuat sebelum pergi adalah dia ingin menikahkan putrinya dengan Raditya yang dinilai bisa menjaga dan mengayomi sebagai kepala keluarga juga kakak. 

"Tahu sendiri kan, Tina sempat kabur dari rumah setelah mendapat kabar dia harus menikah sama kamu?" kata Susan membuka memori beberapa bulan lalu. "Ya ... meski sebenarnya dia bisa saja menikahi orang lain sesuai kata hatinya, tapi ayahnya Tina percayanya sama kamu, sama papa-mama kamu, Dit. Selain ingin mengikat persahabatan kami ... dulu kami pernah berjanji kalau punya anak pertama laki-laki dan perempuan pengen banget menyatukan mereka."

Susan menepuk bahu Raditya sambil tersenyum tipis. "Tina itu sudah terbiasa didampingi dan disayangi ayahnya, ketika dia kehilangan cinta pertama maka pelarian dirinya ya seperti ini. Jadi, Mama harap kamu sabar menghadapi keras kepala dan tingkah kekanakan dia ya."

"Iya, Ma."

"Mama tahu sebenarnya anak itu gampang dibuat bucin kok. Asal sering-sering quality time aja sama dia," saran Susan sambil mengerlingkan mata. 

"Kamu kenapa sih sering bikin masalah sama Julia?" tanya Raditya. "Kamu enggak tahu apa dia di sini tuh banyak yang kenal, Tina. Kalau ada apa-apa dengan nilaimu, aku enggak bisa bantu loh ya."

"Hah?" Valentina menganga lebar. "Kamu bela dia daripada istrimu sendiri?"

"Aku bukannya bela dia, hanya saja sudah cukup kalian bertengkar kayak kemarin, Tina. Ini di rumah sakit, hormati dia sebagai partner kerjamu, oke," pinta Raditya. 

"Ngapain aku mesti hormat sama orang yang enggak bisa menghargai profesi orang lain?" kilah Valentina terdengar menantang. "Orang aku enggak salah kok. Dia duluan manggil aku pembantu di depan koas dan mahasiswa lain. Apa aku enggak boleh membela diri?"

"Iya enggak gitu caranya, Tina, astaga ..." Raditya mencubit pipi chubby istrinya. 

"Jangan pegang-pegang, males aku sama kamu!" ketus Valentina menepis tangan Raditya. "Udah, sana pergi! Urusin tuh si paling bener daripada istrimu yang berjuang buat nyari ijasah!"

Raditya terkekeh lalu mencolek puncak hidung Valentina. "Jutek banget sih! Awas aja kalau butuh bantuan buat laporan kasus."

"Ih, ngapain? Selama ada Google hidupku aman kok," elak Valentina menjulurkan lidah. "Oh iya, jadwalmu bersih-bersih, aku nanti pulang telat buat ngerjakan makalah penyuluhan."

"Dibeliin makanan enggak?" tanya Raditya yang langsung dibalas Valentina dengan senyum selebar sungai Jagir. Lelaki itu mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan yang masih terlihat baru dan menyerahkannya kepada sang istri. "Nih, buat makan sama temen-temenmu."

"Asyik ... gini kan enak," kata Valentina dengan hati berbunga-bunga. 

"Bilang apa?"

"Makasih."

"Iya udah, kalau gitu gantinya kamu yang bersihin rumah nanti. Aku juga pulang telat," titah lelaki itu kemudian pergi meninggalkan si gadis bar-bar yang mengumpatinya tak tahu diri. 

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang berhasil merekam percakapan mereka berdua dengan gelombang perasaan yang membakar dada. Tangannya gemetaran pun korneanya memerah mendengar setiap kata yang keluar dari mulut dua sejoli itu. Detik berikutnya, satu tarikan tipis di sudut bibir muncul ketika terlintas sebuah ide gila di otaknya. Lantas orang itu segera memasukkan ponsel ke dalam tas dan mengendap-endap meninggalkan Valentina yang sibuk memesan makanan melalui aplikasi online.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro