Bab 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sayang... " teriak Julia melihat ganggang pel tergeletak di lantai beserta semprotan air pel yang terlihat mulai mengering. "Radit! Ini siapa sih yang ngepel?" Dia berjinjit,  bertumpu pada jempol kaki bercat merah menyala nan berkilau menghindari sesuatu yang bisa membuatnya terjatuh.

Lantas,  gadis berambut panjang yang dicat cokelat agar tampak mirip model papan atas itu duduk di atas sofa. Tak berapa lama,  Raditya keluar dari kamar memakai kaus putih dan celana joging hitam seraya mengacak rambut setengah kering,  tercengang dengan kedatangan Julia yang terkesan mendadak terutama ganggang pel yang teronggok di sana. Masalahnya,  apakah dia bertemu Valentina? Lalu ke mana gadis pendek itu pergi?

Mau tak mau,  Raditya memungut ganggang pel dan membersihkan lantai sampai kaki Julia terangkat beberapa senti di atasnya.  Gadis itu meringis tak tahu malu di depan sang tuan rumah, malah berlagak bak majikan dan mengabadikan kerajinan Raditya dalam Instastory. 

"Suami idaman," kata Julia sambil tertawa.

"Kamu kenapa ke sini? Biasanya ngabarin," ucap Raditya. "Kamu enggak lihat sesuatu kan?"

"Apa emangnya?"

"Pembantuku?" 

"Bajingan, aku dikira pembantu," desis Valentina mendengar ucapan Raditya yang terdengar jelas dari dalam kamarnya. 

Dia hendak bergerak tapi pantatnya terlalu nyeri sampai mendesis kesakitan. Valentina merapal doa dalam hati berharap Raditya atau Julia bisa merasakan apa yang dirasakannya saat ini. Apalagi jatuh dalam posisi duduk seperti tadi adalah hal paling riskan terutama di tulang ekor. Alih-alih mencari solusi, justru Valentina ditakutkan oleh spekulasinya sendiri tentang cedera tulang ekor yang bisa mengakibatkan kelumpuhan. 

Gadis itu bergidik ngeri, memukul kepala dengan kepalan tangan kenapa harus terburu-buru menghindari si nenek lampir. Toh, dia juga bukan selingkuhan Raditya kan? Kalau pun Julia mengamuk sampai ingin melempar dua lusin piring, Valentina tetaplah menang jika menunjukkan buku nikahnya. 

"Habis ini aku mau balik ke rumah sakit, tadi dokter Meriana telepon buat gantiin dia," kata Julia sambil memijit keningnya.

"Laporan kasusmu gimana? Bukannya besok harus presentasi?" tanya Raditya pergi ke dapur untuk menyuguhkan segelas minuman dari kulkas. "Ah, iya, kamu makan dulu ya. Aku barusan masak."

"Hilih, kintil!" gerutu Valentina mendengar tawaran Raditya kepada Julia. "Yang belanja aku, yang makan si nenek lampir! Dasar enggak peka, ah ... ah ... sakit cuk..." desisnya mengusap punggung kala rasa nyeri di tulang ekor menusuknya dari bawah sampai ke ubun-ubun. 

Sepertinya aku enggak boleh kebanyakan ngomel. 

"Dit, kamu denger suara enggak sih?" tanya Julia. "Kayak ada orang lain di sini."

Lelaki itu menyodorkan sepiring nasi mengepul panas yang diberi ayam saus inggris yang baru matang kepada sang kekasih hati. Tak lupa segelas air putih karena hafal pacar sejak masa co-ass itu tidak suka yang manis maupun bersoda demi menjaga bentuk tubuh. Selain menjadi dokter, Julia adalah perempuan mandiri yang membuka jasa endorse juga model pengantin MUA di kota Surabaya maupun luar kota. Sisi baik dari perempuan bibir sensual ini dia mampu membagi waktu antara sekolah dan pekerjaan, bahkan kalau dibandingkan dengan Valentina, Julia jauh lebih mandiri. 

Raditya duduk di samping Julia sambil menggeleng karena memang tidak mendengar apa pun. Tapi, ekor matanya malah melirik ke arah kamar bercat putih yang diberi stiker Harry Potter itu. Dia berpikir, apakah Valentina berada di sana? Kenapa dia tidak keluar dan pura-pura sebagai pekerja rumah tangga seperti yang disebutkan di depan kekasihnya? Apalagi percakapan mereka tadi cukup jelas bahkan kalau seseorang berada di dalam kamar tidur. 

Jangan-jangan kupingnya budek, pikir Raditya. 

"Enak," puji Julia tulus mencicipi masakan Raditya. "Udah pinter masak, pinter bersihin rumah, pinter di rumah sakit. Apa sih yang enggak kamu bisa?"

Jatuh cinta sama Valentina dan jujur kepadamu, Julia, batin Raditya memandang sendu kekasihnya. 

"Malah bengong." Julia mencolek pipi Raditya yang dibalas senyuman.  "Oh iya, pembantu kamu di mana?"

"Lagi sembunyi eh ke pasar beli terasi," jawab Raditya asal. 

"Bukannya kamu enggak suka terasi?" tanya Julia dengan tatapan selidik kemudian mendekati lelaki itu untuk mencari aroma perempuan lain yang bisa saja tertinggal.  "Kamu enggak selingkuh kan?"

Kepala Raditya otomatis menggeleng cepat. "Ya enggak lah! Kamu tahu sendiri aku gimana?"

Julia terkekeh sambil memandang jam Alexandre Christie rose gold di tangan kanan.  "Aku ke rumah sakit ya,  udah mau pergantian shift."

"Iya. Hati-hati," kata Raditya yang kemudian mendapat sebuah kecupan di pipi.

Bibir sensual itu melempar senyum menawan yang makin menggetarkan jiwa.  Semerbak parfum elegan yang membersit nan menggoda indera penciuman Raditya sampai tanpa sadar bibirnya juga mengulum senyum sumringah. 

###

Sepeninggal Julia,  Raditya mengetuk pintu kamar Valentina sambil mengomel kalau gadis itu terlalu lelet mengepel. Karena tak kunjung mendapat respons,  diputar kenop kamar sang istri dan mendapati Valentina tengah terlelap di lantai dan mendengkur pelan. 

Raditya menggeleng dengan kelakuan bocah tak tahu diri yang telah meninggalkan pekerjaan tanpa melanjutkannya kembali. Tak tega melihatnya tidur di lantai, Raditya berjongkok untuk membopong tubuh mungil Valentina ke kasur. Detik berikutnya gadis itu terbangun sambil memaki kesakitan seperti orang kesetanan. 

"Diem dulu,  Tina! Dikira kamu enteng apa!"

"Cuk loro cuk!"

Raditya membanting tubuh mungil yang ternyata cukup berat ke kasur.  Valentina menggelepar seperti ikan yang baru diangkat dari permukaan air.  Dia memaki-maki suami jahanam seraya membalikkan posisinya tengkurap dan berseru,

"Pantatku sakit! Tadi aku kepeleset tahu!"

"Serius?" Raditya terkejut merasa bersalah. Dia duduk di pinggiran kasur melihat pantat tak sintal milik Valentina hendak menyentuh namun urung dilakukan.  "Kok bisa?"

"Ya gara-gara pacarmu!" sungut Valentina emosi sampai-sampai air matanya keluar.

Lelaki itu keluar dari kamar untuk mengambil botol yang diisi air panas dan dilapisi handuk agar sensasi nyeri yang dirasakan Valentina berkurang.  Dia kembali dan meletakkan botol itu ke area tulang ekor Valentina sambil berkata, "Makanya kalau kerja jangan lelet. Ini akibatnya."

"Matamu!" sungut Valentina kesal masih disalahkan. "Salahin tuh si Julia kampret! Aduh,  aduh,  sakit, Dit! Aku enggak bakal lumpuh kan,  Dit?"

Raditya memutar bola mata dan menepuk pantat Valentina. "Omongan itu doa!"

"Heh! Jangan pegang-pegang! Bukan muh--" Biji mata Valentina membeliak kala Raditya mencubit pantatnya. "Radit!" pekiknya dengan muka memerah. 

Hanya satu getilan saja,  seluruh saraf Valentina berdiri hingga menciptakan gelenyar aneh dalam perutnya.  Dia mencebik memandang nyalang sang residen usil.  Jikalau saja tak terjadi insiden yang mengakibatkan tulangnya cedera,  mungkin saja dia sudah menendang kemaluan Raditya tanpa ampun. 

"Udah diem! Nanti aku beliin obat anti-nyeri."

"Dit,  laper..." rengek Valentina sambil mengerucutkan mulut. 

"Terus?" Raditya berkacak pinggang. 

"Suapin, buat duduk sakit."

"Makan sendiri lah,  aku mau ngerjakan jurnal!" ketus lelaki itu pergi meninggalkan Valentina yang sudah naik pitam. 

"Dasar pelit!" teriaknya. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro