duapuluh 6: [kenalan]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Author's POV

"LAURA! UDAH JAM TUJUH, KAMU ENGGAK MAU SEKOLAH?!" teriakan Andrico menggelegar memenuhi seantero rumah.

Laura yang tengah asyik tertidur di kamar mendadak pusing saat terbangun. Ia merasakan hawa hangat disekujur badannya. Tak lupa dengan napasnya yang kian memberat.

Tenggorokannya kering, tak bisa menjawab teriakan Andrico. Karena tak mendengar ocehan ceriwis anaknya, Andrico pun memutuskan untuk menghampiri kamar anak gadisnya itu.

'Cklek'

Laura menatap wajah Andrico yang sudah ingin mengamuk seperti singa karena melihat dirinya belum bergerak dari kasur. Namun saat Andrico melihat anaknya itu terbaring lemah, langsung berlari untuk memeriksa keadaan Laura. Andrico takut ini adalah efek dari kakinya yang patah.

"Kamu kenapa Ra? Yang sakit yang mana? Papa bawa ke dokter ya?" Andrico menyerocos sangking paniknya. Ia langsung menelpon supir untuk menyupirinya yang panik.

Andrico menggendong Laura langsung tanpa aba-aba. Ia berlari menuju garasi dan meletakkan Laura di pangkuan. Andrico menyuruh supir untuk segera membawa Laura ke klinik terdekat.

"Ayo Pak, cepet. Takut kenapa-napa." Andrico menyuruh sang supir untuk bergerak cepat. Akhirnya mereka pun sampai di klinik.

Laura mendapatkan infusan cairan karena takut ia dehidrasi. Habis di infus, Laura di perbolehkan pulang. Sembari menunggu infusnya habis, Andrico memutuskan untuk pergi ke sekolah Laura terlebih dahulu untuk meminta izin.

Laura melarang Andrico untuk menyimpan nomer gurunya. Alhasil jika ada keadaan mendesak seperti ini, Andrico mau tak mau harus datang ke sekolah. Laura sudah tertidur dengan tenang, pak supir yang akan menjaganya sementara Andrico pergi.

"Halo Revan, saya hari ini enggak masuk. Tolong kamu handle ya!" pesan Andrico pada sekretarisnya itu.

"Ada apa Pak? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Revan sambil mengajukan diri untuk membantu bos nya itu.

"Enggak usah, si Laura sakit. Cuma demam biasa, lagi di infus. Jadi saya yang bakal jaga dia," jelas Andrico secara detail pada Revan.

Setelah menelpon Revan, Andrico langsung meluncur ke sekolah Laura yang sudah mulai sepi karena sudah masuk. Sesampainya di sana, Andrico langsung menuju ruang guru dan bertemu wali kelas dari Laura.

Ia kira wali kelasnya Laura adalah ibu-ibu tua nan centil. Namun siapa sangka, gurunya adalah guru muda yang memiliki senyuman manis. Hal yang tak terduga ialah, ia tak terlalu memperhatikan Andrico. Tak seperti guru yang lain, yang langsung menawarkan diri untuk menjadi mama baru Laura.

"Iya Pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya guru tersebut. Andrico tersenyum manis.

"Ada Bu, anak saya lagi sakit. Jadi dia enggak bisa sekolah hari ini." Jelas Andrico pada guru Laura.

"Anak bapak siapa ya Pak?" tanya guru tersebut.

"Oh iya, saya Andrico. Walinya Laura." Jawab Andrico sopan dan hangat.

"Astaga, maaf Pak. Saya jarang banget ngelihat Bapak. Jadi enggak tahu deh," jelas ibu guru. Andrico mengangguk memaklumi.

"Kalau saya boleh tahu, ibu wali kelas barunya Laura ya?"

"Iya Pak, saya Nayla. Wali kelas barunya anak Bapak. Salam kenal ya Pak," jawab Bu Nayla ramah.

Akhirnya Andrico memutuskan untuk segera pergi dari sana. Namun nasib sial kali ini mungkin berpihak pada Andrico. Ia malah didatangi ibu guru dan ibu kantin yang langsung mengerubunginya. .

"Ya ampun Pak Rico! Apa kabar? Biasanya cuma di mobil aja. Kenapa hari ini malah mampir ke sini?" tanya ibu kantin yang semangat bertemu idolanya ini.

"Iya Bu, si Lauranya lagi sakit." Jawab Andrico singkat.

"Pak Rico, lowongan jadi ibu barunya Laura masih ada slot enggak? Nih anak saya siap Pak!" tawar ibu guru yang Andrico lupa namanya siapa.

"Aduh Bu, kalau slot tanya ke admin saya aja ya. Tapi dia lagi sakit," Andrico walaupun sedang kepepet masih sempat untuk menjawab sesi temu kangen dengan penggemarnya ini.

Untung saja ia diselamati oleh Pangeran yang kebetulan habis dari toilet. Pangeran langsung menghampiri Andrico yang tengah dikerubungi oleh ibu-ibu centil. Ikut bergabung dalam sesi tanya jawab penggemar Andrico.

"Om! Laura enggak masuk?" tanya Pangeran sambil menepuk bahu Andrico.

"Iya, sakit. Dia sekarang lagi di klinik." Jelas Andrico dan Pangeran mengangguk.

"Terus kenapa Om malah di sini bukannya langsung ke klinik?" tanya Pangeran pada Andrico. Andrico tidak menjawab langsung hanya memberikan kode kepada Pangeran kalau ibu-ibu ini yang menghambatnya untuk keluar.

"Bu! Anak Om Rico lagi sakit loh. Kalau mai daftar jadi ibu baru, harus yang pengertian. Masa Bapaknya di tawan. Gimana bisa anaknya ngasih restu? Ngasih kartu merah iya!" cerocos Pangeran tidak tau malu. Andrico hampir tertawa mendengar cerocosan Pangeran yang mirip dengan putrinya itu.

"Kan Laura bisa nunggu, Pangeran. Kita udah lama enggak lihat bapaknya karena di pingit sama anaknya," curhat salah satu ibu kantin yang ikut mengerumuni Pangeran dan Andrico.

"Di pingit apaan? Mau nikah si Om Rico?" tanya Pangeran tak terima dengan celetukan ibu kantin yang sembarangan.

"Abisnya Laura suka mubazirin bapaknya sih, masa di kurung dalam mobil terus...." jawab ibu yang satu lagi. Ajaibnya semua ibu setuju.

"Bukan di kurung, saya emang mau cepet aja, ibu-ibu...." kata Andrico menjelaskan agar tidak terjadi salah paham.

"Udah ganteng, pekerja keras lagi. Udah lah Pak Rico, sama anak saya aja. Cantik! Masih gadis pula," kata guru tua yang tadinya menawarkan anak gadisnya.

"Iya Bu, daftar aja sama admin saya ya. Tanyain slotnya masih tersedia enggak...." Jawab Andrico sambil tersenyum tipis.

Karena berkerubung, akhirnya Ibu Nayla menghampiri kerumunan. Ia takut siswa-siswi terganggu karena kerumunan ini. Ternyata Andrico dan Pangeran yang sedang dikerubuti ibu-ibu. Padahal awalnya Pangeran berniat untuk menyelamatkan Andrico.

"Astaga ibu-ibu! Ngapain berkerumun di sini?" tanya Bu Nayla marah. Ibu-ibu yang tadi sibuk menatap Pangeran dan Andrico langsung menatapnya.

"Ibu, ini sekolah bukan acara ketemu idola. Yang tertib ya, atau saya lapor ke kepala sekolag biar stand dagangan ibu di kasih ke orang lain?" ancam Bu Nayla pada ibu-ibu kantin.

"Enggak asik banget sih, Ibu Nayla." Protes ibu-ibu kantin dan masih berkerumun.

"Saya hitung ya sampai tiga, kalau masih kumpul juga saya panggil kepala sekolah sekarang juga!" ancam Bu Nayla makin tegas. Akhirnya ibu-ibu kantin takut dan meninggalkan Andrico serta Pangeran dengan perasaan tak ikhlas.

"Pangeran! Kamu kenapa ikutan berkerumun juga?" tanya Nayla galak.

"Saya mau bantu Om Rico, malah ikut kesandra ibu-ibu." Jelas Pangeran tanpa dosa. Nayla tak bisa memarahinya karena bukan salah Pangeran juga.

"Yaudah, cepat pergi ke kelas kamu!" suruh Nayla dan Pangeran langsung melipir ke kelasnya.

"Om, nanti aku ke rumah ya!" pekik Pangeran dan langsung diangguki oleh Andrico.

"Maaf ya Bu, malah bikin heboh...." Andrico malu melihat Nayla dan membuatnya kerepotan.

"Enggak apa-apa, Pak. Saya ngerti kok, emang udah resiko punya wajah kaya gitu,"

"Yaudah, Bu. Saya pamit. Makasih ya Bu, udah nolong saya...."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro