Bab 21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kenapa lama?" tanya Gyan ketika Lavina baru kembali dari toilet. "Kamu ketiduran?"

"Perut saya sakit," jawab Lavina,"oh ini ya minumannya."

Di depan mereka berdua terdapat dua double rock glass berisi minuman berwarna kecokelatan dengan es batu dan hiasan kulit jeruk.  Lavina mengangkatnya seraya mengernyitkan alis karena belum pernah menemukan cocktail yang disajikan hanya setengah gelas. 

Dia mencium aromanya namun yang mendominasi hanyalah aroma jeruk segar. Kemudian diteguk sedikit minuman itu seraya menebak-nebak apa yang disajikan oleh Irvan. Lavina melirik Gyan yang justru tersenyum miring dengan menaikkan sebelah alis tebalnya seakan sedang mengejek si bartender junior. 

"Saya rasa kamu belum pernah minum ini," terka Gyan mengangkat gelasnya.

"Ini strong, kayak sikap Pak Gyan. Tapi, ada rasa manis kayak Reiki,"celetuk gadis itu yang mendapat sorotan tajam.  "Maaf, hanya menebak. Perpaduan unik sih,  ada pahit,  manis, dan kayak rasa herbal gitu."

"Jadi?" Gyan meneguk minumannya yang terasa menyegarkan ketika melewati lidah kemudian turun ke kerongkongan. 

Dia sudah menebak bahwa Irvan mencoba menyajikan cocktail klasik dari Italia tahun 1919. Salah satu favoritnya karena penyajian cukup mudah dan perpaduan antara vermouth yang manis dengan gin,  namun diseimbangkan dengan campari dan kulit jeruk yang dibakar sedikit untuk menghasilkan aroma yang kuat. 

"Enggak tahu, Pak!" jujur Lavina dengan tegas. "Tapi, kalau dari spiritnya,  mungkinkah itu Gin?"

"Kamu bisa menebak spirit,  tapi enggak bisa menebak minumannya. Padahal,  cocktail ini sudah terkenal dimana-mana, bahkan untuk kelas junior seperti kamu," ejek Gyan.

"Halah, wajar dong kalau Lavina enggak tau," sahut Irvan membela Lavina yang langsung diberi dua jempol oleh gadis manis itu.  "Kamu berapa tahun jadi bartender, Lavina?"

"Baru ...  tiga tahun, Mas," jawab Lavina. "Kalau Mas Irvan?"

"Dia sama seperti saya," timpal Gyan tidak ingin diabaikan. "Hampir sepuluh tahun."

Seketika kedua mata Lavina membeliak mendengar jawaban Gyan.  "Wah,  serius, Pak? Ibarat kredit rumah,  udah mau lunas dong ya."

"Rumah jangan ditanya,  Lavina,  tanya aja dia udah punya cewek apa belum," kata Irvan sambil mengerlingkan mata ke arah si bartender. "Aku aja udah punya dua anak,  masa dia eng--"

"Ayo,  balik!" potong Gyan bangkit dari duduknya, menyela Irvan yang justru terpingkal-pingkal melihat raut wajah si captain bar.

"Pak Gyan kan belum ngasih jawabannya, " ucap Lavina kesal namun diabaikan oleh Gyan yang justru melangkah menuju kasir.  "Mas,  saya balik dulu ada macan ngambek!" pamitnya kepada Irvan.

"Tolong jinakkin ya, Lav!" titah Irvan melambaikan tangan kanan.

###

Gyan menghentikan motornya di depan sebuah lesehan yang terlihat ramai.  Lavina turun dari jok motor bercat cokelat sambil melepas helm hello kitty.  Tadi di depan parkiran bar, mereka berdua sedikit berdebat mengenai ucapan Irvan. Meski tidak dimasukkan ke dalam hati,  namun terlihat jelas bahwa Gyan sedikit tersinggung jika ada seseorang yang menanyakan masalah kisah asmaranya. 

Lavina terpaksa menitipkan motor kesayangan di parkiran Cubic kitchen & bar, akibat Gyan yang memaksa untuk mengajaknya ke Malioboro.  Akhirnya dia pun rela memberikan tip kepada tukang parkir agar saat kembali nanti,  motornya tetap utuh. 

Melihat tulisan toko 'Batik Terang Bulan' yang terukir di atas bangunan dengan cat hitam dan logo pohon kelapa.  Lavina seketika ingat bahwa lesehan ini pernah dikunjungi oleh Syahrini. Lalu,  dia mengekori Gyan yang duduk bersila di salah satu pojokan warung ini. 

"Kamu bilang perutmu sakit," kata Gyan membaca daftar menu di atas meja panjang, sebelum Lavina mengeluarkan kata. "Jangan buat saya merasa bersalah kalau kamu sakit karena minum di bar."

"Ini dia minta maaf apa mengeluh sih," gerutu Lavina yang bisa didengar Gyan.

Lelaki beralis tebal itu memandangnya lurus. "Kamu suka apa?"

"Cogan,  Pak!" jawab gadis itu asal ceplos. "Eh,  bebek, Pak. Hehehe ... Pak Gyan kalimatnya enggak pernah lengkap kalau saya perhatikan. Bikin saya salah jawab."

"Karena kamu enggak mikir dulu sebelum berbicara," kata Gyan lalu berdiri untuk memesan makanan. 

Dari belakang, lelaki berbahu bidang itu sangat menonjol di antara orang-orang yang memesan atau pun membayar di kasir.  Beberapa perempuan terlihat berbisik-bisik memuji ketampanan Gyan dan menyamakannya dengan artis Korea. 

Belum tahu kalau mulutnya Pak Gyan pedes kayak boncabe dikasih jahe,  batin Lavina geleng-geleng kepala.

"Kiro-kiro, cah ganteng iku wes duwe pacar durung? Pengen tak ajak kenalan," bisik salah satu perempuan sambil cekikikan. 

(Kira-kira,  anak tampan itu sudah punya pacar belum?  Ingin kuajak kenalan)

Lavina tidak tahan mendengar ucapan di belakangnya, sebuah ide terlintas saat Gyan datang.

"Sayangku!"

Ekspresi Gyan dipanggil Lavina. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro