Bab 24

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Memasuki bulan kedua bekerja di D'amore,  Lavina akhirnya mendapat shift siang.  Waktu yang ditunggu-tunggu untuk tidur sepuas mungkin,  bergelut dengan kasur seprei bunga-bunga.  Dia menggerakkan kedua tangan dan kaki, menggosok badan di atas seprei yang lembut dan harum usai dicuci kemarin. 

Ponselnya berdering, nama Reiki tertera di layar ingin melakukan panggilan video.  Senyum seketika mengembang di wajah cantik itu.  Buru-buru Lavina beranjak dari kasur untuk bercermin, menata sedikit rambutnya yang berantakan lalu memulas lipstik merah secara tipis. 

Digeser ikon hijau itu dan muncullah wajah Reiki yang sedang berada di ruang karyawan D'amore.  Bibir tipis dengan hidung mancung itu menyapa Lavina,  menimbulkan getaran di dada bagai pelangi di tengah hujan. 

"Hei," sapa Reiki.  "Cie,  sekarang udah masuk shift."

"Iya dong,  masa iya aku masuk pagi terus ketemu Pak Gyan," canda Lavina memainkan poni pendeknya. 

"Kamu belum mandi?" goda Reiki tertawa.  "Ada belek tuh!"

Lavina membelalak,  lalu melihat ke cermin kamar. Sebuah dosa kecil berwarna putih kehijauan,  bertengger tanpa malu di sudut mata dalam.  Diambilnya dengan jari kanan sambil berkata,  "Masa aku ditelpon kamu kondisi bangun tidur,  Rei. Kan malu."

"Tapi cantik," timpal Reiki. "Gimana,  hari liburmu ada acara enggak?"

"Lah,  baru kemarin," kata Lavina.

"Takut disela sama orang,  jadi mending aku kontrak kamu sekarang," ucapnya sambil keluar dari ruang karyawan. "Eh,  udah mulai briefing nih.  Aku kirim WA aja ya."

Reiki memutus sambungan telepon sebelum Lavina membuka suara. Dia mendengkus kesal seraya membuka aplikasi Whatsapp. Banyak pesan masuk, salah satunya dari Gyan yang mengirim pesan di jam dua pagi.  Dibuka isi pesan yang terbilang sangat singkat, padat, dan jelas. Meski tidak bertemu dengan si pengirim pesan,  Lavina bisa membayangkan mendengar intonasi suara lelaki beralis tebal itu. 

Angry bird : terima kasih.

"Ck,  makasih buat apaan? Makasih udah nemenin dia di bar,  apa makasih udah perhatian ke dia?" gumam Lavina bingung. "Dasar aneh."

Lavina : Y

Dua kata dibalas satu huruf, Lavina merasa dirinya menang atas sikap Gyan yang sedingin gunung es di antartika.  Tak berapa lama,  pesan kembali masuk dari orang yang sama. 

Angry bird : 👍

"Dasar Gyan kampret!" pekik Lavina memandang nyalang layar gawainya. 

###

Lavina datang ke bar saat melihat Gyan sedang sibuk melayani tamu di counter.  Mengedarkan pandangan, betapa ramai bar di shift kedua ini.  Meskipun begitu,  Lavina belum lepas dari jeratan hukuman Gyan untuk menjadi tukang cuci piring. Padahal,  kedua tangannya sudah begitu gatal ingin memainkan shaker, mencampurkan spirit hingga mendengar tepuk tangan tamu ketika Lavina beratraksi. 

Usai menaruh barang di loker,  Lavina segera menggantikan temannya untuk membereskan gelas-gelas kosong di atas meja. Lalu, mencatat pesanan tamu yang baru datang sambil menawarkan welcome drink.

"Silakan dicoba," kata Lavina menyuguhkan dua gelas margarita dengan minuman koktail berbahan dasar whisky.  "Night cocktail untuk menyempurnakan malam Anda di hotel ini, Pak."

"Ada aroma jahe," ucap salah satu tamu. 

Dua tamu laki-laki itu menyesap minuman yang bisanya disajikan untuk menyambut tamu datang.  Meski biasanya welcome drink diberikan saat check-in,  tapi D'amore bar juga memberikan secara gratis kepada semua tamu yang berkunjung dengan minuman berbeda setiap hari.  Ini dilakukan agar para tamu hotel memiliki kesan baik terhadap pelayanan para karyawan bar juga meningkatkan mutu.

"Kami mencampurkan whisky usia 12 tahun dipadu dengan sirup jahe dan lemon."

"Enak. Apa ini tidak membuat kami hangover duluan?" canda salah satu tamu dengan kulitnya yang begitu tan. 

"Welcome drink disajikan dengan alkohol yang rendah, Pak. Jadi,  Anda tidak akan mabuk sebelum minuman yang Anda pesan," jawab Lavina.  "Baiklah,  sambil menunggu pesanan Anda datang saya akan melayani tamu lain."

Lavina berbalik dan seketika Gyan mengangkat tangan kanannya, menyuruh gadis itu mendekati counter.  Berlari kecil,  Lavina berdiri di hadapan Gyan yang melipat kedua tangannya di dada. 

"Saya salah apa ya,  Pak?" tanya Lavina. 

"Saya belum ngomong,  Lavina. Kenapa kamu berpikiran begitu?" jawab Gyan pelan. 

Gadis itu mengusap tengkuknya. Entah mengapa nada bicara Gyan sedikit berbeda dari biasanya. Pandangan lelaki Tionghoa itu juga berubah,  seolah tatapan tajam yang ditujukan kepada Lavina lenyap entah ke mana. 

Mungkin sariawan kali ya, jadi ngomongnya pelan kayak bisikan setan. 

"Kamu mau bantu saya?" pinta Gyan.  "Salah satu bartender yang shift hari ini sedang sakit.  Itu si Ferdy.  Jadinya, kita kekurangan--"

"Saya mau, Pak!" seru Lavina kegirangan.  "Jadi,  saya boleh main-main di counter lagi,  kan?"

"Tapi,  tidak ada komplain. Bisa?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro