Bab 30 { They Are More Like Brother And Sister Than Lovers }

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hiks ... Taichou ..."

Isak tangis yang terasa begitu dalam nan menyayat hati itu seketika membuat Sakura membuka matanya. Ia nampak begitu terkejut sekaligus kebingungan saat menyadari sudah ada di depan sebuah kuil tua yang begitu besar. Jajaran bunga mawar berwarna biru yang terbentang di sisi kiri dan kanan jalan setapak kuil itu, membuatnya semakin bingung karena tidak ada kuil yang menanam bunga langka seperti itu.

"Taichou ... "

Lamunannya seketika buyar begitu ia kembali mendengar suara seorang gadis di dalam kuil. Suara isak tangisnya kini bertambah dengan suara isakan seorang pria saat ia melangkah naik lebih tinggi ke dalam kuil itu. Aroma mawar juga darah tercium kuat di sana, beberapa barang juga terlihat berserakan di sana.

Manik emeraldnya seketika terbelalak begitu melihat ada sekitar empat sosok anbu yang sudah mati dan sosok Hanasita yang tengah di pangku dan di peluk seorang pria, di tengah aula kuil itu. Dengan begitu hati-hati ia melangkah melewati ceceran juga genangan darah di sekitarnya, untuk melihat lebih dekat siapa pria yang tengah terisak di bahu gadis itu.

"Taichou ..." Panggil gadis bersurai biru itu lagi sembari mengusap kepalanya dengan lemah, "Aku ingin melihat wajahmu untuk terakhir kalinya,"

Sosok pria itu nampak menggelengkan kepalanya dan semakin membenamkan wajahnya pada bahu Hanasita, "Sampai medic-nin datang kau tidak akan melihat wajahku,"

"Taichou ... Hiks ... Aku ... Aku sudah tidak sanggup lagi. Hiks ... Cepat tarik katana ini," Ucapnya membuat Sakura seketika menggulirkan tatapannya pada perut gadis bersurai biru muda itu yang sudah tertancap sebuah katana yang menembus hingga ke belakang, tidak hanya itu beberapa panah juga kunai terlihat menusuk punggungnya.

"Ti ... Tidak. Bersabarlah medic-nin akan datang sebentar lagi. Jika tidak aku akan menggendongmu sampai ke desa nee?" Tanya sosok pria itu sembari mendongak, membuat Sakura kembali terkejut bukan main saat melihat pria itu adalah suaminya sendiri, namun dengan wajah yang lebih muda.

"Lukamu lebih parah dari aku, lalu bagaimana kau akan menggendongku hmm? Aku juga tidak akan sanggup menahan luka ini lebih lama,"

"Sita ku mohon jangan berkata seperti,"

"Taichou, jangan terlalu keras pada hatimu. Saat kau mulai mencintai seseorang nanti, biarkan perasaan itu tumbuh. Cinta tidak akan membuatmu lemah atau jalanmu terbatas. Cinta akan membuatmu semakin kuat dan bebas seperti aku," Ucapnya membuat Shisui seketika tertunduk.

"Maaf, aku tidak pernah menyadari perasaanmu selama ini,"

"Aku mengerti, semoga kau mendapat gadis yang lebih berisik dan lebih nakal daripada aku,"

"Sita, aku akan menebus kesalahan besar ini dengan cara apapun. Jadi ku mohon bertahanlah,"

Hanasita nampak menyunggingkan senyum getirnya sembari menggenggam Shisui dengan erat lalu mencium punggung tangannya, "Taichou ... Jangan terus menerus salakan dirimu sediri. Kalau kau tidak keberatan, berjanjilah kalau kau tidak akan membiarkan Luna mendekati atau mengambil Kenzou dan Kenzi, setidaknya sampai mereka mencapai usia 14. Anak-anak itu sudah sangat menderita karenanya,"

"Sita aku akan pastikan sampai mereka dewasa aku akan menjaganya. Itachi juga akan menanggung jawabi mereka,"

"Taichou ... Aku sangat bahagia mendengarnya tapi maaf anak-anak itu hanya akan bertahan sampai usia 14 saja. Sekarang izinkan aku pergi," Pintanya dengan napas yang mulai terengah sembari menyentuh pipi Shisui lalu mengecup keningnya, "Sita ..."

"Terimakasih, kau telah banyak membantu juga mendukungku selama ini taichou. Aku sangat bahagia memiliki sahabat sepertimu,"

"Sita berhentilah bicara omong kosong, aku akan membawamu pergi sekarang. Kau pasti akan segera sembuh," Ucapnya sembari mencoba bangkit namun Hanasita segera memegang bahunya dengan erat.

"Jangan bergerak lagi taichou, tubuhku menjadi terasa lebih sakit,"

"Kalau begitu bertahanlah sebentar lagi Sita,"

Hanasita terlihat langsung menggeleng pelan sembari tersenyum, "Maaf, kaasan sudah datang menjemputku. Taichou, sebagai bentuk terimakasihku, aku berjanji akan selalu mengulurkan tangan untuk melindungi orang-orang yang kau sayangi walau nanti aku sudah tidak ada di sisimu lagi,"

"Sita ..."

Brak!

"Uchiha! Letakan senjatamu dan lepaskan Hanasita-Hime!" Teriak seorang anbu membuat Shisui seketika menoleh dengan tatapan yang begitu marah.

"Dia terluka, cepat bawakan medic-nin!" Teriak balik Shisui, membuat anbu itu seketika terbelalak begitu melihat bagaimana parahnya kondisi Hanasita.

"Dia telah melukai Hanasita-Hime, tangkap dia!"

Sakura seketika begitu panik melihat belasan anbu masuk dan langsung mengambil Hanasita. Mereka juga terlihat memborgol Shisui dan memaksanya berdiri, lalu pergi dari sana. Saat pria itu tengah di tarik pergi seorang anbu tiba-tiba mendekati Hanasita lalu menarik keluar katana nya dengan begitu kencang hingga ia berteriak kesakitan.

Shisui yang mendengarnya seketika menoleh dengan tatapan yang begitu syok saat anbu itu menjatuhkan Hanasita dengan keras ke lantai dan menyeretnya pergi dengan menarik rambutnya.

"Sitaa!" Teriak Shisui yang langsung berontak mencoba berlari pada gadis bersurai biru itu. Namun, sesosok manusia berjubah serba hitam muncul di belakangnya dan langsung mengangkat tinggi-tinggi pedang yang di bawanya.

"Jangaaan!" Teriak Sakura yang seketika membuat apa yang ia lihat seketika buyar, terganti dengan langit-langit serba hitam di hadapannya.

"Sakura, kau sudah bangun nak?" Tanya Ruka dengan raut yang begitu terkejut di sisinya, membuat Sakura semakin kebingungan.

"Bibi? Kenapa bibi bisa ada di sini? Dan kenapa aku ... Di ... Dimana Shisui? Sita ..." Celotehannya yang begitu cepat seketika terhenti saat sebuah kilatan ingatan singkat tentang kejadian pertengkarannya dengan Luna menghampirinya.

"Sakura tenang dulu sayang. Bibi akan memanggil dokter Tsunade, tunggu sebentar nee,"

"Bibi tunggu ... Arggh!"

Ruka semakin panik begitu melihat Sakura mengerang kesakitan saat mencoba untuk bangun. Dengan begitu keras ia berteriak memanggil beberapa perawat yang langsung datang memeriksanya. Setelah menyuntikan obat pereda nyeri, Sakura pun perlahan mulai kembali tenang dan menatap lekat sang bibi yang terlihat begitu sedih.

"Bibi ..."

"Nee sayang?"

"Dimana aku?"

Perlahan wanita tua itu mendekat lalu duduk di sisinya, "Kau di rumahmu sayang," Ucapnya dengan begitu lembut sembari mengusap pucuk kepalanya.

"Konoha?" Tanyanya yang langsung di jawab anggukan oleh wanita tua itu.

"Bagaimana bisa aku di sini bibi? Siapa yang membawaku?"

"Sasuke yang membawamu," Jawab Tsunade sembari berjalan masuk, membawa beberapa alat medis juga labu cairan infus.

"Sasuke? Bagaimana dia bisa menemukanku shisou?"

"Kau tanya saja sendiri padanya nanti, sekarang fokuslah pada pemulihan kesehatanmu. Shisui sangat marah melihatmu terluka seperti ini,"

Ruka seketika menatap wanita paruh baya itu dengan sorot bingung, ia benar-benar tak mengerti kenapa Tsunade mengatakan kalau putranya tengah begitu marah saat ini. Saat ia akan bertanya Tsunade tiba-tiba melirik lalu mengedipkan sebelah matanya. Wanita tua itu kini tersenyum simpul saat menyadari isyaratnya yang ingin mengerjai Sakura.

"Bibi, apa benar Shisui sedang sangat marah sekarang?" Tanyanya dengan raut yang begitu panik sembari menggenggam erat tangannya, membuat Ruka menjadi tak tega untuk mengerjainya.

"Uhmm ... Bibi tidak tahu,"

Gadis musim semi itu kini melirik pada Tsunade yang baru selesai mengganti labu infusnya, "Shisou tolong katakan yang sejujurnya. Apa Shisui benar-benar marah?" Tanyanya sembari  memegang ujung lengan pakaian wanita paruh baya itu.

"Nee, dia sangat marah bahkan beberapa anak buahnya sudah terkapar karena menjadi korban amukannya," Jawabnya membuat Sakura ternganga tak percaya.

"Di ... Dimana dia sekarang? Bibi aku ingin menemuinya sekarang," Tanyanya dengan nada yang begitu panik sembari mengguncang tangan Ruka.

"Katanya dia harus menyelidiki beberapa hal, nanti sore ia pasti akan datang,"

"Tapi ..."

"Shisui pasti akan datang jadi kau tidak perlu khawatir. Sekarang diamlah aku akan mengobatimu dengan ninjutsu medisku agar lukamu cepat sembuh,"

Saat Tsunade sudah bersiap mengalirkan ninjutsu medisnya, Sakura tiba-tiba menahan tangannya dengan raut yang begitu ketakutan karena baru menyadari sesuatu, "Shisou bagaimana dengan kandunganku? Apa ... Apa calon bayiku masih ada?"

"Haa syukurlah kau sudah sadar kalau kau tengah hamil. Kandunganmu itu sangat lemah Sakura, usia kandunganmu juga masih muda. Ini adalah situasi dimana janinmu sedang rawan-rawannya, apa kau tidak tahu itu?" Omelnya membuat jantung Sakura semakin berdegup kencang. Rasa takut kini tergambar jelas pada bagaimana ia menggenggam tangan Ruka dengan begitu erat, "Jadi ... Bagaimana dengan ..."

"Diam dulu, aku belum selesai bicara," Selanya sembari bersedekap dan menatap lekat pada Sakura yang langsung menundukan pandangannya, "Berkat kemampuanmu yang baik dalam meregenerasi luka, janinmu selamat. Namun, kau harus benar-benar bed rest sekarang karena kandunganmu itu sangat lemah. Kemarin kau telah mengalami pendarahan, aku khawatir jika kau mengalaminya lagi janinmu tidak akan bertahan,"

"Jadi anakku masih ada?" Tanyanya dengan tatapan berbinar membuat Tsunade seketika tersenyum lalu mengusap kepalanya.

"Hmm omedetto nee,"

Rintik air mata kebahagiaan tak bisa lagi Sakura bendung saat ia menyentuh dan mengusap perutnya. Ketika ia tengah merasakan keberadaan janinnya, sebuah tangan bersarung hitam tiba-tiba menggenggamnya hingga Sakura tersentak kaget dan langsung mengangkat pandangannya. Manik emeraldnya kembali berkaca-kaca saat melihat sosok suaminya tiba-tiba ada di sisi Tsunade.

"Shi ..."

Pria itu segera menahan bahu Sakura yang akan bangkit, lalu menyentuh perutnya yang kini sudah terasa sedikit cembung, "Berulangkali aku bilang jangan makan semangka dengan bijinya. Sekarang apa yang kau lakukan hah? Buah semangka itu sudah mulai tumbuh di perutmu. Bagaimana kau akan mengeluarkannya?"

"Hah?" Pekik Sakura sembari melirik pada Tsunade dan Ruka yang malah menutup mulut untuk menahan tawanya.

"Jaa, aku akan bantu mengeluarkan semangka itu," Ucapnya sembari membuka sarung tangan kanannya.

Plak!

Dengan cepat Tsunade pun menggeplak tangan Shisui yang akan menekan perut Sakura sembari melotot hingga pria itu mengernyit bingung, "Hoy bakayarou, tidak ada semangka di perut Sakura jadi jangan asal memencetnya!"

"Lalu ini apa? Bukankah ini seperti bibit buah semangka?"

"Semangka matamu! Itu bayimu tahu," Teriaknya membuat Shisui langsung menutup telinganya.

"Bayiku?" Ulangnya sembari melirik pada Sakura dengan sorot penuh tanya, "Chotto, apa maksud Tsunade-sama kalau benjolan itu bayiku?"

Sang gadis musim semi perlahan menggulirkan tatapannya pada Tsunade juga Ruka, memberi isyarat pertanyaan apakah ini waktu yang tepat untuk mengatakannya?

Setelah kedua wanita itu mengangguk pelan, Sakura perlahan menggenggam tangan Shisui dengan tatapan penuh keyakian juga perasaan cintanya yang kini tengah begitu menggebu-gebu, "Anata, kau akan jadi seorang ayah,"

Mendengar itu Shisui tiba-tiba mengernyitkan alisnya, "Menjadi ayah? Apa aku hamil?" Tanyanya membuat mereka terbelalak dan kembali menepuk kening dengan kencang.

"Maksudnya aku yang hamil shannaro!"

"Matte .... Matte .... Jadi kau dan aku yang hamil? Kenapa kau tidak memakai pengaman saat itu?"

"Shisui serius!" Teriak kedua wanita tua itu tepat pada telinganya hingga pria itu langsung membungkuk, sembari menggosok telinganya yang langsung memerah dan terasa panas.

"Ahahhaah! Bibi, Tsunade-sama jangan terlalu serius. Nanti kalian cepat tua,"

"Shisuiiii!" Teriak mereka lagi sembari menjewer kedua kupingnya.

"Itteetete .... Itainaaa!" Teriaknya sembari melepas tangan kedua wanita tua itu, "Hissh, kepalaku terasa seperti di dalam oven sekarang,"

"Mau ku buat kepalamu terasa seperti di bawah pasir pantai hah!" Ucap Tsunade membuat Shisui kembali serengehan.

"Jadi ... Sakura benar-benar hamil?"

"Iyaaaa!"

"Di dalam perutnya ada bayiku kan? Tapi yang tak ku mengerti bayi itu kan sebesar ini," Ucapnya sembari menekuk tangannya seperti tengah menggendong seorang bayi, "Lalu kenapa bayiku malah sekecil itu? Dan juga bagaimana dia bisa ada di perut Sakura? Apa dia betah di dalam sana? Juga apa dia tidak merasa sesak?"

Sang gadis musim semi seketika terbelalak mendengar pertanyaannya lalu terkekeh melihat Tsunade langsung mendongak, memijat pelipisnya, "Ampuunn, aku tidak menyangka pria yang sangat cerdas dalam urusan mengatur strategi perang juga politik malah minus dalam urusan seperti ini,"

"Pfftt Tsunade-sama biar aku saja yang jelaskan. Kau beristirahatlah," Ucap Sakura sembari menepuk-nepuk tangannya, membuat wanita paruh baya itu menghela pelan lalu menatap pada Ruka, "Nyonya, tolong buatkan makanan untuk Sakura, ia pasti sangat lapar sekarang karena baru bangun dari hibernasi panjangnya. Di tambah ia harus memiliki banyak energi untuk menghadapi suaminya yang tulalit,"

"Hibernasi? Apa maksudnya itu Shisou?"

"Sakura, jangan kuras kesabaranku lagi. Apa kau tidak tahu apa itu hibernasi? Perasaan nilaimu saat di akademi sangat tinggi hingga selalu ranking 1,"

"Nee, aku tahu apa itu. Maksudku sekarang adalah sudah berapa lama aku tidur hingga shisou menyebutku berhibernasi?"

"Tiga minggu," Ucapnya membuat Sakura seketika terbeliak, "Hah! Tiga minggu?"

"Iya tiga minggu,"

"Berarti aku telah melewati satu bulan masa kehamilanku?" Tanyanya membuat mereka segera mengangguk.

"Hmm, bibi akan membuatkan makanan dulu nee. Shisui, jangan lakukan hal aneh-aneh lagi pada Sakura atau bibi akan menjitakmu," Peringat Ruka sembari mengecup kening Sakura lalu berjalan pergi dari sana.

"Aku juga akan memeriksa pasien lain, kita akan bicara nanti setelah jam kerjaku selesai. Awas kalau kau sampai bertingkah lagi,"

"Nee, aku tidak akan macam-macam. Paling sedikit mencubit Sakura," Ucapnya sembari memalingkan wajah ke arah lain lalu bersiul.

"Heh!"

"Shisou sudahlah,"

"Haaa sebelum bayinya belum lahir saja dia sudah seperti ini, apalagi kalau sudah lahir. Bisa-bisa ia menyamakan bayinya dengan bayi kucing," Gerutu Tsunade sembari berjalan pergi dari sana, membuat Sakura kembali terkekeh.

Manik emeraldnya kini melirik pada Shisui yang masih bersedekap memperhatikan pintu sembari mengusap dagunya dengan jemari. Begitu pintu itu tertutup Shisui tiba-tiba menoleh pada Sakura dengan wajah yang begitu datar hingga membuat perasaannya menjadi tidak enak.

"Shi ... Shisui?"

"Apa?"

"Uhmm gomen hehe,"

"Haha, hehe, haha, hehe, apa kau fikir semua akibat dari ulahmu akan hilang dengan serengehan," Ucapnya membuat Sakura semakin merasa tidak enak lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Ma ... Maafkan aku jika kau ingin menghukumku, maka hukum saja. Tapi tolong jangan tinggalkan aku atau mengakhiri hubungan ini," Pintanya dengan nada sedikit gemetar menahan rasa takut juga sedihnya, sembari mengeratkan pegangannya pada selimut.

Perlahan Shisui berjalan mendekatinya lalu membungkuk lalu mengusap dagunya, "Bagaimana aku harus menghukummu hmm? Keningmu terluka, aku tidak bisa menyentilnya. Hidungmu masih di pakai untuk bernapas, pipimu masih lecet. Pilihan satu-satunya hanya bibirmu tapi aku khawatir kelepasan dan Tsunade-sama pasti akan mengamuk jika tahu kalau aku kebablasan,"

"Kebablasan juga tidak apa, aku tidak akan marah. Ayo cepat lakukan," Ucapnya dengan cepat sembari mengerucutkan bibirnya dan menarik tangan Shisui yang hampir saja jatuh menimpanya.

"Hish dasar, kau yang tidak masalah tapi aku yang akan bermasalah,"

"Kenapa? Apa kau sekarang tidak menyukaiku lagi?"

Shisui seketika menghela pelan mendengarnya lalu mengusap air mata yang menetes pada pipi sang gadis musim semi, "Bukan begitu, Tsunade sudah menjelaskan bagaimana keadaanmu sekarangkan? Jadi aku tidak boleh melakukan itu sampai kau melahirkan,"

"Jika kau lupa dan melakukan itu?"

"Tsunade-sama akan menelanku bulat-bulat lalu melepehku hingga terbang ke desa sebelah,"

"Pfft jadi bukan karena kau tidak menyukaiku lagi?"

"Kalau aku tidak menyukaimu mana mungkin aku ada di sini sekarang,"

"Kau tidak akan meninggalkanku kan?"

"Meninggalkan apa? Kalau kita sedang di jalan atau di luar baru kau bertanya seperti itu," Omelnya membuat Sakura kembali tersenyum bahagia mendengar Shisui ternyata tidak marah dan mulai kembali menghangat. Perlahan ia pun mengulurkan kedua tangannya, membuat Shisui mengernyit, "Tubuhku masih terasa lemas dan aku ingin duduk, apa kau bisa membantuku? Punggungku terasa sangat pegal juga panas,"

Tanpa menjawab apapun Shisui segera memegang membungkuk, memberiakan tangan Sakura melingkar pada lehernya lalu mengangkat gadis itu dengan kedua tangannya. Setelah ia rasa posisi duduknya pas, Shisui segera meletakan bantal untuk sandarannya lalu duduk di sisi Sakura sembari menyuapinya air.

"Cukup," Ucapnya membuat Shisui segera kembali meletakan gelas itu.

"Jadi?"

"Hmm?" Tanya balik Sakura membuat pria itu menghela pelan lalu menggenggam tangannya, "Kemana kau pergi saat itu dan kenapa? Juga dengan siapa kau berkelahi sampai terluka seperti ini?"

"Uhmm etto ... Aku pergi ke gunung Challa. Katanya di sana ada bunga yang indah jadi aku pergi sendiri ke sana untuk mengambilnya," Bohongnya membuat Shisui semakin menatapnya dengan dalam.

"Kau yakin?"

"Hmm," Jawabnya dengan cepat sembari mengangguk-anggukan kepala.

"Hidungmu jadi lebih panjang 1 mili loh sekarang," Ucapnya dengan raut yang begitu serius hingga Sakura langsung menutup hidungnya dengan sebelah tangan, "Mana mungkin shannaro,"

"Mau ku ambilkan cermin?"

Sakura yang tak sadar tengah di kerjai pun malah segera menggelengkan kepalanya dengan raut yang begitu panik, "Shisui apa benar hidungku jadi panjang sekarang? Apa aku akan jadi seperti penyihir juga?"

"Pfft khi ... Khi ... Khi ...Haha ... Kau benar-benar ... Hihi  ..."

Melihat pria itu tiba-tiba tertawa, Sakura kini tersadar dengan segalanya dan langsung memukul bahu pria itu, "Kau benar-benar menyebalkan shannaro! Aku tidak akan bicara lagi denganmu," Omelnya sembari bersedekap dan memalingkan wajahnya ke arah lain.

Sembari menyeka air mata yang muncul di sudut matanya karena terlalu banyak tertawa, Shisui perlahan mengambil helaian rambut lalu memelintirnya, "Itu hukumanmu karena tidak pernah bicara jujur padaku. Sebenarnya aku ingin bertanya kenapa tapi setelah ku fikir-fikir lagi, sepertinya kau akan lebih terbuka padaku dengan cara seperti ini,"

Sakura seketika kembali memalingkan wajahnya yang bersemu merah ke arah lain, ia benar-benar tak habis fikir kenapa Shisui selalu bisa meredam ketakutan juga perasaan tak percaya dirinya dengan cara yang tak biasa dan cukup mengesalkan.

"Sakura ... "

Panggilan lembut itu seketik membuyarkan lamunannya, begitu ia menoleh manik emeraldnya seketika terbelalak begitu melihat sebuah kotak persegi panjang berwarna hitam dan berukuran sedang, dengan ukiran bunga juga merak yang begitu indah di pangkuan Shisui, "I ... Itu?"

"Jika kau mau berkata jujur aku akan memberikan ini untukmu,"

"Tapi apa isi kotak itu?"

"Hatiku," Ucapnya sembari tersenyum lebar hingga matanya menyipit membuat Sakura melayangkan tatapan sebal, "Hidoi,"

"Pfft kau mau atau tidak hmm? Aku tidak akan menawarkan sampai tiga kali,"

"Tentu saja, shannaro!" Teriaknya sembari mencoba mengambil kotak itu namun Shisui buru-buru menyimpannya di belakang.

"Jawab dulu pertanyaanku, sedang apa kau di gunung challa? Kalau kau mencari bunga, bunga apa yang tumbuh di gunung es? Apa kau memiliki rencana kencan dengan Yeti?"

"Mana ada shannaro! Sebenarnya aku ke sana untuk menangkap ketiga penjahat yang kabur, itung-itung sebagai tanggung jawabku karena tidak membaca pesanmu saat itu,"

"Benarkah? Lalu kenapa kau tidak minta izin dariku atau bilang dulu pada yang lain?"

"Itu ..."

"Karena pamanmu menekannya, sudah bibi bilangkan kemarin?" Tanya Ruka yang tiba-tiba masuk ke kamar sembari membawa nampan berisi makanan.

Sakura seketika menundukan pandangannya saat Shisui menatapnya dengan begitu dalam, "Go ... Gomen, aku tidak ingin kau marah dan bertengkar dengan paman gara-gara aku. Aku juga ingin membuktikan diri kalau aku pantas untukmu," Isaknya membuat pria itu menghela lalu memeluknya.

Perasaan hangat juga menenangkan dari pelukan itu membuat Sakura benar-benar tak bisa lagi membendung tangisnya. Dengan lembut Shisui mengusap punggung juga kepalanya agar ia tenang, lalu memberi isyarat agar Ruka pergi.

"Lalu dengan melakukan ini apa kau merasa sudah pantas untukku?" Tanyanya namun gadis itu tak menjawab apapun dan semakin membenamkan wajahnya pada dada Shisui sembari menangis, "Semua orang kini memuji keberanian juga bakatmu, apa kau sudah merasa puas? Aku bahkan bisa langsung memberikan pangkat jendral yang di serahkan Ibiki-sama padamu,"

"Shisui jangan berkata seperti itu, hiks ..."

"Memang apa yang harus ku katakan sekarang? Saat kau lebih memilih mendengarkan ucapan paman saat itulah aku merasa kalau aku bukan suami yang baik dan tak berguna," Ucapnya membuat Sakura segera menutup mulutnya sembari menggeleng pelan.

"Jangan berkata seperti itu lagi kumohon. Aku melakukan ini agar kita tetap bersama,"

"Kalau kau memang benar ingin bersamaku, berjanjilah kalau kau akan menjadi dirimu sendiri dan selalu berfikir berulangkali sebelum menentukan sesuatu. Aku  juga ingin kau berjanji akan mengatakan segalanya padaku tanpa rasa ragu atau rasa takut," Ucapnya membuat sang gadis musim semi mengangguk, "Nee aku berjanji Shisui. Aku hanya akan selalu mengikuti apapun yang kau katakan,"

Perlahan Shisui pun mengecup ubun-ubunnya lalu melepas pelukannya sembari menyekar air mata Sakura dan meletakan kotak persegi panjang itu di pangkuannya, "Bukalah,"

"Ini benar untukku?" Tanyanya yang segera di jawab anggukan.

Namun, saat ia akan membukanya Sakura tiba-tiba terhenti lalu melayangkan tatapan penuh tanya pada pria itu, "Aku lupa, bagaimana dengan Hanare-san?"

"Dia berada di dalam pantauan Ibiki-sama dan tengah membuat beberapa ramuan untuk mengembalikan Kakashi," Jelasnya sembari menyuapkan makanan pada Sakura.

"Ibiki-sama? Aku ..."

"Kau tidak perlu cemas, hubungan mereka sangat baik sekarang. Mungkin angin di Konoha akan berubah haluan sebentar lagi," Ucapnya membuat Sakura mengernyit tak mengerti.

"Lalu bibi kenapa ada di sini? Apa gara-gara aku ..."

"Paman sedang butuh waktu untuk sendiri jadi aku membawanya kemari, bibi juga katanya ingin merawatmu jadi ku fikir keputusanku tidak salah,"

"Apa kau memarahi paman?"

"Aku tidak bertemu dengannya sejak kejadian itu. Sudahlah jangan fikirkan dia, nanti juga kalau kepalanya sudah dingin paman pasti akan menemui kita," Ucapnya dengan sorot yang nampak begitu kesal, "Oh ya, Luna juga akan di hukum sebentar lagi. Sasuke dan Hanare sudah memberi semua kejelasannya saat itu,"

"Hmm Shisui apa aku boleh bertanya satu hal?" Tanyanya membuat pria itu segera mengangguk, "Tapi berjanjilah kau tidak akan marah,"

"Untuk apa aku marah? Marah-marah itu hanya akan membuat ketampananku pudar," Ucapnya membuat Sakura mengernyit sebal, "Cihh dasar narsistik,"

"Pfft katakan kau ingin bertanya apa?"

"Uhmmm apa kau kenal seorang gadis bernama Hanasita?" Tanyanya membuat Shisui terbelalak lalu memalingkan wajahnya ke arah lain, "Darimana kau tahu nama itu?"

"Uhmm Kenzou dan Kenzi bilang kalau ibu mereka bernama Hanasita jadi aku penasaran siapa dia. Karena di Konoha tidak ada nama seperti itu,"

Sorot mata Shisu tiba-tiba menjadi kosong begitu mendengar penjelasannya, ia nampak terlihat begitu bingung lalu mengusap wajahnya, "Akan ku kenalkan dia setelah kau pulih, nee?"

"Tapi ... Siapa dia? Sepertinya kau sangat mengenalnya," Ucapnya membuat Shisui menoleh lalu tersenyum tipis sembari mengacak rambutnya, "Dia sahabatku, kau jangan memasang wajah cemburu seperti itu,"

"Hish geer aku tidak cemburu tuh," Gumamnya sembari membuka kotak itu secara perlahan.

Ia kembali di buat terkejut begitu melihat 6 buah kunai juga sebuah katana dengan bentuk lebih ramping di dalam kotak itu. Dengan hati-hati ia mengambil katana dengan warna hitam berpadu merah muda itu lalu mengayunkannya hingga Shisui terkejut karena hampir mengenai wajahnya, "Hoy hati-hati,"

"Pfft ini cukup ringan daripada katanamu, jadi aku sedikit sulit mengendalikannya," Ucapnya sembari meletakan kembali senjata itu dan mengambil kunai yang memiliki warna yang sama di dalam kotak itu.

Jemarinya kini merasa ada sesuatu yang mengganjal pada ujung kunai itu, saat ia menarik keluarnya Sakura seketika di buat kebingungan karena sesuatu yang mengganjal itu ternyata sebuah senbon, "Shisui?"

"Kau bisa melumuri racun pada senbon itu, saat senjata itu mengenai musuh. Kunai ini tidak hanya akan memberi luka ringan tapi akan membuat luka yang begitu fatal. Kau bisa menyebutnya double kill,"

"Ini sangat cantik, arigatou-nee," Pekiknya sembari melompat memeluk pria itu.

"Chotto, ada lagi yang harus ku berika,"

Sakura kembali mengernyit bingung mendengarnya lalu perlahan melepaskan Shisui yang langsung meletakan mangkok bubur itu lalu berjalan pergi ke arah jendela dan membungkuk keluar, hingga membuat Sakura terkejut dan panik kalau-kalau pria itu akan menjatuhakan dirinya sendiri, "Shisui, apa yang kau lakukan shannaro! Itu sangat berbahaya,"

"Sebentar, ini sedikit tersangkut," Ucapnya membuat Sakura semakin mengernyit tak mengerti dan terus memperhatikan apa yang sebenarnya Shisui lakukan dengan susah payah di sana.

Tak begitu lama sesuatu yang begitu besar berwarna merah terlihat tengah di tarik masuk oleh Shisui, "Hoy sudah ku bilang bokongnya dulu taichou! Kau ini benar-benar," Omel suara Sai di luar jendela itu.

"Taichou, pelintir sedikit lehernya!" Teriak Kiba.

"Hah apanya yang di pelintir shannaro?"

"Sebentar Sakura,"

Brak!

Shisui seketika jatuh terduduk begitu benda besar itu berhasil masuk, Sai juga nampak tergantung di ambang jendela, "Mattaku, pinggangku benar-benar linu," Gumam mayat hidup itu.

Dengan cepat Shisui berdiri lalu membuka kain yang menyelimuti benda itu, "Sakura ini hadiah keduamu," Ucapnya sembari menarik boneka rakun merah besar yang tingginya hampir mencapai pintu ke sisinya.

"Taichou aman?" Teriak Kiba dari jendela itu sembari menyembulkan setengah kepalanya.

"Haa ... Nee. Arigatou Kiba, Sai," Teriak baliknya sembari mengacungkan jempol, membuat pria Inuzuka itu langsung menarik turun sang mayat hidup lalu menghilang dari sana.

"Shi ... Shisui apa ini?" Tanya Sakura sembari memperhatikan dan menyentuh boneka yang begitu lembut dan sangat harum seperti permen itu, "Boneka ini ... Kenapa memakai eyepatch sepertimu?"

"Uhmm Ino bilang kalau ibu hamil itu harus terus melihat sesuatu yang manis juga lucu, agar anaknya nanti bersifat manis. Jadi ku fikir boneka ini cukup manis," Jelasnya membuat Sakura tersenyum senang sembari menyentuh kepala boneka itu.

"Boneka ini juga mirip denganmu, sepertinya anak kita akan mirip denganmu," Ucapnya sembari memeluk erat boneka itu lalu mengelus-elusnya.

"Mirip denganku? Jadi dia tidak akan mirip Shikadai?"

"Hah! Apa yang kau katakan shannaro?"

"Shikadai anak yang benar-benar menggemaskan ku fikir anak kita akan seperti dia," Jelasnya di iringi senyum isengnya membuat Sakura tepuk jidat.

"Mattaku, kalau anak kita mirip Shikadai klan Nara, Klan Sabaku dan Klan Uchiha akan langsung gonjang-ganjing shannaro!"

"Hahahha, masa? Sepertinya itu akan sangat seru,"

"Matamu!" Teriak Sakura yang membuat pria itu tertawa makin keras.

"Tapi kenapa anak kita tidak akan mirip Shikadai?" Godanya lagi sembari bertopang dagu, membuat Sakura langsung mengepalkan tangannya sembari melotot, "Beda pabrik shannaro! Sudahlah terus bicara denganmu, darahku bisa naik,"

"Pffft hahhaa kau benar-benar manis juga lugu,"

"Urusainaaaa!"

******

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro