MPBB - 28

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di kamar, Gavin berbaring, terkadang telungkup, dan lain sebagainya. Hanya game dan game yang ia mainkan, ia tak berani menganggu Alula yang masih belajar. Demi apa? Gavin merasa bosan.

Ujian Nasional sudah selesai membuat Gavin merasa boring dan tidak tahu harus melakukan apa, istilahnya itu, gabut. Merasa lelah hanya melakukan hal yang sama setiap harinya, Gavin membuka galeri ponselnya.

15 menit kemudian...

Ia membuka game yang biasa ia mainkan.

Game yang selalu ia mainkan dikala bosan itu membuat dirinya semakin bosan. Hanya itu-itu saja yang ia lakukan, ia juga lelah kalau harus menang setiap ia memainkan game yang cukup membuat hati para cewek gempar.

Bagaimana tidak gempar? Cowok mereka bahkan mengabaikan pesan-pesan mereka hanya untuk push rank mobile legend nya. Tetapi tidak dengan Gavin, baginya Alula itu lebih daripada game. Ia lebih suka menghabiskan waktunya bersama Alula daripada menatap layar ponsel berjam-jam.

"Double kill!"

"Shutdown!"

"You has been slain."

Gavin membelalakkan matanya saat musuh dengan santai nya menggeroyoknya, sial! Gavin menghembuskan nafasnya pelan, beberapa hero lawan terlihat di layar ponselnya. Cowok itu berdecak kesal dan kembali fokus ke ponselnya.

Satu ponsel khusus untuknya bermain game dan satu ponsel khusus untuk chattingan dan sebagainya. Ponselnya berdering, cowok itu langsung meraih dan mengangkat nya.

"Ada apa, Sayang?"

"Kamu lagi main game ya?"

"Iya, kamu udah istirahat ya?"

"Udah..."

Hening.

"Ga, udahan belum main nya? Aku mau curhat..."

"Bentar lagi, eh tapi kalo kamu mau curhat biar aku berhenti main."

"Eh, jangan... Kasihan temen tim kamu, aku tungguin sampe selesai. Lagian abis ini juga aku pulang."

Gavin tersenyum melihat sikap pengertian dari Alula, karena memang Alula juga suka main mobile legend sama sepertinya. Bedanya, Alula hanya main jika mau saja, selebihnya gadis itu memilih untuk mengganggunya daripada bermain game.

"Duh,makin sayang deh sama kamu, Al... Pulang jam berapa? Aku jemput."

"Nih udah bel. Ada rapat sih jadi pulangnya cepet."

"Tunggu aku ya."

___

"Double kill!"

"Triple kill!"

"Shutdown!"

Alula dengan sabar menunggu Gavin menyelesaikan permainan itu, gadis itu membaca novel yang dibelikan Gavin tempo hari.

5 menit kemudian...

"Victory!"

"Al, masih disana kan?"

"Iya masih.."

"Aku kesana."

"Oke, aku tunggu di depan gerbang... See you."

"See you."

Alula menghela nafasnya pelan, gadis itu memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan segera beranjak dari kelas yang sudah mulai sepi. Baik Regina maupun Clarissa tidak berangkat ke sekolah, Regina sakit dan Clarissa izin.

Gadis itu menghela nafasnya lagi, melangkah pelan menuju gerbang. Matanya membulat sempurna, Dicky yang notabene nya si playboy kelas kakap. Mau mengadakan sesi curhat dengannya? Well, ia jawab dengan nanti setelah ia selesai curhat dengan kekasihnya.

Langkah Alula terhenti saat seorang gadis memanggilnya, Alula membalikkan badan nya. Ia melihat gadis yang bernama Ria, Alula mengerutkan keningnya, ia tak menyangka bisa disapa oleh gadis yang terbilang populer itu.

"Gue mau tanya dong!" katanya dengan senyuman sinis.

"Tanya apa?"

"Lo bukan anak kandung ya? Lo anak pungut? Eh, sorry, mulut gue suka nggak ke kontrol gini. Eh tapi- bener nggak sih?"

Alula meneguk susah salivanya, secepat ini? Ia pikir hanya Regina, sahabatnya yang mengetahui hal pribadi ini. Ternyata orang asing seperti Ria sudah mengetahui hal ini. Ia tak bisa menjawab, tentu saja.

"Sahabat lo pengkhianat ya? Nggak nyangka gue."

Alula mengerutkan keningnya, ia tak bisa mengerti dengan kalimat terakhir Ria. Alula hanya menggelengkan kepalanya pelan, ia tak mengerti dengan kalimat itu, memikirkan hal itu membuatnya melamun sepanjang jalan.

Hingga ia melewati gerbang, seseorang menepuk pelan pundaknya, dirinya terlonjak kaget.

"Ya ampun, Al. Segitu nyamannya ngelamun, sampe kaget gitu? Yuk, ke Kafe biasa."

___

"Al? Kamu kenapa sih?" tanya Gavin yang bingung melihat Alula yang sedari tadi diam saja. Minuman yang mana tersaji di meja, Alula abaikan. Entah ada apa dengan gadis itu.

"Aku mau curhat sama kamu."

"Ya udah, aku siap dengerin kok," kata Gavin menatap Alula.

"Kalo misalkan aku benci sama ibu dosa nggak sih?" tanya Alula.

"Kamu benci sama Ibu kandung kamu? Al, kamu harusnya berterimakasih karena dilahirkan ke dunia ini... Sebesar apapun kesalahan ibu kamu, harusnya kamu maafkan."

"Nggak mudah, Ga. Aku benar-benar nggak bisa, bayangan saat aku dan Bunda di usir mengganggu aku. Aku inget banget, aku pernah diusir sama tante Risma, waktu itu aku nggak tau apa-apa cuma bisa diem. Aku nggak nyangka kalo ternyata tante Risma itu ibu aku."

"Apa alasan ibu kamu ngusir kamu?"

"Aku nggak tau jelas kalo masalah itu, mulai dari pengusiran itu... Ayah nggak bolehin aku atau Bunda datang ke rumah itu. Dia pernah ngusir aku, itu tandanya dia udah nggak butuh aku kan, Ga?"

Gavin menghela nafasnya pelan, "intinya gini, Al. Lebaran nanti kamu harus ke rumah ibu kandung-"

"Nggak!"

"Al, dengerin aku, katanya mau curhat..." kata Gavin dengan sabar, Alula mengangguk dan tidak berbicara lagi.

"Setidaknya kamu berterimakasih sama Ibu kamu, meskipun kamu nggak bisa kembali tinggal sama dia."

"Dari aku bayi juga aku nggak pernah tinggal disana, dari aku lahir... Tante Risma udah mau buang aku, sekarang? Dia minta aku buat tinggal sama dia? Siapa yang nggak sakit?"

"Oke-oke, kalo itu aku ngerti. Aku tau, Al... Alula yang aku kenal itu pemaaf, ya kan? Kenapa sekarang nggak? Al, kamu pasti bisa maafin Ibu kamu. Ya, walaupun berat, seenggaknya itu bentuk terimakasih kamu."

---

Alula memasuki kamarnya dengan lelah, ia menghela nafasnya pelan, jam dinding sudah menunjukkan pukul 4. Hari yang cukup melelahkan baginya, ia melemparkan tasnya ke sofa yang ada di kamarnya.

Tok tok tok!

Alula langsung menghampiri pintu dan membukanya, senyuman manis dari Bundanya membuat Alula membalas senyuman itu.

"Al? Ada Andreas sama Dicky di depan, kamu temenin mereka ya? Bunda lagi bikin kue," kata Bundanya, Alula mengangguk.

"Aku ganti baju dulu ya, Bund. Suruh mereka tunggu aja," kata Alula yang diangguki Bundanya.

10 menit kemudian...

Alula menuruni anak tangga dengan ponsel di tangannya, gadis itu memakai pakaian rumahan yang sederhana, meskipun sederhana, gadis itu masih cantik, bukannya kalau memang cantik memakai apa saja juga cantik?

Andreas fokus ke ponselnya, sedangkan Dicky tengah melihat aquarium yang tak jauh dari ruang tamu. Aquarium yang berisi ikan-ikan hias yang sangat lucu. Alula berjalan menghampiri mereka.

Meong...

Alula berhenti melangkah saat kucing baru yang dibelikan Ayahnya itu, Alula berjongkok dan mengambil kucing yang terbilang gemuk ditambah bulunya yang tebal berwarna putih, sungguh menggemaskan.

"Kucing baru Al?"

"Iya Kak. Dibeliin Ayah kemarin," kata Alula seraya mengelus kucing itu.

"Al, gue kesini mau punya tujuan nih... Janji lo mau bantu gue ya? Tujuan gue sama Dicky sama kok," kata Andreas dengan menatap Alula serius.

"Apa?"

"Bantu gue buat jelasin semua sama Gavin, gue mau pindah kuliah ke Bandung. Seenggaknya nanti lebaran gue nggak usah kesini buat minta maaf sama dia!"

Alula mengangguk,"nanti gue bantu, sekarang nggak ada lagi kan? Pulang sana!" kata Alula dengan nada pengusiran di akhir kalimatnya.

"Eh, jangan dong Al... Biar mereka makan malam disini, tunggu aja ya kan?"

"Terserah Bunda deh..."

----

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro