MPBB - 29

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Riuh musik dan pengunjung Kafe yang berlalu lalang tak membuat Gavin bingung mencari keberadaan Alula. Baginya, Alula selalu nomor satu di mata Gavin. Gavin segera menghampiri gadis yang tengah fokus pada ponselnya.

"Sendiri aja nih?"

Alula sedikit terkejut dan mendongak siapa yang datang mengganggunya, "ish! Ngagetin aja!" ketus nya memukul lengan Gavin yang malah dengan santai nya terkekeh.

"Katanya masih lama, kok udah nyampe?"

"Kan naik motornya kayak Om Rossi," kekeh Gavin membuat Alula menatapnya tajam, "aku nggak papa kok, Yang. Buktinya aku ada di depan kamu," lanjutnya saat melihat kekhawatiran pada mata Alula.

"Kali aja di depan aku itu cuma arwah kamu," kata Alula asal.

"Emang kamu mau kayak gitu?"

"Ih! Amit-amit, jangan sampe. Suka becanda kayak gitu, deh," kata Alula dengan kesal, Gavin terkekeh dan mencomot kentang goreng milik Alula.

"Maaf."

Alula diam.

"Sayang, kalo ada orang minta maaf, kita harus...?"

"Maafin."

"Nah kalo gitu, maafin aku ya?"

"Hm."

Alula hanya bergumam pelan, Gavin memesan minuman. Setelah itu, Gavin dengan tatapannya menatap gadis di hadapannya itu,"tumben ngajak ketemu, ada apa?"

"Dicky sama kak Andreas mau ketemu sama kamu, mereka mau minta maaf."

"Nggak."

"Sayang, kalo ada orang yang mau minta maaf, kamu harus mau dong..." kata Alula membujuk, Gavin menghela nafasnya pelan, Alula menatap menunggu jawaban dari Gavin.

"Nggak."

"Aga..."

"Iya deh, tapi nggak sekarang... Intinya sebisanya aku!"

"Besok!"

"Al..."

Alula menggeleng melihat tatapan memelas dari Gavin,"nggak, Ga. Pokoknya harus besok! Apa susahnya sih? Kamu tinggal maafin, bereskan?"

"Kamu nggak ngerti, Al."

"Nggak pokoknya harus besok!"

Gavin menghela nafasnya pelan dan mengangguk pasrah, gadis di depan nya tidak pernah mengetahui apa yang akan terjadi. Mungkin sedikit reuni dengan bogeman mentah dengan kawan lama tidak mejadi masalah.

"Ga, bayarin ya?"

Pertanyaan konyol dari Alula membuat Gavin tersadar dari lamunannya dan terkekeh,"kapan aku nggak bayarin kamu sih?" tanyanya membuat tawa kecil terdengar dari Alula.

Gavin mengeluarkan ponsel khusus untuk bermain game, "Wifi disini, cepet nggak ya?" kata Gavin membuat Alula tertawa.

"Sumpah nggak modal banget, mau main game pake wifi Kafe, modal dong!" kata Alula.

Gavin terkekeh dan melanjutkan membuka game itu, Alula hanya memperhatikan Gavin membuat Gavin meraih tangan Alula dengan satu tangannya.

"Mau main bentar ya?"

Alula tertawa dan mengangguk,"kapan-kapan push rank akun aku dong, Ga. Masih di situ mulu perasaan."

"Iya nanti," kata Gavin.

Getaran ponsel Alula membuat sang pemilik membukanya, pesan dari nomor yang tidak di kenal membuat nya mengerutkan keningnya bingung.

Well, sang princess bakal digantikan oleh upik abu.

Satu pesan muncul dari nomor yang tak dikenal kembali muncul di notifikasi nya. Nomor yang berbeda dengan yang pertama.

Emang ya, di dunia ini kita jangan terlalu percaya sama orang, termasuk sahabat sendiri. Karena mereka bisa berkhianat. Gue belajar dari lo sih, Al.

Apa maksud semua ini?

Gavin masih fokus dan tak menyadari jika dirinya tengah bingung saat ini, entahlah... Ia tidak mungkin memberitahu Gavin tentang pesan ini.

---

Pagi hari, Alula berjalan menuju kelasnya. Alula berpapasan dengan Regina dan Clarissa yang entah mau kemana. Alula baru saja ingin tersenyum dan menyapa mereka, namun apa yang di dapatnya? Regina melengos begitu juga Clarissa.


Alula menghela nafasnya pelan, apa ia punya salah? Sebegitu fatal kah kesalahannya? Alula kembali berjalan menuju kelasnya dengan pikiran yang berkelana kemana-mana. Bahkan gadis itu tersentak kaget saat Azam -sahabatnya- berjalan beriringan dengannya.

"Eh, kok lo kaget sih, Al?"

"Nggak cuma, ya gitulah... Udah mau ngomong sama gue, Zam?" kata Alula, Azam tersenyum dan mengangguk.

"Gue rasa musuhin lo juga percuma ya kan? Hati lo udah buat Gavin. Rasanya gue nyesel aja gitu, cuma gara-gara perasaan gue, persahabatan kita jadi kayak gini."

Alula mengangguk pelan.

"Oh ya, gimana kalo gue traktir lo makan? Sebagai permintaan maaf gue, lo mau ya?" tanya Azam, Alula mengangguk dan mereka melanjutkan perjalanan.

Dari kejauhan, Gavin melihat itu hanya tersenyum tipis, meskipun itu membuatnya marah. Ia harus mencoba menekan rasa itu, biarkan Alula berinteraksi dengan siapa saja, ia tak ingin Alula merasa terkekang.

***

Gavin duduk di rooftop sekolah tempat biasa ia berkumpul dengan teman-temannya termasuk Gerald, hanya saja saat ini dia sendirian.

Gavin tekejut lantaran sahabat dari kekasihnya datang dengan keadaan jauh dari kata baik, tentu saja ia bingung. Jika saja ia bisa, ia bertanya ada apa dan kenapa? Hanya saja ia tidak bisa, rasanya kaku, Gavin tak terlalu mengenal Regina dengan baik, Gavin hanya diam saja.

"Kak..."lirihnya membuat Gavin bingung setengah mati.

"Apa?"

"Gue bingung..."

"Bingung kenapa? Ada hubungannya sama gue?"

"Iya, dan termasuk Alula juga."

"Ada apa?"

"Semalam nyokap lo datang ke rumah gue dan bilang tentang pertunangan kita."

Dari kejauhan, seorang gadis merasa tertohok dengan ucapan Regina, niatnya yang akan bertanya ia urungkan dan meninggalkan tempat itu, sedangkan Gavin tak tahu harus mengatakan apa, ia speechless. Ia bingung.

"Apa maksud lo?"

----

Alula duduk bersama Azam, dirinya tidak tahu jika Gavin juga berada di tempat yang sama dengannya. Azam sesekali menatap gadis yang ada di hadapannya dan itu juga tak lepas dari tatapan Gavin. Ia rasa, ada sesuatu pada diri Azam yang mencurigakan, hanya saja Gavin tidak terlalu menghiraukan hal itu.

Gavin memperhatikan senyuman Alula, ada yang aneh dengan senyuman gadis itu. Ada apa? Ingin sekali Gavin menghampiri gadis itu dan menanyakan hal itu. Namun, seseorang mencegatnya. Gavin menatap gadis di depannya, dia Ria. Gavin kenal dengan gadis itu.

"Ada apa?" tanya Gavin dingin.

"Vin, duduk dulu dong... kan lo bakal jadi saudara gue kalo lo udah tunangan sama sepupu gue."

Gavin mengetatkan rahangnya, "apa maksud lo? Lepasin gue!" sentaknya membuat Ria cemberut dan duduk di kursi yang tak jauh darinya.

Gavin menetralkan deru nafasnya yang tak beraturan, gadis di depannya benar-benar membuatnya naik pitam. Jika saja ia tak memandang Ria bukanlah seorang perempuan, mungkin satu bogeman sudah mendarat di wajahnya itu.

"Gavin, lo harus tau..."kata Ria memegang lengan Gavin.

"LEPAS! Inget satu hal! Lo nggak perlu ikut campur urusan gue!" Gavin menghempas kuat tangan Ria membuat gadis itu meringis menahan rasa sakitnya, Gavin melirik ke arah Alula, gadis itu menatapnya, tidak hanya Alula tetapi seluruh siswa yang ada di kantin sekolah.

Gavin muak dengan gadis di hadapannya itu, ia segera melangkah pergi tanpa menleh atau menatap Alula barang sejenak. Rasanya kepala ingin pecah mengingat ibunya yang terang-terangan meminta pada sahabar dari pacarnya itu untuk bertunangan dengannya. Bukan hanya itu saja, laporan dari Regina yang mengatakan Alula berubah ditambah Alula yang tidak membalas pesan darinya membuat Gavin merasa Alula marah padanya.

---

Alula duduk memangku kucing yang sudah menjadi kesayangannya itu, di depannya ada Dicky dan Andreas yang tengah menunggu kedatangan Gavin saja. Gadis itu menuruti permintaan Dicky dan kakaknya Andreas untuk meminta Gavin menemui mereka.

Suara deru motor di halamannya membuat Alula bangkit berdiri,dan menuju pintu, Gavin sudah hampir mngetuk hanya saja didahuli Alula yang membuka pintu. Alula tersenyum pelan ke arah Gavin, "masuk, Ga."

Gavin membalas senyum Alula, Alulanya sedang tidak baik-baik saja. Ia tahu, terlihat dari wajah gadis itu yang terlihat sangat pucat. Gavin hanya diam dan mengikuti langkah Alula.

Sesampainya di ruang tamu...

"Tugas aku udah selesai, tolong selesaikan permasalahan kalian. Jangan berisik, aku pusing mau istirahat."

Gavin hanya diam dan membiarkan Alula melangkah menaiki satu persatu anak tangga dengan membawa kucing berbulu putih yang ada di gendongan gadis itu.

----

Selamat pagi dunia....

Vote+Comments di tunggu yes!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro