MPBB - 30

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Di hari yang cukup cerah ini tak membuat perasaan Alula ikut merasa cerah, justru sebaliknya, perasaannya tengah buruk. Ia tak bisa menggambarkan apapun, yang pasti ia tengah dilanda patah hati. Menyakitkan bukan? Melihat kedua orang yang notabenenya adalah pacar dan sahabatnya ternyata ditunangkan. Sebisa mungkin Alula tersenyum.

"Aku mau kita putus, Ga."

Gavin hanya diam saja, Regina membelalakkan matanya melihat senyuman itu, senyuman itu paslu. Siapapun pasti tau akan hal itu, hanya saja Alula tak peduli. Ia hanya tau jika dia sebisa mungkin harus tersenyum dan tidak terlihat menyedihkan, meskipun mungkin tidak berlaku untuk dua orang yang saat ini bersamanya.

"Al, gue nggak tau bakalan kayak gini ceritanya. Gue bakal ngomong sama Mama nya Gavin kok, beneran deh. Tapi lo jangan putus ya,"kata Regina.

Alula tersenyum lagi dan lagi, "nggak Gin, lo harus bahagia sama Gavin. Lagian Mama nya Gavin udah milih lo, jadi sebisa mungkin lo jangan nolak itu. Jangan jatuhin harapan mamanya Gavin, Gin. Gue gapapa kok," katanya.

"Nggak bisa gitu dong, Al. Aku nggak mau kalo kayak gini caranya, aku nggak mau putus dari kamu. Kamu kan tau aku pacarannya sama siapa, kenapa kamu malah ikhlasin aku gitu aja."

Alula menghembuskan nafasnya pelan,"aku nggak bisa maksa keadaaan Ga, kalo ini jalan yang terbaik buat kita. Kenapa enggak?"

"Kamu nggak boleh egois dong Al!"

"Kamu yang egois, Ga. Kamu pengen tunangan sama Regina, di sisi lain kamu juga masih pengen pacaran sama aku. Maksud kamu apa kayak gitu?"

Gavin mengacak rambutnya frustrasi, "aku ga ada sedikitpun keinginan buat tunangan sama Regina, Alula. Kamu ngerti nggak sih perasaan aku? Kamu nggak mikirin perasaan aku pas kamu bilang putus, aku nggak mau tau. Intinya kita masih pacaran, dan aku nggak akan pernah mau putus dari kamu, inget itu!"

Alula menatap kepergian Gavin dengan perih, "Gavin!"

Alula merasa dipeluk seseorang, siapa lagi jika bukan Regina, air mata Alula menggenang di pelupuk matanya. Ia yakin tidak bisa membendung hal ini, ia tak ingin terlihat menyedihkan, ia melepas pelukan Regina.

"Bahagia sama Gavin ya, Gin. Gue pamit dulu," kata Alula segera beranjak dari duduknya dan melangkah pergi, ia tahu sekarang Regina tengah menangis dalam diam.

Alula mengusap air matanya kasar dan segera menaiki kendaraan yang akan membawanya pulang, di dalam mobil ia menangis. Betapa sakitnya patah hati, ia baru tahu ternyata sakitnya sampai ia tidak ingin melakukan apapun.

"Non Al, kenapa nangis?"

Alula hanya diam saja, akhirnya sopir pribadi keluarganya tak menanyakan hal apapun lagi. Ia hanya ingin menyendiri, sesampainya di rumah ia segera berlari ke kamarnya.

Tidak peduli ada Ayah dan Bundanya tengah menonton TV.

"Alula!"

Alula segera menutup pintu dan terduduk di dalam kamarnya, ia menangis dalam diam. Menyadari kebodohannya, seharusnya ia tahu dari awal bahwa Ibu Gavin tidak menyukainya. Harusnya ia tau itu sehingga tidak sesakit ini rasanya.

"Gue bodoh!"

Alula menyembunyikan wajahnya, ia menangis tanpa mempedulikan gedoran pintu kamarnya.

5 menit kemudian...

Ia mengusap air matanya dan segera membuka pintu, mendapati Bundanya yang tengah menatapnya khawatir.

"Kamu kenapa sayang?"

Alula tersenyum, "Alula gapapa Bun."

"Alula, jangan bohong. Katakan sama Bunda, kamu kenapa?"

***

Alula duduk di kursinya seperti biasa, ia tidak ingin seperti anak kecil yang harus pindah tempat agar tidak berdekatan dengan orang yang tengah memiliki masalah dengannya, ia harus berusaha menjadi baik-baik saja. Iya, harus.

"Azam!"

Alula memanggil cowok yang tengah berada di pojokan mengutak-utik ponsel dan chargernya.

"Bentar, Al."

3 menit kemudian...

Azam menghampiri Alula dan menanyakan apakah gerangan Alula memanggilnya di pagi-pagi seperti ini, tidak seperti biasanya.

"Anterin gue ke kantin yuk, gue belum sarapan."

Azam mengernyitkan keningnya, bukankah ada Regina? Kenapa Alula tidak mengajaknya? "Ya udah ayo, eh Gin mau ikut nggak?"

Alula mengalihkan pandangannya membuat Azam tahu, sedang ada masalah di antara mereka, Regina pun menolak ikut bersama mereka mendukung argumen Azam. Mereka tidak baik-baik saja.

"Ya udah yuk, Al."

Alula berjalan menuju kantin bersama Azam, Azam sesekali membuat lelucon yang membuat Alula tertawa pelan dengan tingkah laku sahabatnya itu. "Zam, lo udah nggak marah kan sama gue?"

Azam terkekeh,"lo masih nanya kayak gitu, kan gue udah bilang. Gue nggak bisa marah lama-lama sama cewek, apalagi ceweknya lo. Berat Al,"katanya disertai derai tawanya membuat Alula ikut tertawa karena.

"Bisa aja lo."

Mereka telah sampai di kantin, dan Alula sempat melirik Gavin dan teman-temannya. Entah kenapa pagi-pagi mereka sudah berada disini. Bukan apa-apa, Alula hanya merasa tidak nyaman mungkin(?)

"Mau pesen apa Al?"

"Roti aja deh, Zam. Temenin gue makan disini ya, ntar gue traktir," kata Alula membuat Azam terkekeh.

"Mana ada cowok ditraktir cewek, ntar gue yang bayarin. Tenang aja,"kata Azam membuat Alula terkekeh.

"Terserah lo lah, Zam."

Alula duduk menunggu Azam yang tengah membeli roti dan minuman yang ia pesan, tak lama kemudian ia melihat Vanno tengah berjalan sendirian, "Vanno!"

Alula memanggilnya dan menyuruhnya untuk duduk bersamanya dan Azam. "Mau sarapan Van?"

"Iya nih, Al."

"Gih pesen, ntar duduk sini ya sama gue."

"Oke oke."

Azam menghampiri nya dengan membawa roti kesukaannya dan air mineral, Alula segera memakan roti itu dan tak lupa ia mengucapkan terima kasih pada sahabatnya itu.

"Lo nggak makan?"

Azam menggeleng, "nggak, gue kenyang liat lo makan, Al," katanya membuat Alula tertawa dibuatnya.

"Wihhh pagi-pagi udah gombalin calon kakak ipar gue, nih."

Alula berdehem pelan, "maksud lo kakak ipar apa Van?" Katanya disertai kekehan kecil, Vanno menghilangkan senyumannya.

"Maksud lo apa, Al? Kok ngomongnya gitu?"

"Loh, lo gatau ya Van? Kan katanya Gavin sama Regina mau tunangan, masa lo adiknya gatau sih?" Kata Alula santai, sayangnya kedua cowok di hadapannya menanggapinya tidak santai.

"Lo kalo ngomong ngaco deh!"

"Nggak mungkin ah Al!"

Alula mendengus, "nggak mungkin gimana sih, Van. Itu gue ngomong beneran loh, lagian sekarang gue sama Gavin udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Gue nggak nyangka, ternyata Mama lo nggak suka sama gue."

Vanno mendadak hilang selera makan, "nggak gitu, Al. Nyatanya nyokap gue suka kalo gue cerita tentang lo, dulu."

Alula memicingkan matanya, "lo salah deh, Van. Nyatanya Mama loh nggak suka sama gue, tapi ya udahlah. Kalopun gue jodoh sama Gavin, ada saatnya ntar kita bisa sama-sama lagi."

***

Gavin mengepalkan tangannya, emosinya saat ini sudah tidak bisa terkendali. Itu sebabnya di pagi tadi melihat Alula duduk bersama laki-laki lain, itu menyakitinya. Harusnya Alula tau, mereka masih belum resmi putus.

"Alula!"

Gavin menahan gadis itu agar tidak pergi, "udah bertransformasi jadi cewek yang bisa diajak sana sini kamu?"

Alula berhenti memberontak.

"Bukan urusan lo lagi, terserah gue mau gimana. Hidup hidup gue, lo nggak perlu ikut campur."

Gavin mengetatkan rahangnya, "tapi lo pacar gue!"

Alula berdecak, "suka nggak sadar lo ya, kan gue udah bilang sama lo. Kita putus, p- u-t-u-s. Apa perlu gue ejain lagi?"

"Lepas!"

"Nggak, gue nggak bakal ngelepasin lo."

Alula memberontak, "gue mau pulang, Gavin. Nggak usah ganggu hidup gue lagi, bahagia sendiri-sendiri sana. Hidup gue urusan gu-"

Cup

Alula membelalakkan matanya, rasanya ia ingin menangis saja. Bisakah cowok di depannya mengerti keadaannya?

Plak!

"Gue benci lo!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro