MPBF - 21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebelum baca, boleh minta votenya? Jangan lupa nanti komen juga yah😄

***

"Papa berhasil bikin mood aku rusak." - Saka Aldino Justine

***

Saka dan Audrey sampai di kantor dengan keadaan sepi, mengingat ini memanglah sudah jam istirahat, di mana karyawan pasti sudah bertebaran keluar kantor untuk mencari makan, dan itu cukup membuat Audrey bernapas lega. Karena jika kantor dalam keadaan ramai dan ia datang bersama Saka, pasti Audrey akan menjadi pusat perhatian lagi, sama seperti kemarin-kemarin.

Diam-diam Audrey berusaha mencuri pandang untuk memperhatikan wajah Saka. Sejak datang menjemputnya di apartement, Saka sama sekali tidak banyak bicara. Biasanya memang seperti itu, tapi kali ini lebih berbeda. Wajah Saka pun terlihat lebih kusut daripada biasanya.

"Sial!" desisan Saka semakin membuat Audrey terkejut.

Gadis itu khawatir jika Saka menyadari tingkahnya yang diam-diam menatap lelaki itu, mengingat sekarang mereka sedang berada di dalam lift, di mana tiap sisinya adalah sebuah cermin.

"Pak Saka kenapa?" Akhirnya dengan rasa penasarannya yang semakin tinggi, Audrey memutuskan untuk melontarkan pertanyaan itu.

Saka menatap Audrey yang berdiri di sampingnya melalui pantulan cermin yang berada di depannya.

"I'm okay ...," jawab Saka.

Bertepatan dengan selesainya Saka berbicara, pintu lift pun terbuka, membuat Saka langsung melangkah keluar, meninggalkan Audrey yang berjalan pelan di belakangnya.

***

"Kamu bisa gak sih gak usah ikut campur?" bentak Saka.

Sekarang laki-laki itu sedang berada di cafe tempat Aluna bekerja. Pulang dari kantor tadi, setelah ia merelakan Audrey pulang dengan sebuah taksi online dan memastikan jika supirnya adalah perempuan--Saka terus mengcancel jika gadis itu mendapat supir lelaki. Saka langsung melesatkan mobilnya ke pusat perbelanjaan untuk menemui Aluna yang bekerja di salah satu cafe di dalamnya.

Dan bentakannya pada Aluna berhasil membuat mata para pengunjung di dalam cafe itu langsung fokus menatapnya.

"Kenapa? Aku gak paham ...," cicit Aluna. Gadis berusia 19 tahun itu hanya bisa menundukan kepalanya, menahan malu dari tatapan-tatapan para pengunjung. Bukan hanya orang-orang yang di dalam cafe saja yang menatapnya, tapi orang-orang yang sedang berlalu-lalang pun menyempatkan diri untuk mencari tahu apa yang terjadi.

"Aku selama ini udah baik sama kamu yah, Lun. Tapi ternyata ...," desis Saka.

Aluna menggelengkan kepalanya. Sebenarnya ia tidak mengerti apa yang membuat Saka seolah menjadi kesetanan seperti ini. Laki-laki itu datang dan langsung menyeretnya dari dapur cafe kemudian memarahinya seperti ini. Mungkin jika Aluna paham di mana letak kesalahannya, dia akan meminta maaf sekarang. Tapi nyatanya sekarang ia sama sekali tidak mengerti apapun.

"Jelasin dulu salah aku di mana?" tuntut Aluna. Gadis itu menarik ujung kemeja Saka. Wajah dan matanya sudah memanas, menahan tangisan karena malu dan sakit. Saka yang selama ini selalu bersikap baik padanya tiba-tiba datang dan memarahinya?

"Kamu ngadu ke Kak Aqila kalau kemarin malam aku tidur di apartement Audrey," ujar Saka. Setelah dengan susah payah mengatur emosinya, kini nada suara Saka terdengar lebih rendah dari sebelumnya.

Aluna tertegun. Rupanya itu kesalahannya. Hanya itu. Aluna tidak habis pikir, hanya kesalahan itu membuat Saka memarahinya habis-habisan sekaligus mempermalukannya di depan umum seperti ini?

Sebenarnya bukan itu yang memicu amarah Saka meluap-luap seperti beberapa menit lalu. Aluna hanya menjadi pelampiasan emosi Saka. Laki-laki itu sebenarnya marah dengan Papanya, dengan keputusannya yang ingin menjodohkannya. Pikiran Saka kalut, ia butuh pelampiasan, dan sebelumnya Aluna sudah memancing kekesalannya dengan mengadukan hal itu pada Aqila yang akhirnya Saka manfaatkan untuk meluapkan semua emosinya.

"Sorry ...." Gumaman yang terdengar dari mulut Saka berhasil membuat Aluna mendongakan kepalanya.

"Aku emosi. Hari ini banyak banget masalah yang datang dan aku gak tahu harus ngeluapin kekesalan aku ke mana," lanjut Saka.

Kini keadaan di antara Saka dan Aluna mulai membaik. Emosi Saka perlahan mulai menipis. Membuat orang-orang yang sejak tadi memperhatikan mereka kembali pada aktifitas awalnya setelah sang manager cafe meminta mereka berhenti memperhatikan Saka dan Aluna.

Sebenarnya cafe ini adalah salah satu cabang dari cafe kepunyaan Karisma. Perusahaan Karisma Enterprise kini tidak hanya bergerak di perusahaan eksport-import, dan minyak bumi. 5 tahun belakangan ini, perusahaan itu semakin berkembang pesat sehingga memutuskan untuk mengembangkannya dalam bidang lain yang akhirnya diputuskan dengan membuat sebuah resort dan juga cafe yang sudah tersebar di beberapa pulau di Indonesia. Itu sebabnya saat Saka membentak atau mempermalukan Aluna tadi, tidak ada yang berani untuk melerainya. Semua pegawai di sini lebih sayang pada pekerjaannya dibanding harus membela Aluna yang akan mengancam pekerjaan mereka.

"No problem," sahut Aluna.

Gadis itu berusaha menyunggingkan senyum saat sebenarnya hatinya begitu sakit setelah mendapat bentakan dari Saka. Pasalnya, kedua orangtuanya--Reta dan Alfa--sendiri selama ini belum pernah membentaknya seperti itu.

"Ah sayang sekali Saka, kenapa amarahmu berakhir dengan kata sorry?" Tepukan tangan serta gumaman yang terdengar dari pintu masuk cafe membuat Saka dan Aluna menoleh bersamaan.

Mata keduanya berhasil menangkap sosok Meisya yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka. Jika boleh dikatakan, saat ini keadaan mereka tidak jauh berbeda dengan sebuah adegan yang berada di sebuah sinetron. Di mana Meisya sebagai tokoh antagonis muncul sambil bertepuk tangan atas drama-drama yang tokoh protagonis lakukan, seperti itu.

"Hei! Kenapa kamu ada di sini, sayang?" tanya Saka setelah langkah Meisya sudah berhenti di samping tubuhnya.

Meisya tersenyum tipis ke arah Saka selagi tangannya terulur untuk membenarkan dasi hitam yang melingkar di leher Saka. Sedangkan Aluna sendiri sangat bosan melihat pemandangan di depannya, mulut gadis itu terlihat bergerak seolah sedang memberikan sumpah serapah untuk gadis di hadapannya.

"Aku tadi sempet mau ke kantor kamu, cuma pas aku lihat kamu lagi nemenin sekretaris kamu itu, aku urungin niat aku buat keluar dari mobil," jawab Meisya. Gadis itu menekankan kata sekretaris kamu diucapannya.

"Tapi gak lama setelah dia pergi, kamu juga langsung lari ke mobil. Aku pikir kamu mau ikutin dia, ah ngawal dia, tapi ternyata kamu pergi ke sini buat ketemu cabe ini," lanjut Meisya. Telunjuk tangan kanannya terangkat untuk menunjuk Aluna saat ia mengatakan kata cabe yang berhasil membuat Aluna sedikit tersulut emosi.

"Ah you need mirror?" tawar Aluna.

"Oh. No thanks," kekeh Meisya.

Saka yang sudah sangat yakin cepat atau lambat kedua wanitanya akan terlibat perkelahian pun lebih memilih untuk mengajak Meisya pergi dari sini.

"Meisya ... sekarang kita sudah berada di mall, apa kamu tidak mau aku membelikanmu sesuatu?" tanya Saka yang membuat perhatian Meisya langsung tertuju padanya.

"Kamu mau membelikan aku apa, Ka?"

"Apapun yang kamu mau. Ayo kita berkeliling!"

Dengan penuh semangat Meisya menganggukan kepalanya, tangannya ia tautkan pada tangan Saka. Lagi-lagi membuat Aluna muak saat melihat gadis itu bergelayot manja pada lengan Saka.

"Pak Robert, saya permisi. Maaf sudah sempat membuat cafe ramai," ujar Saka pada sang Manager cafe yang berdiri tak jauh dari tempatnya.

Setelah mendapat anggukan dari Pak Robert, Saka dan Meisya segera melenggang pergi keluar cafe, mengabaikan Aluna yang masih menatap mereka dengan tatapan tak suka. Seandainya ini bukan jam shift-nya, Aluna akan belari mengikuti mereka. Ia tidak akan pernah rela membiarkan Meisya berjalan berdua dengan Saka.

---
Gak ada yang perlu diomongin deh untuk part ini hohoho 😂

Follow instagram:
[at]ashintyas
[at]oreovanila.story
[at]sakaa_justine
[at]drey.latishaa

Serang, 25 November 2017

Love,
Agnes

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro