Bagian 19 : Semakin Kagum

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hari ini kau tampak bugar dan bercahaya Jungkook. Katakan, apa yang sudah terjadi?" sahut seorang pria tampan dengan pakaian kasual yang ia kenakan, rambutnya begitu pendek—tak sepenuhnya botak, berjalan dengan langkah bak di depan kamera. "Halo, teman-teman! Hwang Daehyun ada di sini," katanya yang menyapa, sesaat di dalam ruangan tersebut memang bukan hanya ada Jungkook. Melainkan terdapat Sohyun dan Hyunki yang sedang dilahap oleh dokumen-dokumen yang menurut Daehyun lembaran kosong.

Alhasil, tiga pria bersetelan jas menoleh pada sumber arah, tetapi langsung kembali pada kerjaan masing-masing. "Menyingkirlah kalau kau mau mengusik, Daehyun. Kami tidak memiliki waktu banyak untuk mengurus aktor sialan sepertimu," kata Hyunki langsung. Daehyun dibuat memegangi dada.

"Aku tidak akan mengusik. Hanya ingin menyapa dan memberikan kabar," ucapnya yang lalu duduk dengan angkuh di sofa yang ada di samping—tak terlalu jauh dari keberadaan tiga temannya.

Saat ini, mereka berempat ada di ruangan Jungkook. Makanya cukup kecil. Daehyun tak mengerti alasan mereka berkumpul di sini, padahal ada ruangan Hyunki yang begitu luas dan besar. "Kasus besar, ya?"

"Kau tidak akan paham Tuan Aktor! Lagipula, kau seperti tidak biasanya dengan datang ke sini. Waktu makan siang bahkan belum dimulai. Aneh." Kali ini, Sohyun yang berujar. Menyayat hati Daehyun. Jika kedua pria itu sudah berkata seperti itu, Jungkook tipikal lebih parah lagi—kata-katanya seringkali menembus ke hati. dan jantung sekaligus.

"Kalian tidak seru! Aku ke sini tidak menganggu! Aku ingin memberikan sesuatu tahu!"

Jungkook yang tadinya sibuk, lekas mengangkat kepala, menoleh pada Daehyun yang memelas karena sejak tadi diabaikan. Ia pun menghela napas, sedikit malas tetapi spontan ia lakukan. "Apa ini berhubungan dengan film'mu?"

Tentu saja, Daehyun dibuat bangkit dari duduknya. Ia mendekat ke arah Jungkook dengan raut wajah tertekjut. "Astaga, bagaimana kau tahu? Aku belum cerita mengenai keterlibatan filmku. Lalu, sejak kapan kau tahu? Sungguh, aku terkejut mengetahui jika kau cukup perhatian terhadap diriku," kata Daehyun yang terharu. Mengingat, hanya Dante, Sohyun dan Hyunki yang sedikit peduli dengan passion-nya. Jungkook memilih tidak peduli dan memasang tameng. Pergi untuk menyaksikan film atau serial dramanya pun tak enggan ia lakukan.

Jungkook yang diserbu pertanyaan seperti itu, dibuat menghela napas. "Sosial media. Beritamu menganggu putaran berita yang ingin kubaca—"

"Tetapi ini bukan yang pertama, Jung! Oh, aku seperti bermimpi!" Daehyun memangkas perkataan Jungkook.

Sohyun yang ada di seberang tersenyum tipis. "Akhir-akhir ini Jungkook kita memang sudah berubah berkat cinta istrinya," katanya dengan enteng.

Hyunki yang fokus pada pekerjaan sontak mengangguk, setuju dengan perkataan Sohyun—adik iparnya. "Cinta dan gairah, memang membawa perubahan untuk semua orang. Terlebih bagi seorang pria yang sebelumnya dimusuhi oleh istrinya sendiri," jelas Hyunki.

Daehyun mengangguk paham dengan wajah yang melongo—semakin syok. "Serius? Oh, aku turut senang! Itu berarti, Jungkook kita tidak lagi bermain solo dengan tangan atau melubangi sabun. Aku juga bersyukur, keponakan kita tidak akan berakhir menjadi anak broken home. Aku jujur, selalu terbayang mereka akan berpisah, melihat bagaimana kejamnya Jihyo," ucap Daehyun secara blak-blakan, tak kenal takut dan bahkan tersenyum lebar.

Sohyun dan Hyunki lantas menoleh pada Daehyun yang tidak merasa bersalah atas apa yang ia katakan, lalu ia menoleh pada Jungkook yang ekspresi wajahnya benar-benar tidak bisa ditebak, tetapi mereka merasakan aura yang begitu menyeramkan.

Sohyun tersenyum canggung. "Jung, dia memang sakit jiwa. Jangan diambil pusing. Lebih baik fokus sama berkas-berkas sebelum menghadiri jadwal putusan nanti. Kita—"

"Ya, aku bersyukur hubunganku dengan istriku baik-baik saja," katanya lalu tersenyum sedikit tipis, ia mengamati Daehyun dengan lekat sembari mengangkat beberapa dokumen yang ia pegang. "Soal film perdanamu, selamat! Kau sudah bekerja keras dan aku pergi dulu di bagian administrasi. Ada hal yang harus aku lakukan," kata Jungkook yang langsung bergegas pergi—meninggalkan tiga pria yang melongo tidak percaya. Terlebih, mereka sempat melihat senyum yang kembali diperlihatkan oleh Jungkook.

Daehyun serasa ingin berteriak. "Ini gila! Mereka benar-benar tidak lagi menjadi musuh! Aku bisa melihat aura Jungkook yang menenangkan dan tidak sengaja melihat kissmark di lehernya! Hei, Jungkook itu pria sejati yang tak akan tidur dengan wanita manapun selain istrinya!"

***

Jihyo memperhatikan ponsel. Beberapa kali ia membuka pesan, tetapi ia tidak menemukan pesan yang bisa saja Jungkook kirimkan. Tidak ada sama sekali, selain pesan kemari. "Sepertinya dia sedang sibuk," ucap Jihyo yang memilih berpikir positif. Jungkook juga sebelumnya sudah mengatakan kemungkinan memang akan sibuk.

Baiklah, Jihyo akan menyibukkan diri karena hari yang masih masih siang dan sejam lagi, ia memiliki kelas Akuntansi Manufaktur. Jelas, Jihyo tidak bisa kembali atau ke mana-mana. Setidaknya, Jihyo memilih untuk ke perpustakaan—membaca beberapa buku terkait materi sekalian menghindari keramaian. Jihyo memang tidak suka kesepian, tetapi ia mengingikan ketenangan.

Hanya saja, ia yang baru membuka beberapa lembar buku, dibuat terkejut karena ponselnya yang bergetar. Saat ia memeriksa, itu karena Soya yang menghubunginya. Saat di hotel, mereka memang sempat bertukar kontak. Entah kenapa, mereka mendadak dekat. Jihyo masih tidak percaya.

"Halo Soya. Ada apa?"

"Apa kau sibuk, Jihyo?"

"Ya, hari ini aku ada kelas, sejam lagi akan dimulai." Lantas seberang sana terdengar menghela napas. Jihyo jadi bingung. "Ada apa? Kau butuh sesuatu?"

"Aku butuh healing. Ayo jalan-jalan. Aku akan traktir. Apa kau bisa setelah kelas? Sepertinya, kau membutuhkan itu juga agar tidak stress. Bagaimana?"

Soya benar-benar menawarkan sesuatu yang menarik—sulit untuk ditolak. Lagipula, ia merasa bosan dan jika setuju, akan menemukan hal yang menarik. Bukan ide yang buruk jika ia setuju, lagipula tidak yang akan ia lakukan setelah kelas selesai. Pertemuan dengan Jungkook pun seperti biasa akan terjadi saat malam hari. Alhasil, Jihyo mengiyakan pertemuan mereka yang akan terjadi.

"Oke, Jihyo. Aku akan menunggumu di parkiran utama kampusmu. Sampai jumpa nanti!" kata Soya yang langsung menutup panggilan, tidak menantikan balasan Jihyo. Sang empu pun hanya bisa diam menatap heran ponselnya yang layar ponselnya sudah gelap.

"Dia memang luar biasa membuatku tidak habis pikir," kata Jihyo yang mencoba untuk tidak mengambil pusing perihal Soya, sehingga ia kembali pada kegiatannya. Ia membaca buku yang sesuai dengan mata kuliah nanti, mencoba untuk menjawab soal dengan tenang.

***

Jihyo mengamati ponselnya yang memperlihatkan pesan akhir dari suaminya setelah ia berkata akan keluar bersama dengan Soya. Awalnya, Jungkook memberikan keberatan, tetapi berakhir luluh karena Jihyo sendiri yang memaksa untuk ikut karena bosan dan saat ini, Jungkook memang sedang sibuk, tidak bisa diajak keluar.

Oke, kau bisa pergi, tetapi hubungi aku jika terjadi sesuatu. Selamat bersenang-senang. Aku akan segera menyelesaikan pekerjaanku dan pulang.

Jihyo lantas menyimpan ponselnya. Ia memilih fokus mengamati pemandangan luar lewat jendela mobil. Ya, mereka sudah berada di dalam mobil dengan Soya yang menyetir. Kata Soya, ia menitipkan putra kecilnya—Hanbin—ke rumah ibunya. Itu bisa terjadi karena sang ibu yang memaksa untuk merawat cucunya dan ingin membiarkan Soya setidaknya memiliki waktu untuk bersenang-senang. Sangat perhatian. Jihyo sedikit iri saat mendengarnya.

Takdir orang memang berbeda-beda. Jihyo mencoba untuk bersyukur atas takdir yang ia miliki. Lagipula, ia bisa belajar dari apa yang ia dapatkan agar anak-anaknya nanti tidak mengalami hal yang sama. Jihyo menekatkan hal tersebut dalam hati.

"Jihyo, kita tidak banyak mengobrol dan jalan-jalan karena beberapa hal. Jadi, hari ini mari kita bersenang-senang. Aku sudah memiliki agenda untuk kita hari ini dan yang pertama, kita akan ke sini." Bersamaan dengan mobil yang berhenti di parkiran yang cukup luas.

Jihyo yang tidak mengerti lantas mengangkat kepala—mencoba untuk melihat lebih jelas. "Madam Boutiqe?"

Soya yang baru melepas sabuk pengaman yang menempel di tubuhnya, mengangguk dengan senyum lebar. "Ya! Kita akan melakukan perawatan, Jihyo! Tenang saja, aku yang teraktir karena tempat itu adalah milikku!" kata Soya dengan santai. Perlahan mengeluarkan diri dari mobil—meninggalkan Jihyo yang terkejut.

"Dia pemilik butik ini?" Jihyo tidak habis pikir, karena Madam Boutiqe cukup terkenal, pun bukan hanya menyediakan pakaian-pakaian yang berkualitas tinggi, melainkan juga terdapat rentetan perawatan untuk para wanita yang ingin selalu tampil cantik. Bukan itu saja! Butik tersebut memang memiliki nama yang cukup terkenal dan Jihyo juga tahu itu. Ia selalu bermimpi untuk menggunakan gaun atau setidaknya menghabiskan uang di sana. Akan tetapi, Jihyo sungguh tidak tahu jika butik itu ternyata milik Soya.

Keduanya pun berjalan beriringan memasuki butik. Benar saja, para staf langsung memberikan pelayanan terbaik untuk mereka yang dimulai dengan melakukan pemijatan. Jihyo menikmatinya, badannya terasa begitu menenangkan dan segar. Terlebih, yang memijat ternyata sudah begitu ahli dan bisa mengondisikan diri dengan wanita hamil.

"Jihyo, kau harus menikmati hari ini! Setelah sesi pijat selesai, mari beralih ke rambut dan wajah. Apa kau ingin mewarnai rambutmu?" tanya Soya tiba-tiba. Keduanya cukup dekat, karena kasur mereka yang saling bersebelahan sehingga masih memiliki ruang untuk berbincang. Jihyo tampak berpikir dan hal itu membuat Soya terkekeh. "Kau harus tahu Jihyo! Waktu aku hamil, aku sering mewarnai rambutku, bahkan pernah berwarna pelangi. Ekspresi suamiku waktu itu lucu sekali. Aku suka melihatnya, alhasil aku lakukan hingga berhenti dengan rambut berwarna cokelat gelap karena rambutku yang berakhir rontok parah."

Soya bercerita mengenai hal-hal yang sudah ia lalui, sehingga membuat semakin Jihyo berpikir. "Hm, aku tidak tertarik untuk mewarnai rambut, tetapi aku tertarik untuk sedikit memotong rambutku. Ya, aku ingin melakukannya!" kata Jihyo yang sudah memikirkan sedikit perubahan pada dirinya. Pada dasarnya, ia ingin tampil cantik di hadapan Jungkook. Memikirkannya, membuat Soya terkekeh.

"Ya, kita akan melakukannya! Aku sudah bisa membayangkan bagaimana terkejutnya Jungkook nanti! Pasti lucu!"

***

Jihyo dan Soya berada di butik sekitar dua jam lamanya. Mereka benar-benar melakukan perawatan untuk diri, lalu berakhir pada polesan terakhir dengan memilih gaun. Jihyo sudah memilih gaunnya. Kali ini, ia mengenakan gaun di atas lutut yang menampakkan kedua bahu, berwarna hitam dengan sentuhan bling-bling, rambut panjang Jihyo dipotong hingga sebahu yang dibiarkan terurai dan flatshoes berwarna hitam yang Jihyo kenakan karena Jihyo yang memang tidak bisa menggunakan high heels. Sementara Soya, ia mengenakan gaun yang hampir sama dengan Jihyo, tetapi gaun Soya berwarna biru gelap dengan potongan rambut yang masih sama seperti rambut sebelumnya, tetapi aura Soya semakin keluar setelah melakukan perawatan.

Mereka berdua seketika tampil bagai idola yang diidamkan semua orang. Tidak ada yang tahu jika Jihyo hamil karena tubuhnya yang memang ramping—tak memperlihatkan tanda-tanda kehamilan.

"Aku jadi penasaran melihat wajah suami kita," kata Soya tiba-tiba. Jihyo sebenarnya tidak menduga saat Soya menyetir mobil ke arah kantor, tempat suami mereka berdua bekerja. Benar saja, Soya menghentikannya di sana dan mengajak Jihyo yang sebenarnya gugup untuk masuk ke dalam kantor—seperti akan memberikan sebuah kejutan.

"Kenapa aku sedikit takut?" tanya Jihyo pada dirinya sendiri, tetapi Soya mendengar hal itu. Lekas, ia menghentikan langkah—bersamaan dengan Jihyo melakukan hal yang sama. Dengan rasa khawatir yang menguasai dirinya, Jihyo mengangkat kepala untuk mengamati Soya yang sama sekali tidak memiliki rasa takut.

"Kenapa harus takut? Tidak ada salahnya dengan berdandan seperti ini. Kita hanya ingin menyenangkan diri dan juga menyenangkan suami. Itu adalah—"

"Soya, apa yang kau lakukan di sini?" Sebuah suara mengagetkan mereka berdua, tetapi Soya bisa mengendalikan diri dan berjalan dengan senyum manis ke arah suaminya yang tampak syok dengan penampilan istrinya yang cukup terbuka.

"Honey, aku ingin menemuimu. Bagaimana dengan penampilanku?" tanya Soya pada suaminya yang seperti tidak habis pikir. Mereka berdua larut pada dunianya sendiri.

Sementara Jihyo, ia hanya bisa mengerjapkan mata kala di sisi Hyunki, terdapat Jungkook menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa Jihyo baca. Jihyo tidak mengerti, bahkan ketika Jungkook mendekat dengan ekspresi yang sama seraya membuka jas berwarna abu-abu gelap yang ia gunakan lalu ia kenakan pada Jihyo yang dibuat tak berkata-kata.

"Senior, apa sangat jelek sampai-sampai Senior menutupinya dengan jas Senior?" tanya Jihyo begitu saja. Bukankah setidaknya Jungkook memuji dirinya? Akan tetapi, tidak dilakukan oleh Jungkook. Jihyo sedikit kecewa.

Jungkook pun detik itu dibuat tersenyum—tak bisa menahan rasa kagumnya pada Jihyo yang membuatnya tidak berdaya. "Bukan seperti itu, Sayang. Hanya saja, melihatmu seperti ini membuatku sangat ingin kembali menyeretmu ke atas kasur dan meraung di bawahku!"

Hola guys! Aku update, hehe. Kemarin nggak sempet krn sesuatu.

Hayo, gimana bab ini?

Intinya sih, see u pokoknya🌚🌚

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro