Bab 1. Bertemu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Manusia tidak pernah tahu kemana takdir akan membawa langkahnya.
Mereka hanya berencana, tanpa tahu seperti apa akhirnya.
.
.
.

Menghirup udara yang bercampur polusi di kota sibuk seperti ini, membuat Saga mengernyitkan dahinya kesal. Untung saja kendaraan umum yang dinaikinya sekarang tidak terlalu penuh sesak. Setidaknya itu tidak akan membuat kemejanya tampak lecek dan penuh keringat.

Pria muda itu tampak cukup menarik perhatian, meski hanya memakai kemeja putih yang dimasukkan rapi dalam celana bahan warna hitam, ditambah hidungnya yang mancung juga mata yang sipit namun membuatnya nampak mengagumkan. Untung saja kebanyakan penumpang adalah ibu-ibu, yang sekali pun menatapnya terpesona tidak mungkin akan flirty padanya, 'kan?

Hari ini Saga ada jadwal wawancara kerja di sebuah kantor. Saga sebenarnya belum lulus dari kuliah, dia mahasiswa yang baru masuki awal semester 3. Sehingga belum merasakan betapa 'sibuknya mengerjakan tugas neraka' seperti yang di bicarakan banyak orang. Keadaan keluarganya saat ini membuatnya harus bisa mencari tambahan uang di sela-sela jadwal kuliahnya.

Untung saja pekerjaan yang akan dilakukannya ini tidak menuntutnya untuk terus berada kantor alias kerja paruh waktu yang bisa dikerjakan dari luar kantor. Kemarin, Saga sedang mencari-cari lowongan pekerjaan dari sosial media yang postingannya cukup banyak dan menjanjikan. Lalu dia menemukan kantor yang cukup dekat dengan daerah kosnya ini sedang membutuhkan karyawan paruh waktu. Raga sebenarmya tidak berharap terlalu besar, atau yakin dia akan lolos. Tetapi ternyata dia dipanggil untuk wawancara.

Saga berdiri di depan sebuah bangunan tiga lantai yang tampak biasa, namun penuh kesibukan jika dilihat dari area parkir yang penuh dengan motor dan mobil. Menghela napasnya pendek untuk memantapkan hati, Saga memasuki gedung dengan nama "Serenity' itu.

"Permisi, apakah bisa bertemu dengan Bapak Raka? Saya ada janji temu dengan beliau," tanya Saga pada resepsionis yang menyapa begitu dia masuk tadi.

"Janji atas nama siapa ya, Mas?"

"Arung Sagara Senja."

"Baiklah, mohon ditunggu akan saya sampaikan."

Saga duduk di salah satu kursi tunggu sementara 'mbak-mbak' resepsionis itu menelepon bagian lain untuk memberitahukan kedatangannya. Lantai satu cukup sepi, hanya ada beberapa orang yang ada di sana, menunggu juga sepertinya. Ruangan ini juga lebih kecil dibandingkan penampakannya dari luar yang terlihat besar.

Setelah menunggu beberapa saat, Saga dipanggil kembali lalu diantarkan ke lantai dua untuk menemui orang yang bernama Raka. Kemudian setelah dipersilakan duduk, Saga menunggu lagi karena yang ditemui masih belum berada di ruangannya.

Sibuk ya - batin Saga.

Tak lama suara pintu dibuka membuatnya menoleh, seorang pria muda sepertinya tak lebih tua darinya mungkin terpaut 3 atau 4 tahun darinya.

"Selamat siang, maaf ya lama menunggu," sapa pria itu yang kemudian mengambil duduk di belakang meja kerjanya.

"Saya Raka, kamu yang bernama Arung Sagara Senja?" tanyanya lalu mengulurkan tangan yang langsung di balas jabat oleh Saga.

"Iya, saya Saga, Pak."

"Jangan 'Pak', panggil saja saya Mas Raka."

"Oh, iya, Mas Raka," balas Saka canggung.

"Oke, saya akan mulai jelaskan. Kami bekerja di bidang kreatif dan periklanan. Lalu seperti yang kamu tahu, kami melakukan rekruitmen karyawan untuk berada di bagian desain."

Saga hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan dari Raka.

"Karena sulitnya mendapatkan karyawan dalam waktu cepat, maka kami putuskan untuk menggunakan jasa desainer freelance seperti kamu. Meski hanya sebentar, saya akan tetap mengajukan kontrak, karena ada hal-hal yang harus di taati dan disepakati selama kamu bergabung dengan tim kami. Lebih pada kerahasiaan tugas, dokumen, dan data yang akan kamu kerjakan."

Kemudian Raka menyodorkan sebuah berkas, "Ini surat kontrak tiga bulan selama kamu di sini, silahkan dibaca dan dipahami. Kalau ada sesuatu yang kurang paham atau tidak sesuai, kamu bisa tanya saya," ucap Raka yang setelah menyerahkan berkas kemudian beralih sibuk dengan pekerjaannya, meninggalkan Saga yang kini menelisik lembar-lembar kertas di tangannya.

"Jam kerja saya bebas, Mas?"

"Bebas tapi kamu harus siap setiap saat ada kerjaan, ya. Kita juga akan kondisikan tugas yang kamu kerjakan nggak akan terlalu di kejar deadline. Kamu masih kuliah juga, 'kan? Kalau boleh tolong nanti infokan ke saya jadwal kamu gimana ya, biar kita bisa sesuaikan juga."

"Baik, Mas."

"Ada hal lain yang kamu belum mengerti? Mengenai masalah kontraknya? Memang sih status kamu hanya freelance tapi harus tanda tangan kontrak juga, karena kita tidak ingin ada hal-hal yang beresiko dan nggak enak terjadi di kemudian hari, saya harap kamu paham. Kami tidak mau bekerja dan merekrut orang yang sembarangan dan seenaknya saja."

"Iya, Mas."

Raka melirik pemuda di hadapannya itu dari balik layar komputernya, "Kamu dari tadi iya-iya aja, beneran paham, 'kan?" tanyanya disertai segaris senyum di sudut bibirnya karena melihat ekspresi Saga yang gugup.

"Santai aja sama saya, kita juga kerjanya santai kok, tapi tetap berada di koridor kesopanan dan profesionalisme yang ada. Oh iya saya panggil kamu apa, Arung, Sagara, atau Senja?"

"Terserah Mas Raka aja, saya nggak masalah. Kalau boleh saya tanya, nanti saya akan berhubungan dengan siapa ya Mas, terkait tugas yang diberikan?" tanya Saga yang kini sedikit tampak rileks setelah melihat perubahan ekspresi lebih santai dari Raka.

"Nanti langsung dari saya dan seorang lagi, namanya Mbak Jihan."

Tepat saat itu pintu ruangan Raka terbuka, lalu masuk seorang perempuan berambut coklat ikal di kuncir kuda dengan kacamata yang bertengger angkuh di atas hidungnya.

"Nah, ini dia yang namanya Mbak Jihan," ucap Raka tersenyum menatap perempuan yang kini meletakkan dengan cukup keras sebuah diska lepas ke atas meja Raka.

"Nih, kelar kerjaan gue sama klien dari hotel yang super duper cerewet dan sempurna itu! Jangan lagi lo suruh gue handle orang-orang kayak gitu ya, Ka!" sembur perempuan itu yang membuat Raka justru tertawa.

"Kalem dulu Jihan, astaga. Kamu datang langsung marah-marah gitu. Kamu bikin anak baru jadi takut, tuh," tegur Raka sambil mengagguk ke arah Saga.

"Apa maksud lo dengan anak baru?"

"Itu loh, yang kemarin kita diskusikan sebelumnya. Bukannya kamu yang minta tambahan orang desain?"

"Lo jadi open rekruitmen? Gue pikir nggak jadi," perempuan bernama Jihan itu terdengar ketus dan sengit setiap kali berbicara. Tapi anehnya Raka sama sekali tidak terganggu dengan sikap Jihan.

"Cuma satu?"

"Ada tiga sih, dua yang lain gue panggil beda jam. Kenalin nih, nanti 'kan kerjanya sama lo juga," Raka mengangguk mempersilahkan keduanya berkenalan, namun baik Jihan maupun Saga hanya saling menatap.

"Selamat siang, Mbak. Saya Saga, semoga kita bisa bekerjasama dengan baik. Mohon bimbingannya," Saga mengulurkan tangannya untuk bersalaman lebih dulu karena posisinya sekarang bisa dianggap sebagai junior di sini.

"Saya Jihan. Saya harap kamu bisa kerja dengan baik dan nggak bikin saya semakin repot, saya harap kamu cepat mengerti tanpa perlu saya bimbing seperti bocah. Harusnya kamu paham karena ini dunia kerja, bukan praktek mahasiswa."

"Tapi, Jihan, Saga ini memang masih mahasiswa jadi ada baiknya kamu bimbing dia dengan baik sih," jelas Raka yang langsung mendapat tatapan membola terkejut dari Jihan.

"Mahasiswa?! Gue nggak salah denger kan? Lo beneran merekrut dan nerima mahasiswa buat kerja di tim kita? Lo gila ya, Ka?"

Intonasi tinggi dari suara Jihan cukup membuat Saga terkejut dan ciut. Bagaimana mungkin ada wanita galak seperti ini?

"Keadaan kita urgent sekali Jihan, nggak ada waktu untuk seleksi rekruitmen lebih lama. Gue nggak mau tiap hari kena amukan lo."

"Ya, tapi bukan berarti lo sembarangan nerima bocah kerja, dong? Lo mau bikin gue makin kerepotan?" semburnya masih terdengar mengerikan bagi Saga.

"Jihan, rekruitment kita hanya posisi freelancer aja. Bukan karyawan tetap, jadi lo nggak perlu khawatir. Percaya deh sama gue, ini semua supaya lo nggak pusing ngerjain semuanya sendirian."

"Ya tapi kan, Ka ..."

"Percaya sama gue dan jalani dulu, oke?"

Jihan mendengus kesal mendengar bujukan Raka, "Terserah, awas aja ngrepotin gue!"

Setelah mengucapkan itu, Jihan berbalik dengan langkah menghentak lalu menutup pintu dan membantingnya cukup keras.

"Maaf ya Saga, Jihan orangnya memang begitu tapi dia baik kok. Saya harap kamu nggak ketakutan karena sikapnya tadi."

Saga hanya mengangguk karena dia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Semoga saja dia tidak perlu sering-sering berurusan dengan perempuan itu.

Bersambung.
.
.

Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro