Bab 17. Penjelasan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.

Pukul 4 sore, sebentar lagi waktu jam pulang kantor.

Namun, sepertinya bagi empat orang yang masih berada dalam ruangan meeying itu, waktu bisa menjadi sangat panjang.

Saga dan Tristan tiba di Serenity 30 menit yang lalu. Mereka pergi bersama dari apartemen Tristan, sementara Aksel pulang lebih dulu.

Saat tiba di Serenity, Mas Raka dan Mbak Jihan sudah menunggu mereka. Bagi Saga, mungkin ini pertama kalinya dia melihat Mas Raka dengan ekspresi serius seperti itu. Sementara Mbak Jihan, tentu lebih menyeramkan dari biasanya.

Mereka duduk, lalu setelah masing-masing menenangkan diri mereka sebelum memulai pembicaraan, Mas Raka memulainya dengan bertanya pada Tristan.

Tristan terlihat cemas, sejak tadi hanya duduk menunduk.

"Tristan, saya yakin kamu sudah tahu apa yang sedang terjadi sekarang. Bisa saya minta penjelasan yang sebenarnya dari kamu?" Tanya Mas Raka dengan tenang.

Tristan mengangkat kepalanya lalu menatap pada Mas Raka, kemudian melirik Mbak Jihan dengan takut-takut.

"Sebelumnya, saya ingin minta maaf, Mas, Mbak. Maafkan saya atas kekacauan yang terjadi," ucap Tristan yang bangun dari tempat duduknya kemudian membungkuk pada Mas Raka dan Mbak Jihan.

Tristan kembali duduk setelah mendapat anggukan dari Mas Raka.

"Saya nggak bermaksud atau berniat sama sekali untuk membuat masalah. Kebetulan saat pembagian tugas hari itu Mas Raka kasih tugas dari klien yang ternyata adalah perusahaan Papa."

"Awalnya saya terkejut dan nggak menyangka. Namun, berpikir bahwa itu hanya kebetulan, jadi saya hanya akan menyimpan faktanya sendiri. Saya harus profesional karena saya adalah seorang pekerja, bukan anak dari klien."

Jihan tersenyum sinis sebelun bertanya, "Yakin, lo kaget liat tugas hari itu? Bukan lo yang menyarankan ke bokap lo, 'kan?"

"Bukan, Mbak. Saya juga nggak tahu kalau proyek logo dari perusahaan Papa dikerjakan oleh Serenity."

"Lalu gimana ceritanya sampai Papa kamu marah dan komplain ke kita?" Tanya Mas Raka lagi.

"Itu karena Papa lihat saya sedang mengerjakannya. Saya dan Papa tidak tinggal bersama. Jadi, saya pun tidak tahu jika hari itu Papa datang."

"Papa kaget, trus nanya dari mana saya dapat data-data itu. Papa mengira saya ngutak-atik data untuk disalah gunakan. Belum sempet saya jelasin ke Papa, ternyata Papa udah telepon ke sekertarisnya trus ke Serenity. Saya bingung saat itu."

Tristan mengambil napas jeda diantara penjelasannya, Saga yang tadi hanya melihat garis besarnya saja, kini ikut fokus mendengarkan. Sementara Mas Raka dan Mbak Jihan menunggu penjelasan lebih lanjut.

"Lalu, setelah Papa selesai bicara di telepon, saya berusaha jelasin lagi ke Papa kalau bukan datanya yang bocor dan tersebar sampai di tangan saya. Tapi saya punya datamya karena saya bekerja sebagai seseorang yang bertanggung jawab untuk mengerjakannya. Papa kaget dan makin marah karena tau saya kerja. Makanya Papa langsung melayangkan tuntutan ke sini, karena Papa menganggap kalian mempekerjakan orang yang bukan profesional dengan status mahasiswa."

Tristan mengakhiri ceritanya dengan satu tarikan napas panjang. Lega namun masih merasa cemas.

"Gue penasaran sama satu hal. Jawab jujur," ucap Jihan dingin pada Tristan.

"Ngapain lo repot-repot kerja kalo kenyataannya keluarga lo lebih dari berkecukupan? Lo cuma iseng? Atau punya maksud lain?"

"Han ...."

"Nggak, Ka. Gue perlu tau alasan dia kerja. I mean, orang nyari kerja karena butuh. Apalagi dia mahasiswa."

Sepertinya Mbak Jihan tidak bisa menerima penjelasan Tristan.

"Mahasiswa, anak orang kaya, nyambi kerja? Itu bukan sesuatu yang wajar, 'kan?"

Tristan hanya diam menunduk, mendengar nada tinggi Mbak  Jihan.

"Apa yang Mbak Jihan katakan emang bener, nggak masuk akal. Tapi, saya ngelakuin ini karena saya ingin mandiri. Saya ingin melakukan sesuatu karena usaha saya sendiri. Bukan atas nama dan di bawah naungan Papa," jawab Tristan.

"Tapi lo liat, status keluarga lo justru kasih damage ke kita. Oke, kita salah karena rekrut mahasiswa. Dan itu terjadi karena situasi kantor kami sedang krisis kekurangan pekerja. Karena itu kita cuma bisa kasih penawaran as freelancer for 3 month!"

"Jihan, cukup. Jangan melampiaskan emosi lo ke mereka," tegur Mas Raka menengahi.

"Oke, saya terima dan paham dengan penjelasan kamu. Tetapi Papa kamu terlanjur memberikan tuntutan dan ancaman untuk melaporkan kantor kami."

"Akan saya coba bicarakan ini dengan Papa, Mas. Saya bener-bener minta maaf." Sekali lagi, Tristan menundukkan kepalanya meminta maaf.

"Gue nggak mau  kalo sampe nama Serenity dipertaruhkan hanya karena kita mempekerjakan lo. Dalam hal ini, kita nggak ada paksaan pada kalian saat rekruitmen. Dan kalian tanda tangan kontrak atas pertimbangan kalian sendiri," ucap Jihan lalu menoleh pada Saga.

"Selain dia, status lo sendiri juga mahasiswa. Apa lo juga punya niatan lain saat masuk ke sini?" Tanyanya pada Saga.

"Nggak, Mbak. Saya memang mendaftar ke sini karena saya butuh pekerjaan. Nggak semua orang beruntung seperti Tristan, dan dalam hal ini saya perlu uang untuk membantu kehidupan saya, Mbak, Mas," jelas Saga.

benar, tujuannya datang ke Serenity memang serius untuk mendapatkan uang. Dia tidak punya tujuan selain itu.

Mas Raka lalu menghela, menatap Saga dan Tristan bergantian.

"Untuk sementara, saya nggak akan kasih tugas apapun ke kalian sampai masalah ini selesai. Lalu, kamu, Tristan. Saya beri kamu waktu 2x24 jam untuk membicarakan kembali pada Papa kamu. terkait tuntutan dan tuduhannya yang merugikan nama Serenity. Kami akan menindaklanjuti kejelasan proyek dari perusahaan Papa kamu pada Serenity. Jika proyek diteruskan, akan kami lanjutkan sebaik mungkin sesuai permintaan. Namun, jika karena hal ini, Papa kamu membatalkan proyek, maka kami tidak ingin nama Serenity menjadi rusak karena kesalah pahaman."

Mas Raka memajukan tubuhnya dengan kedua tangan menumpu pada meja, menatap serius pada mereka. "Yang saya tekankan di sini adalah, kami tidak pernah memaksa kalian untuk bekerja. Keputusan yang kalian ambil adalah pertimbangan kalian sendiri."

Setelah itu, Mas Raka dan Mbak Jihan mempersilakan Saga dan Tristan untuk pulang. Kedua pemuda itu tepergi dengan perasaan resah. Mungkin tidak terlihat, namun apa yang terjadi hari ini membuat Saga khawatir. Padahal dia sudah berniat mengajukan lamaran sebagai karyawan di Serenity lagi setelah masa 3 bulannya selesai.

"Sorry ya, Ga. Lo jadi ikutan kena imbasnya karena masalah gue. Jujur gue nggak ada maksud bikin kekacauan kayak gitu. Emang hubungan gue sama Papa nggak terlalu baik. Papa jarang ada karena kesibukannya, dan itu bikin gue sadar kalau gue harus berusaha hidup mandiri tanpa Papa," ujar Tristan penuh penyesalan. 

Mereka berdua ada di halaman parkir Serenity, menunggu Abang ojek online yang mereka pesan untuk mengantar pulang.

Saga tersenyum kecut, dia tidak menylahkan Tristan, hanya saja keadaan ini memperumit dan berdampak padanya.

"Gue saat ini nggak bisa ngomong apa-apa, Tristan. Gue nggak tahu apa yang jadi motivasi lo masuk ke sini, tapi seprti yang gue bilang tadi, gue ke sini karena gue butuh. Gue harap pembicaraan lo sama bokap lo akan berjalan lancar."

Setelah mengatakan hal itu, Saga tersenyum lalu menepuk pelan lengan Tristan sebelum pulang duluan karena ojek pesannanya sudah sampai lebih dulu. Meninggalkan Tristan dengan berbagai pikiran dan pertimbangan sendirian.

.

.

Bersambung

.

Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro