Bab 20. Keputusan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.

Pintu kaca itu tertutup sejak 1 jam yang lalu. Suasana dingin membuat siapapun tidak ingin menginterupsi apa yang sedang terjadi di dalam sana. Raka, Jihan, dan Pak Hendra mengadakan meeting kembali terkait masalah yang baru terjadi.

Memang pada akhirnya pihak klien sudah mencabut tuntutannya pada Serenity, namun hal itu menimbulkan dampak bagi Serenity, sekalipun mereka sudah meminta pihak klien untuk merahasiakan hal ini, akan lebih baik jika mereka berhati-hati.

"Kamu sampaikan pada yang bersangkutan alasan kita memutuskan pembatalan kontrak lebih cepat. Ini juga disebabkan oleh dia meski tidak sengaja. Dan pastikan anak bernama Tristan itu tidak kecewa atau berprasangka buruk pada kita. Saya tidak mau ada masalah lagi," tegas Pak Hendra pada Raka dan Jihan sekali lagi.

"Lalu bagaimana dengan dua yang lainya, Pak?"

"Satu mahasiswa dan yang satu lagi bukan? Kalian bisa tawarkan kontrak tetap pada salah satu yang memenuhi syarat. Saya tidak mau ambil resiko dengan mahasiswa lagi."

Raka melirik Jihan yang juga ternyata sedang menatapnya. Sepertinya mereka memikirkan hal yang sama, lalu tanpa mengatakan apa-apa seolah memahami isyarat mata masing-masing, Raka akhirnya mengatakannya lebih dulu.

"Kalau saya mempertahankan dua orang ini, bagaimana, Pak?"

Pak Hendra mengerutkan kedua alisnya heran, mendengar ucapan Raka. "Maksud kamu keduanya? Yang sudah memenuhi syarat juga si mahasiswa?"

"Iya, Pak."

"Kenapa?"

"Pekerjaan mereka lebih baik dari rata-rata. Terutama mahasiswa ini," kali ini Jihan yang menjawab pertanyaan Pak Hendra. Raka meliriknya dan melempar sebuah senyum.

"Dia juga sudah bicara sama saya, kalau dia sungguh-sungguh ingin bekerja di sini walaupun sebagai freelance," sambung Raka

"Kalau Bapak mengizinkan, saya yang akan bertanggung jawab atas dia di sini," ucap Jihan yang membuat Raka maupun Pak Hendra menatapnya terkejut. 

"Kamu yakin saekali dengan anak ini? Tidak seperti biasanya, Jihan," komentar Pak Hendra, yang kemudian tampak serius  mempertimbangkan.

"Selama ini ini proyek yang dia kerjakan minus komplain san revisi. Saya juga memberikan beberapa klien berat milik saya dan Raka padanya, dan dia bisa menyelesaikannya," tambah Jihan lagi.

Melihat itu, Raka tersenyum sembari memainkan bolpen di tangannya. Jihan serius dalam menilai seseorang, dan intuisinya selalu bagus. Raka selalu percaya pada Jihan.

"Oke, kalau kalian berdua seyakin itu. Kalian boleh mempertahankan dia. Kalian yang bertanggung jawab atas dia, jika ada masalah di kemudian hari maka saya akan minta pertanggung jawaban kalian," pungkas Pak Hendra.

Keputusan Pak Hendra membuat Raka dan Jihan menghela lega.

Setelahnya, Pak Hendra pergi meninggalkan keduanya. Raka tersenyum lebar menatap Jihan.

"Apa?"

"Gue lega banget. Lo tau, gue merasa terbebani karena permintaan Saga ke gue. Rasanya kayak nggak tega kalau harus mutusin dia begitu aja."

Jihan hanya mengedikkan bahunya sebagai tanggapan. Tangannya sibuk merapikan berkas-berkas di atas meja.

"Kita panggil Tristan sama Saga ke kantor?"

"Lo aja yang panggil mereka." Jihan melihat jam di pergelangan tangannya, "Lebih baik secepatnya, keburu sore."

Raka tersenyum lebar sebelum meraih ponselnya untuk menghubungi Saga dan Tristan.

***

"Kok perasaan gue nggak enak ya, Sel?" Tanya Saga pada Aksel. Mereka berdua berada di warung mie ayam depan kampus.

"Lo udah ngomong begitu sejak kemarin. Santai dikit, napa?" Jawab Aksel sambio menyeruput mie-nya.

"Hah, kenapa gue jadi gloomy dan kepikiran sama Serenity terus sih? Padahal gue bukan apa-apa di sana selain sebagai tenaga freelance, tapi tuh gue ngerasa ada yang kurang aja tanpa kerjaan."

"Aneh, lo. Tugas kampus kita segaban dan lo masih ngerasa kurang sampe butuh banget kerjaan lain?"

"Ya, 'kan beda, Sel. Tugas kampus mah gitu-gitu aja. Kalo di Serenity tuh lebih ada tekanan dan tanggung jawab yang harus gue emban. Belom lagi omelan Mbak Jihan."

"Halah, bilang aja lo kangen Mbak Jihan. Bukan kerjaannya."

"Nggak lah, bukan gitu. Tapi beneran semenarik itu kerja di sana. Selama gue di sana belum pernah sekalipun Mbak Jihan memuji kerjaan gue, makanya gue pengen banget bisa bikin dia terkesan."

Saga tersenyum kecil sebelum akhirnya murung lagi.

"Tapi, kalo akhirnya kontrak gue di akhiri karena masalah kemarin, kayaknya gue nggak ada kesempatan."

Aksel menggeleng melihat sikap sahabatnya itu. Saga jika serius tentang sesuatu pasti akan mengusahakan yang terbaik. Tapi sayang sekali, sepertinya kali ini sahabatnya itu harus mengalah.

"Ya, sabar aja. Semoga hasilnya bagus deh, biar lo nggak lecek begini. Lo tuh, eemang aneh Ga. Galau tuh karena pacar bukan karena kerjaan."

Mendengar itu Saga hanya mencibir lalu meminum es tehnya.

Tak lama ponselnya yang berada di atas meja berdering. Lalu yang paling mengejutkan adalah nama Mas Raka sebagai pemanggilnya.

"Sel! Mas Raka telepon gue!"

"Ya, jawab dong. Ngapain lo teriak-teriak begitu."

Rasanya deg-degan. Seperti menanti sesuatu yang menentukan hidupnya.

"Halo, Mas. Selamat siang."

'Halo, Ga. Siang juga, saya ganggu kamu nggak? Apa kamu sedang kelas?'

"Oh, nggak ganggu kok, Mas. Saya sudah selesai dan sedang menunggu kelas sore berikutnya."

'Oh, kalau gitu kamu bisa ke Serenity bentar nggak?'

"Sekarang, Mas?"

'Iya, sekarang. Kan kamu sendiri yang bilang ada kelas sore.'

"Iya, Mas. Apa ada masalah lagi, Mas?" Tanya Saga takut-takut.

'Ada yang harus saya sampaikan ke kamu. Lebih baik jika kita bertemu langsung.'

"Oh, baik, Mas. Saya ke sana sekarang."

'Oke, saya tunggu.'

Setelah panggilan diakhiri, Saga menatap Aksel, lalu mencengkeram lengan sahabatnya itu erat. Membuat si empunya kaget.

"Gue diminta datang ke Serenity sekarang, Sel!"

"Aduh! Lepasin tangan gue! Ya, lo datang lah, gimana sih?"

"Tapi gue takut. Kalo gue dipecat gimana?"

Aksel menatap jengah pada sahabatnya itu.

"Kebanyakan overthinking bikin lo terbunuh. Nggak usah banyak mikir, berangkat sana."

Akhirnya setelah itu, Saga pamit pada Aksel untuk pergi.

Sampai di sana, ternyata Tristan juga dipanggil untuk datang. Temannya itu justru sudah menunggu. Tak lama, Mas Raka dan Mbak Jihan membawa mereka untuk masuk ke ruangan meeting.

"Kalian pasti udah tau, alasan saya memanggil kalian?"

"Saya nggak akan berlama-lama. Pertama, Tristan. Setelah mempertimbangkan semuanya, dengan sangat menyesal kami harus mengakhiri masa kontrak kamu sebagai freelance di sini. Saya harap kamu mengerti dan paham kenapa kami melakukannya," ucap Mas Raka tenang.

Tristan tersenyum lalu mengangguk, "Saya mengerti, Mas, Mbak. Sekali lagi, saya minta maaf atas apa yang sudah terjadi. Saya merasa senang bisa bergabung dengan tim ini walau sebentar. Terima kasih."

Kemudian Tristan bersalaman dengan Mas Raka, Mbak Jihan dan juga Saga, yang sepertinya terlalu kaget atas apa yang terjadi.

Karena Tristan sudah selesai, dia pamit lebih dulu meningggalkan Serenity. Menyisakan Saga dengan kecemasannya.

"Lalu, untuk kamu, Saga. Mohon maaf, karena setelah diskusi panjang yang kami lakukan, kami memutuskan untuk memperpanjang masa kontrak kamu. Sesuai dengan permintaan kamu sebelumnya."

Mendengar itu, kedua mata Saga membola, bahkan mulutnya terbuka karena tak terkejut.

"Mas, Mbak ... ini beneran?"

Raka tersenyum lalu mengagguk sebagai jawaban.

"Astaga! Saya nggak nyangka. Terima kasih banyak, Mas, Mbak!" Dengan antusias Saga kemudian menyalami keduanya.

"Bilang terima kasihnya ke Jihan, tuh. Dia yang bikin kamu bertahan di sini."

Saga kembali terkejut, tak menyangka bahwa Mbak Jihan yang selalu marah itu justru memberinya kesempatan kedua.

"Nggak usah liatin gue kayak begitu. Lo gue kasih kesempatan dan akan langsung berada di bawah tanggung jawab gue di sini. Jadi, pastikan aja kerjaan lo nanti nggak bikin gue susah," ucap Jihan dingin.

Namun, Saga tidak peduli lagi dengan hal itu. Dia merasa sangat berterima kasih sekarang. Baginya, Mbak Jihan dan Mas Raka adalah penyelamatnya, dan dia akan melakukan semua hal terbaik untuk pekerjaannya.

.
.
.
Bersambung.
.
Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro