Bab 19. Permintaan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.

Panas siang itu tidak mengurangi niat Saga berkeliaran di pusat kota demi mencari bahan yang akan dijadikannya produk simulasi tugasnya.

Dia dan Aksel mengunjungi banyak tempat untuk mencari bahan yang pas. Namun setelah masuk berulang kali ke beberapa toko, nyatanya mereka masih belum menemukan yang pas.

Ngomong-ngomong, ini sudah hari ketiga sejak Saga tidak diberi tugas apapun dari Serenity. Padahal waktu itu Mas Raka jelas mengatakan bahwa Tristan diberi waktu 2 hari untuk menyelesaikan masalahnya.

Namun, ini sudah hari ketiga dan tak ada kabar apa-apa.
Grup Paruh Waktu juga sepi, hanya Salsa yang mendapat tugas setiap hari. Saga sudah menghubungi Tristan, namun anak itu mengatakan semuanya baik-baik saja. Tapi apanya yang baik-baik saja jika rasanya dia seperti dipecat?

Berulang kali Saga berharap Mas Raka atau Mbak Jihan akan menghubunginya. Namun, tentu saja tidak ada.

Saga menjadi cemas, berpikir apakah gajinya yang banyak kemarin seolah seperti pesangon, jika dilihat dia tidak ada pekerjaan saat ini.

Untung saja tugas kuliahnya cukup banyak beberapa hari ini, sehingga bisa mengalihkan fokusnya dari masalah di Serenity.

"Ga, abis ini kita ke GreenMall yuk! Nyari bahan sama sekalian gue mau ketemu Shella. Dia lagi jalan sama temennya di sana."

"Bilang aja lo mau kencan, pake bilang nyari bahan segala."

Aksel nyengir, "Mau nggak? Kan banyak tuh tempat yang buat nyari."

Saga menghela pasrah, "Iya deh."

"Asyik! Kita jalan sekarang!"

Aksel dengan semangat mengajak Saga keluar dari toko dan segera pergi ke GreenMall mengendarai motornya.

"Sel, menurut lo, gue harus ngomong ke Mas Raka nggak, sih?"

"Lo pengennya gimana? Kalo lo emang butuh kerjaan itu, ya sebaiknya lo ngomong. Karena secara nggak langsung itu juga bukan masalah lo, kenapa lo ikut nanggung akibatnya?"

"Ya, itu juga yang jadi pikiran gue. Nanti gue ngomong ke Mas Raka deh."

Keduanya berkendara selama 25 menit untuk sampai di GreenMall. Keduanya langsung mencari apa yang mereka butuhkan. Sementara Saga mencari, Aksel malah meninggalkanya untuk mencari keberadaan Shella, pacarnya.

Meski dengan sedikit kesal, Saga berkeliling sendirian mencari bahan tambahan lain yang mereka butuhkan.

"Saga!"

Panggilan itu membuat Saga yang sedang melihat-lihat gallery kamera menoleh, lalu mendapati Mas Raka melambai ke arahnya.

Kebetulan yang melegakan, bertemu Mas Raka di sini.

Saga menghampiri Raka yang tampaknya sedang mengerjakan sesuatu hal, dilihat dari tas yang menggantung di bahunya juga beberapa berkas dalam zipper bag di tangannya.

"Wah, kita ketemu lagi! Kayaknya emang takdir ya, kita sering ketemu. Kamu sendirian?" Sapa Raka senang melihat Saga.

"Saya sama temen, Mas. Lagi nyari bahan tugas, tapi dia lagi ketemu pacarnya dulu," jawab Saga swadanya dan membuat Raka tertawa kecil.

"Kamu jadi obat nyamuk, dong?"

"Haha, iya, Mas. Oh, Mas Raka nggak ke kantor hari ini?" Tanya Saga, keduanya berjalan beriringan menuju food court.

"Kerja, ini tadi baru meeting di luar."

"Sendirian? Nggak sama Mbak Jihan?"

"Oh, nggak. Jihan di kantor, lagi banyak kerjaan soalnya."

Keduanya duduk setelah memesan kopi dan camilan, untung saja mereka mendapatkan tempat yang nyaman.

"Kalau emang banyak kerjaan, kenapa saya nggak dikasih tugas lagi, Mas? Bukannya ini udah lewat dua hari dari waktu yang Mas Raka bilang sama Tristan?"

Akhirnya Saga memberanikan diri untuk langsung bertanya pada Mas Raka.

"Oh, itu ya?" Raka tampaknya tak menyangka Saga akan menanyakan hal tersebut. "Sepertinya kami harus mempertimbangkan kembali untuk memberikan proyek ke kamu."

"Kenapa, Mas? Saya 'kan tidak ada hubungannya dengan masalah Tristan?"

"Bener, emang kamu nggak ada hubungan langsung dengan masalah ini. Hanya saja kami harus lebih berhati-hati."

Saga tampak keberatan dengan penjelasan Raka, baginya ini tidak adil. Mungkin Tristan melakukan kesalahan, tapi tidak dengan dirinya.

"Tapi waktu kontrak saya kurang satu bulan, Mas. kalau begini bukankah sama seperti percepatan pemutusan kontrak? Nggak adil buat saya, Mas."

Raka menatap Saga tepat di mata pemuda itu, mencari fakta atau kebohongan yang mungkin ada di sana.

"Maaf, saya belum bisa memutuskan hal itu sekarang, Saga. Saya harus diskusi dan melaporkan hal ini pada Pak Hendra."

Saga kecewa dan itu terlihat jelas di wajahnya.

"Mas, jujur saya kecewa jika akhirnya seperti ini. Meski hanya freelance, tetapi saya serius dengan pekerjaan ini. Saya nggak pernah main-main atau asal mengerrjakan semua proyek yang sudah diberikan."

"Saya tahu itu, Saga. Tetapi setelah apa yang terjadi, kami harus memikirkan segala sesuatunya lebih hati-hati."

"Saya paham posisi Mas Raka saat ini. Tetapi jika boleh saya ingin mengatakan hal ini, bahwa saya serius bekerja sekalipun saya masih mahasiswa. Dalam masalah ini saya dan Tristan berbeda. Mungkin pekerjaan ini hanya satu dari banyak hal yang ingin Tristan lakukan, namun bagi saya ini sama seperti Mas Raka ataupun Mbak Jihan. Saya memerlukan penghasilan untuk membantu ekonomi keluarga saya. Jadi, saya sangat berharap Mas Raka bisa mempertimbangkan hal ini."

"Kenapa kamu ingin sekali bertahan di Serenity? Padahal dengan kemampuan yang kamu miliki, kamu pasti bisa mendapatkan pekerjaan yang mungkin lebih baik dari kantor kami."

Saga tersenyum tipis sebelum menjawab, "Karena saya masih mahasiswa, seperti yang Mas Raka bilang. Dalam situasi ini, saya tidak punya banyak waktu untuk mencari pekerjaan lain yang mungkin lebih baik, namun kemungkinan ditolak sama besarnya. Saya merasa sangat beruntung dan berterima kasih karena Serenity mau menerima saya, karena itu saya memutuskan untuk melakukannya sebaik mungkin."

Raka bisa melihat ketulusan dari ucapan Saga, raut wajahnya yang tetap dihiasi senyum meski matanya menampakkan sorot kecewa. Rasanya tidak tega mematahkan harapan dari seorang pemuda yang bersungguh-sungguh seperti Saga. Apalagi dia tahu benar hasil setiap pekerjaan Saga yang selalu memuaskan.

"Maaf kalau ini bikin kamu kecewa, saya mengerti perasaan yang kamu rasakan karena saya pernah merasakannya, dulu. Saya tidak bisa berjanji, tapi akan saya coba untuk diskusikan lagi. Saya akan beri kamu kabar baru seepatnya."

Raka menepuk pelan lengan Saga, berusaha menenangkan pemuda di hadapannya itu meski dia sendiri tidak yakin dengan hasilnya.

"Terima kasih, Mas Raka. Akan saya tunggu kabarnya."

Sebuah senyum harapan terbit di bibir Saga sebelum pemuda itu meminum kopinya yang sudah mulai dingin.

"Kalau boleh saya tau, bagaimana dengan Tristan, Mas?"

"Dengan berat hati kami harus menghentikan kontraknya. Pihak klien atau dalam kasus ini adalah Papanya Tristan, udah mencabjt tuntutan, tapi kami harus menjaga nama baik kami. Kami tidak ingin beresiko lagi."

Saga mengangguk mengerti, ternyata akhirnya seperti ini. Padahal Tristan adalah rekan sekaligus teman yang baik. Sayang sekali karena kebetulan dan ketidakberuntungan ini menimpa mereka.

Mungkin dia harus menghubungi Tristan lagi nanti.

"Kalau gitu, saya balik ke kantor duluan, ya. Udah sore," pamit Mas Raka tersenyum lalu berdiri dan menjabat tangan Saga.

"Iya, Mas. Semoga kabar yang saya nanti, hasilnya akan baik. Akan saya tunggu," balas Saga.

Keduanya kemudian berpisah, sementara Saga harus mencari Aksel dulu.

.

.

Bersambung.

.

Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro