Bab 4. Bad Impression

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.

Saga menggerakkan jarinya cepat di atas mouse hingga bunyi 'klak klik' menjadi satu-satunya suara yang kini terdengar di antara mereka bertiga.

Ya, setelah 15 menit lalu Saga menahan diri untuk tidak meledak marah karena kesialan yang melandanya.

Akhirnya, Tristan yang merasa bersalah meminjamkan laptopnya agar Saga bisa kembali mengerjakan tugasnya. Setelah mendapatkan kucingnya kembali, —yang ternyata bersama Aksel— Tristan menawarkan diri untuk bertanggung jawab memperbaiki laptop Saga yang rusak karena kucingnya.

Mereka bertiga kini berada di kafe yang terletak tak jauh dari taman kota.

Sebelumnya Raka sudah menghubungi Saga perihal pekerjaannya yang menyebabkan Jihan marah-marah di kantor. Pasalnya, klien yang dikerjakan oleh Saga adalah klien yang biasa ditangani oleh Jihan dan terbiasa mendapatkan hasil cepat dari Jihan. Itulah sebabnya Jihan marah-marah karena dia sendiri sedang mengerjakan revisi dari desain dari komunitas pariwisata daerah.

Saga yang merasa marah sekaligus merasa bersalah, berusaha meyakinkan Raka untuk memberinya waktu satu jam untuk mengirimkan kembali desainnya.

Itu artinya Saga harus membuat desain ulang. Bodohnya, dia tidak menyimpan pekerjaannya tadi di diska lepas, sehingga Saga benar-benar harus mengulang semuanya dari awal.

"Lo yakin bisa selesai dalam waktu satu jam? Ini udah jalan 20 menit lho," tanya Tristan yang kini menatap Saga dengan bersalah.

"Seenggaknya gue mencoba, masih agak inget sih tadi gimana aja, cuma ya harus buru-buru sekarang," jawab Saga tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar.

Mungkin sudah hampir 50% desain yang Saga kerjakan sekarang, tapi dia harus membuat tiga desain layout berbeda seperti pekerjaannya semula.

"Sorry ya Ga, gue bener-bener nggak nyangka Snowy bakalan lepas dan lari ke arah lo. Kenapa juga dari sekian banyak orang kita harus ketemu di tempat dan waktu kayak gini" gumam Tristan menyesal.

"Namanya juga takdir, udah terjadi juga," balas Saga santai meski sebenarnya pemuda itu merasa kesal.

Bukan pada Tristan, tetapi pada keadaan yang mengharuskannya bersusah payah seperti ini.

"Harusnya gue nggak maksa lo nemenin gue juga, sorry ya Ga," kali ini Aksel yang berucap, menatap Saga dengan iba.

"Apaan sih lo berdua, lebaran masih jauh. Minta maaf melulu dari tadi."

Ditegur seperti itu, Aksel dan Tristan kemudian memilih untuk diam saja menemani Saga.

***

Raka menatap Jihan dari dinding kaca ruangannya. Rekannya itu sedang berusaha tampak tenang menemani pihak dari pariwisata daerah yang sudah dua jam melakukan diskusi dan revisi desain tanpa jeda.

Ya, Serenity memang mengizinkan klien yang tidak puas, atau ingin berdiskusi langsung untuk datang ke kantor. Beberapa dari mereka yang tidak puas dengan sistem online pasti memilih untuk datang. Dan sayangnya, tugas untuk menemui dan menangani klien yang datang pada mereka adalah salah satu tugas Jihan.

Memang banyak desainer yang bekerja di Serenity, namun untuk beberapa klien lama, mereka pasti akan mencari Jihan dan menolak untuk dikerjakan oleh yang lain. Itulah yang membuat rekannya itu selalu uring-uringan sepanjang hari.

Belum lagi klien yang mengajukan komplain atau ketidakpuasan, mereka pasti juga akan mencari Jihan.

Jihan selalu tersenyum dan bersemangat, meski sebenarnya dia menahan diri untuk tidak meledak.

Raka sudah menerima alasan dari Saga mengenai keterlambatannya mengirimkan pekerjaannya. Tapi tidak dengan Jihan, dia tidak peduli dan tidak mau tahu alasan apa pun.

Raka menekan sebuah nomor di ponselnya sembari matanya masih mengamati gerak gerik Jihan di luar sana.

'Ada apa? Gue sibuk kalau lo cuma mau ngomongin alasan nggak penting,' tukas Jihan bahkan sebelum Raka mengucapkan kata-kata.

"Gue cuma mau nyuruh lo masuk, nggak capek dua jam sama mereka?"

Terdengar suara dengusan halus dari Jihan, kini perempuan itu memutar kursinya untuk menghadap dinding kaca tempat Raka berdiri. Untung saja dinding kaca ruangan Raka tak bisa ditembus dari pandangan luar.

"Cepetan masuk sini, bilang aja ada panggilan darurat, buruan," ucap Raka yang tersenyum memberi kode pada Jihan untuk segera masuk ke ruangannya.

Terlihat Jihan mematikan sambungan lalu berbicara dengan sang klien sebelum kemudian berjalan menuju ruangan Raka.

"Apa sih Raka? Gue udah mau meledak dari tadi nggak kelar-kelar ish!" keluhnya menatap jengkel Raka sementara yang di pandangi hanya meringis jahil.

"Gue tau, makanya gue suruh ke sini, duduk sini bentaran," Raka menarik lengan Jihan untuk duduk kemudian pemuda itu mengambil sebotol air dari lemari pendingin di ruangannya lalu membuka tutupnya untuk Jihan.

"Bukannya kemarin udah selesai desainnya? Udah mau masuk cetak 'kan katanya?" tanya Raka yang menyandar pada sisi meja menatap Jihan.

"Iya udah, kemarin emang udah gue submit dan naik ke cetak tapi tadi pagi-pagi buta mereka konfirmasi kalau ada perubahan dari 'atasan' yang bikin mereka akhirnya datang ke sini. Emang sialan sih, capek gue nurutin kemauan mereka."

"Udah maksimal revisi, 'kan?"

"Iya udah, katanya nggak apa-apa bayar biaya tambahan revisi sama desainnya. Ya terserah mereka sih, tapi karena ini kerjaan gue yang lain jadi tertunda. Belom lagi dari perusahaan properti yang dari tadi nanyain desain mereka! Bisa gila rasanya setiap hari kayak gini!" Jihan mengomel panjang lebar dangan dahi berkerut kesal, sampai-sampai wajahnya ikut memerah.

"Lo tuh terlalu banyak mengambil tanggung jawab, Jihan. Coba deh lo santai dikit aja, biar nggak darah tinggi melulu," gurau Raka yang kemudian berjalan menuju mejanya lalu memperhatikan sesuatu di layar komputernya.

"Jihan, coba lo liat ini deh."

Jihan beranjak dari duduknya, berdiri di sebelah Raka untuk melihat apa yang di tunjukkan oleh rekannya itu.

"Nih, udah dikirim sama Saga. Tepat waktu bahkan belum satu jam dan dia bikin tiga desain sekaligus," ucap Raka yang melihat hasil desain kiriman dari Saga.

"Halah, emang dia lelet aja kerjanya. Nggak mungkin sih sejam bisa langsung ngerjain semua. Gue udah terlalu jengkel sama tuh anak paruh waktu. Ditanyain dari tadi, paling nggak dia update progres kerjaan dia dong, bukannya diem aja dan nggak balas pesan gue! Gue yang dikejar sama klien, bukannya bantu malah bikin tambah pusing!" Jihan semakin bersungut-sungut mengingat beberapa jam lalu saat dia meminta file desainnya dari Saga.

"Ya namanya mahasiswa juga, mereka ada kelas atau apalah mungkin. Emang salah sih tadi pembagian tugasnya ke mereka, dari perusahaan properti yang katanya ngasih deadline tiga hari tiba-tiba langsung minta hasil."

"Ya selama ini 'kan gitu, Raka. Kebanyakan klien kita tuh awalnya pasti ngomong nggak apa-apa, nggak buru-buru tapi tiba-tiba aja minta di cepetin. Dikira kerjaan kita ngurus satu klien doang apa?" Jihan meneguk air dari botol yang sedari tadi hanya di pegangnya.

Dilihatnya kembali hasil pekerjaan Saga, cukup memuaskan untuk level mahasiswa. Tapi Jihan sudah kepalang kesal karena Saga menunda pekerjaannya yang entah dengan alasan apa pun. Bagi Jihan bekerja tepat waktu dan cepat itu penting, dia tidak suka menunda.

"Boleh tolong forward ke mereka nggak, Ka? Keburu nyepam gue pakai chat dan nelponin mulu. Gue harus balik ke mereka tuh, biar cepet kelar," Jihan mengedikkan kepalanya ke arah klien yang ditanganinya tadi. Orang-orang yang menurutnya rewel dan meminta segala sesuatunya dengan hasil perfeksionis, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk merealisasikannya sendiri.

Merepotkan, itu intinya.

"Iya, akan gue kirim ke mereka. Semangat ya! Nanti gue traktir bakso di depan taman kota," ucap Raka yang kemudian hanya bisa terkikik geli melihat Jihan merengut sebelum keluar dari ruangannya.

Raka kembali melihat hasil pekerjaan Saga yang menurutnya di atas rata-rata. Padahal masih mahasiswa, tetapi sepertinya pemuda ini memiliki hal-hal yang kompeten dalam dirinya.

Dan perihal apa yang terjadi hari ini, Raka tahu pasti di kemudian hari Jihan tidak akan mau banyak berinteraksi dengan Saga. Jihan tipe orang yang sangat pemilih untuk orang-orang yang bekerja dengannya. Dan masalah ini cukup menjadikan Saga sebagai 'red list' dari Jihan.

Raka melihat kembali obrolan pribadinya dengan Saga. Pemuda itu tadi menghubunginya untuk meminta maaf dan mengatakan alasan kenapa dia bisa terlambat menyerahkan pekerjaannya. Bahkan Saga mengirimkan foto laptopnya yang berlayar retak dan mati.

Lalu, ada Tristan yang juga meminta maaf serta menjelaskan perihal kecelakaan antara dirinya dan Saga. Tristan juga meyakinkannya bahwa keterlambatan ini bukan salah Saga, tapi dirinya.

Raka maklum akan hal-hal seperti itu karena bagaimana pun kecelakaan bisa terjadi kapan saja dan dimana saja.

Hanya saja dalam dunia kerja terkadang semua alasan itu tak bisa begitu saja diterima.

.
.
.

Bersambung.

Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro