Chapter 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

(Y/N) : Your Name

Akan ditambah seiring berjalannya cerita!

Reader's POV

"Maaf merepotkan kalian!"

"Tidak masalah tuan, ini memang tugas kami!"

"Kalau begitu, kami permisi."

Pria berambut hijau ini membungkuk kepada para polisi dan polwan, begitu juga denganku. Dia menggenggam tanganku erat lalu kami berjalan menuju taxi yang sedang menunggu kami dengan sabar.

"Kembali ke tempat tadi ya, mbak."

"Baik, tuan."

Pria ini terus menggenggam tanganku dengan erat tanpa mengatakan apapun. Mungkin karena tanganku dingin kali ya karena ketakutan dan panik tadi.

Pak polisi yang tadi bersamaku, merebut ponsel yang ku genggam lalu berbicara dengan pria ini. Aku tak bisa menahan tangisku sewaktu di kantor polisi tadi.

Beberapa polwan langsung menggiringku ke dalam dan memberikan segelas air hangat kepadaku. Mereka mencoba untuk menenangkanku. Tubuhku gemetar karena takut dan otakku tidak bisa berpikir dengan jernih.

Aku harap aku hanya bermimpi, itulah satu-satunya hal yang ku pikirkan. Aku terus mencubit tanganku dan berharap kalau aku akan segera bangun dari tidurku tapi tak membuahkan hasil.

Beberapa menit kemudian, seorang pria bersurai hijau panjang ini mendatangiku. Dia bilang kalau dialah orang yang menelponku tadi. Aku tidak mengenalnya, melihatnya saja akupun tidak pernah!

Dia mengaku sebagai keluargaku --tepatnya suamiku. Tentu aku semakin terkejut dengan pernyataannya tersebut tapi tadi aku tak bisa berbuat apa-apa lagi.

Di sepanjang perjalanan ini, kami tak mengucapkan sepatah katapun. Air mata tak kunjung berhenti mengalir dari mataku. Aku menangis dalam diam sambil digenggam oleh pria ini.

"Sudah sampai," ucap pria ini tiba-tiba, "ini ongkosnya, terima kasih."

"Terima kasih tuan!"

"Ayo."

Aku membuka pintu taxi dan menuruni taxi lalu menunggu pria ini membuka pintu pagar rumah yang lumayan besar ini.

Sebuah rumah yang di depannya ada sebuah taman, sungguh merupakan rumah idamanku. Rencananya, jika aku berhasil nanti aku ingin membelikan sebuah rumah untuk emak agar dia senang.

Tapi, apakah aku akan memenuhi mimpi dan cita-cita itu mengingat kondisiku yang hopeless sekarang?

Ggrroolll....

Astaga, ni perut ga bisa baca suasana ya? Pake bunyi lagi ni perut. Tapi dari tadi siang aku memang ga makan sih, jadi ga bisa nyalahin ni perut juga.

"Kamu lapar kan? Tadi aku sudah masak untuk makan malammu. Tunggulah sebentar, akan ku panaskan sayurnya."

Aku mengekorinya ke dapur. Jujur, aku suka masak dan dengan sekali lihat saja aku tahu kalau dapur ini memiliki peralatan masak yang lengkap. Orang ini orang kaya dan berduit. Mantab nih ketemu sultan.

Pria ini mengambil sebuah pengikat rambut di saku celananya lalu mengikat rambutnya yang panjang itu. Dia mengeluarkan beberapa kotak yang berisi makanan dari kulkas lalu mulai memanaskan sayuran satu per satu.

Seorang laki-laki yang jago masak dan kaya, mantab suami idaman nih. Emak bakalan seneng nih kalau gua bawa ni cowo ke rumah. Auto kaya gua mah kalo gini ceritanya.

"Mengapa kamu berdiri disana? Duduklah."

Wow mantab, perhatian dong ni cowo. Ntar temen-temen gua pada iri nih kalo gua bawa ni bambang sultan pulang.

Sesuai instruksinya, aku duduk di depan meja makan sambil menunggunya. Entah mengapa, suasana menjadi sedikit canggung.

Aroma wangi dari masakannya tercium dan berhasil membuatku menjadi semakin lapar. Aku terus memerhatikan pria ini. Jujur aku kagum dengan seorang pria yang bisa masak karena sewaktu aku sakit ataupun hamil, pasti dia yang akan masak untukku.

Dia mengambil sebuah mangkuk lalu mengambil nasi yang masih panas untukku. Semua sayur yang sudah dipanaskamnya juga di hidangkan di depanku.

"Maaf membuatmu menunggu, makanlah."

Setelah mengucapkan itu, pria ini mengambil tas yang tadi ku bawa lalu berjalan meninggalkan ruang makan (yang menyatu dengan dapur). Tunggu, dia belum makan kan??? Kenapa ga makan sama-sama aja agar ga ribet??

"Um hei, kamu belum makan kan? Kalau belum, ayo makan bersama!"

Panggilanku menghentikan langkahnya. Tanpa melihat ke arahku, dia menjawab singkat pertanyaanku --atau lebih tepatnya ajakkanku.

"...... Makan saja duluan. Nanti sisakan sedikit sayur untukku, aku mau bersih-bersih dulu."

Setelah mengucapkan itu, dia menghilang. Jawabannya ataupun perkataannya sangat singkat, padat, dan jelas. Apakah kepribadiannya memang sepertu itu atau memang dia sengaja bersikap dingin kepadaku?

Tapi, tidak enak kan kalau hanya makan sendiri lalu ... dia memintaku untuk menyisakan sayur untuknya. Berarti dia memakan makanan sisa dong. Mana bisa begitu!

Ku putuskan untuk mengambil sebuah mangkuk lagi lalu mengisinya dengan nasi. Tak lupa untuk mengambil alat makan seperti sumpit dan sendok.

"Yosh, tinggal memintanya turun dan makan!"

Dia sepertinya tadi menaiki tangga jadi dengan perlahan aku menaiki anak tangga dan sampai ke lantai dua. Ada beberapa pintu disini dan aku bingung di ruangan mana yang dia masuki.

Ku putuskan untuk memeriksa satu per satu ruangan dan sampailah ke sebuah ruangan seperti kamar tidur --dan memang benar kalau ruangan ini adalah sebuah kamar. Disana, pria itu mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam tasku.

"Ano," suaraku mengejutkannya, "ayo turun dan makan bersama! Aku sudah mengambil nasi untukmu!"

Dia membelalakkan matanya dan melihatku dengan tatapan aneh. Dia terkejut dan bingung tapi kemudian dia tersenyum simpul lalu mengangguk.

Saat makan, dia tidak mengatakan apapun. Suasananya canggung buatku. Jika diperhatikan lebih teliti, pria ini mempunyai wajah yang cantik bahkan bisa dibilang dia lebih cantik daripada seorang perempuan tulen. Wow, apakah dia benar-benar seorang pria?

Menyadari bahwa aku terus menatapnya, dia menghentikan aktivitasnya. Tatapan kami bertemu. Cantik, sebuah kata yang ku katakan di dalam hatiku ketika aku saling bertatapan dengannya.

"Kamu tidak apa?"

"Ano ..., sebenarnya ini dimana? Dan kamu siapanya aku?"

"Di rumahmu dan aku adalah suamimu. Kamu ... melupakan hal itu? Maksudku, wajar jika ... kamu melupakanku tapi kalau ... kamu sampai melupakan rumahmu itu ... hal yang aneh."

"Eh ...?"

"......"

Apa maksud pria ini jika melupakannya adalah hal yang wajar? Wajahnya datar, tidak ada ekspresi apapun di wajahnya tapi aku tahu dari sorotan matanya kalau dia sedang bersedih. Entah apa yang di sedihkannya tapi ... matanya tidak bisa membohongiku.

"Aku tidak begitu mengerti apa maksudmu tapi apa aku boleh tahu namamu? Boleh dong ya? Aku ingin tahu siapa nama dari penyelamatku. Kamu sudah menolongku tadi dan memberikan makanan untukku jadi gapapa dong ya?"

"(Y/n), sepertinya besok aku memang harus mengantarkanmu ke dokter."

"Dokter? Tapi aku kan ga sakit!"

"Kamu sakit, sikap baikmu kepadaku itu contohnya."

Cetus banget sih ngomongnya ih! Aku kan bicaranya baik-baik kenapa dia malah menjawab dengan jawaban yang cetus begitu?! Lagi dapet ya ni bambang?!

Eh, tapi emang cowo bisa dapet?

"Kamu keberatan ya ngasih tau namamu? Sehabis makan dan cuci piring, aku akan pergi kok! Aku ga akan ganggu kamu lagi!"

"..... Otakmu benar-benar tidak beres ...," dia menghembuskan nafas panjang lalu memberikan senyum simpul kepadaku, "namaku Enkidu dan aku adalah suami sahmu, (Y/n)."

End of Reader's POV
.
.
.
.

Author's Note:

Allo dan kembali lagi dgn ane! Bagi yg bru datang, selamat datang dn salam kenal! Aku Tohka desu~

Ini crita Enkidu x Reader keduaku sebenarnya. Untuk yang buku prtama mungkin aku ga akan upload lagi krna critany jujur ancur wwwww

Maklumlah, waktu buat ntuh crita aku msih bru2 join di fandom Fate.

Jngan lupa utk membrikan vote, komen, dn juga memfollow akun ini! Terima kasih!

Trima ksih jga utk yg ud bantuin~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro