Chapter 16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Y/n: Your Name
Last name used: Kanzaki
H/c: Hair colour
E/c: Eye colour

WARNING! AKAN ADA DENGAN 18+ JADI JIKA TIDAK SUKA SILAHKAN DI SKIP! TERIMA KASIH! TERIMA KASIH JGA UTK songkerbel YANG UDA BANTU NULIS!

Reader's POV

"E-Enkidu, kemarin aku cuman bercanda aja loh!! Kenapa beneran dilakuin?!?!?!?"

"P-permaintaan istri adalah hal yang mutlak untuk suami!"

"MUTLAK ANJIR!! KAGA ADA YANG BEGITUAN TAUK!!!"

Aku menutup wajah dengan kedua tanganku. Aku merasakan kalau Enkidu semakin mendekatiku. Astaga, ini detak jantungku ga bisa santuy kah?!

"A-AKU MAU MAKAN DULU!"

Aku menghindar dari Enkidu dan dengan buru-buru aku mengambil dua mangkuk dan mengisinya dengan nasi lalu duduk di depan meja makan. Enkidu mencuci tangannya lalu duduk di sampingku.

Dia telihat tersentak awalnya tapi kemudian dengan wajah ambigu dia mulai memakan nasinya. Yawla Enkidu, bukannya pake baju dulu.

"Ga dingin?" tanyaku.

"S-sedikit."

"Ga pake baju dulu?"

"Tanggung, nanti mau mandi."

"Astaga ni anak."

Kami makan malam dalam diam. Wajah Enkidu merah, begitu juga denganku. Aku tak berani bersuara karena kejadian malam ini bisa terjadi semua karena aku, gara-gara aku yang meminta hal yang aneh sehingga Enkidu melakukannya.

Setelah selesai, aku ke kamar dan mandi. Saat mandi, aku membuang jauh-jauh bayangan Enkidu yang sedang memakai celemek. Jujur, sebuah pemandangan yang indah tapi juga ... aku malu anjir!

Ketika selesai, aku melihat Enkidu dengan sabar menungguku. Di tangannya, ada CD yang tadi diberikan oleh ibu.

"Oh, nanti kita nonton yuk! Kata ibu sih tadi filmnya bagus!"

"Begitukah? Kalau gitu aku mandi dulu."

Enkidu tersenyum lembut lalu meletakkan CD di ranjang dan berjalan ke arah kamar mandi. Astaga, aku kelihatan bokongnya dong. Boleh ga sih?! Boleh kali ya aku liatin? Tapi aku bukan istri aslinya anjir! BODO AMAT LAH!

Setelah Enkidu selesai mandi, aku memutar CDnya. Sebuah film dengan latar belakang kerajaan Inggris kuno dan genre ini adalah genre kesukaanku.

Ceritanya ada seorang putri mahkota yang terpisah dengan ayah dan ibunya karena pemberontakan lalu dia diselamatkan oleh seorang budak dan anak laki-lakinya. Budak itu membawa sang budak keluar dari wilayah kerajaan itu dan membawanya ke sebuah desa terpencil. Disanalah kehidupan sang putri dimulai.

Sang putri jatuh cinta kepada anak laki-laki budak yang menolongnya, cintanya terbalaskan tentunya tapi status mereka berbeda. Sang laki-laki terus menerus menjaga jarak dengan sang putri walau itu menyakiti hati laki-laki tersebut.

"Ohoho, lebih ke romance deh jatuhnya," komentarku.

Sang pria kemudian membawa sang putri ke sebuah goa yang sangat indah. Tiba-tiba saja, tokoh utama pria dan wanita itu saling menempelkan bibirnya satu sama lain. Aku melirik Enkidu yang masih fokus menonton filmnya, lalu melirik TV dan melihat kedua insan itu mulai memainkan lidahnya.

TUH KAN JATUHNYA KE ROMANCE! ANJIR SUASANANYA GA PAS NIH!

Aku merasakan pipiku mulai memanas. Lidah mereka beradu dengan panas, menyesap air liur satu sama lain, bahkan mencuri kesempatan untuk menggigit bibir mereka bergantian. Aku kembali melirik Enkidu.

Aku tersentak ketika Enkidu ternyata sedang menatapku dengan tatapan yang serius. Aku menghela napas lega, lalu tersenyum menatapnya.

"Ada apa, Enkidu? Ga nyaman ya nontonnya? Mau udahan aja?"

Bukannya menjawab, Enkidu mendekatkan wajahnya ke arahku. Aku membeku ketika Enkidu menempelkan bibirnya kepadaku. Aku memejamkan mata, membalasnya ciuman lembutnya.

Kami terdiam sesaat, namun aku merasa bahwa bibirnya mulai bergerak perlahan. Aku yang terlarut ke dalamnya mengikuti setiap gerakan Enkidu perlahan, menyeimbangkan gerakanku yang bisa dibilang masih noob.

Namun, ciuman itu berubah panas kala Enkidu membuka paksa mulutku dan memasukkan lidahnya ke dalam mulutku, menelusuri setiap inci di dalam mulutku, dan dengan gerakan tiba-tiba ia mulai menggigiti bagian bawah bibirku.

Aku menikmatinya, sungguh menikmatinya. Aku mengalungkan tanganku ke lehernya, sementara Enkidu mulai mempertipis jarakku dengannya sembari memeluk pinggangku. Tempo semakin cepat, akupun mulai kehilangan napas.

Aku menahan dada Enkidu dan ia pun melepaskan ciuman kami. Aku menunduk, merasa bahwa pipiku sudah matang. Enkidu menarik daguku pelan, membuatku harus menatap iris biru hijaunya yang cantik. Tatapannya menginginkan lebih, menunggu jawabanku yang selama ini ia nantikan.

Aku mengangguk pelan, meyakinkannya agar ia bisa menelusuri setiap tubuhku. Enkidu tersenyum, mendekatkan wajahnya kepadaku lagi. Aku memejamkan mata, bersiap untuk merasakan sesuatu yang lembut di bibirku. Alih-alih menciumku, Enkidu menggigit daun telingaku pelan, mengecup seraya menuruni leherku, dan kini ia mulai menghisap bagian pundakku pelan.

Aku mencengkeram bahu Enkidu. Ada sesuatu yang sedaritadi kutahan. Tapi aku sendiri tidak tahu apa yang kutahan. Kini Enkidu sedang meninggalkan jejak kemerahan di sekitar pundakku dan semakin turun menuju dadaku.

"A-ahh.."

Sontak aku menutup mulutku. Enkidu menatapku sejenak, tersenyum jahil dan melanjutkan kegiatannya.

Dengan nakalnya, Enkidu mulai membuka kancing piyamaku, lalu melemparnya ke sembarang arah menyisakan bra yang kini aku pakai. Aku menutup mata Enkidu, "a-aku malu!"

Enkidu menyingkirkan tanganku darinya, ia memangkuku dan menatap mataku dalam-dalam. Sekali lagi aku dibuat terpikat dengan keindahan iris biru kehijaunya. Enkidu tersenyum, lalu menenggelamkan wajahnya ke dadaku.

Ia mengecup dadaku pelan. Tangannya mengelus pinggangku dan bergerak ke atas, hendak melepas braku. Aku menggigit bibir bawahku. Sentuhannya benar-benar membuatku mabuk.

"A-aahh.."

S-suara itu! Kenapa harus keluar?!

"Kamu menikmatinya, (Y/n)? Syukurlah," Enkidu mulai meremas dadaku pelan. Aku memejamkan mataku dan dengan lancarnya terus mengeluarkan desahan. Mabuk. Sentuhannya benar-benar membuatku mabuk.

Kegiatan malamku semakin panas. Enkidu semakin gencar mengecup, menciumi, meremas, mengelus, dan meninggalkan bekas kemerah-merahan di tubuhku. Kini, aku harus berteriak sekencang-kencangnya ketika Enkidu memasukkan tangannya ke 'dalam'. Memajumundurkan jemarinya hingga membuatku berteriak kesakitan.

"Ma-maaf. Apakah sakit? Atau kita sudahi saja?" tanya Enkidu sambil menatapku dengan khawatir.

"Ti-tidak! E-Enkidu boleh lanjut!" Aku menoleh ke arah lain, enggan menatap Enkidu yang kini terkejut menatapku. Ia mendekat, wajahnya begitu dekat dengan wajahku. Aku menatapnya, lalu tersenyum begitu juga dengan Enkidu.

Aku memejamkan mata dan berteriak lagi kala merasakan jemari Enkidu yang bergerak di bawahku. Aku merasakan geli dan nikmat disaat yang bersamaan, kuyakin Enkidu tengah menatapku dengan puas.

Jemarinya bergerak semakin cepat, membuatku berteriak dan meremat rambutnya semakin kencang. Bahkan tanpa sengaja, aku mencakar bahunya ketika tempo jemarinya semakin cepat.

"E-Enki..."

Tiba-tiba saja aku merasa bahwa aku pipis. Enkidu terperanjat, lalu menghentikan aktivitasnya. Napasku terengah-engah, menatap lesu Enkidu yang kini tengah menatapku dengan lembut.

Ia mengecup keningku, "Kamu sudah berada di puncakmu, istriku."

End of Reader's POV
.
.
.
.
.
Author's Note:

Thanks to songkerbel yang sudah membantu 🙏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro