Bab 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Amber tiba di butik lebih cepat beberapa menit dari janji. Sang mama memintanya datang untuk fitting gaun pengantin. Butik yang didatanginya milik seorang perancang terkenal yang merupakan teman akrab Judy. Mereka sengaja menutup butik dari umum saat tahu Amber akan datang.

"Selamat datang, Miss."

Beberapa pegawai butik membungkuk di depan pintu. Amber mengangguk kecil, melangkah masuk diikuti oleh Dimitri, dan Amy, anak buah perempuan berambut hijau terang. Amber sudah melepas wig biru dan kini rambut aslinya yang hitam legam, tergerai indah menutup bahu.

"Apa kabar, Sayang. Senang melihatmu." Seorang perempuan setengah baya dengan wajah bulat menyambutnya. Amber mengenalinya dan tersenyum ramah.

"Bibi Saras, apa kabar?"

Saras tertawa senang. "Kabar baik tentu saja, terutama saat tahu kamu akan menikah. Sungguh waktu berjalan begitu cepat. Amber yang waktu kecil lebih banyak menghabiskan waktu dengan senjata, kini akan menjadi istri orang. Ayo, masuk. Calon suamimu ada di dalam."

Sungguh tidak diduga oleh Amber kalau Jesse akan ada di dalam butik. Tadinya ia berpikir hanya kemari seorang diri dan akan bertemu calon suaminya di altar pernikahan. Tapi ternyata dugaannya salah. Jesse duduk dengan acuh tak acuh di sofa beras dan tidak berdiri untuk menyambutnya. Amber meminta anak buahnya untuk menunggu di luar lalu mengenyakkan diri di sofa besar. Tidak menyapa Jesse sama sekali.

"Sungguh senang rasanya aku bisa menjadi perancang untuk pasangan pengantin yang berbahagia." Saras membuka percakapan dengan katalog besar di tangannya. Menatap bergantian pada Jesse dan Amber yang duduk berjauhan. Sama sekali tidak terlihat kebahagiaan di raut wajah mereka. "Itu, kalian akan menikah bukan?" tanyanya ragu-ragu.

Amber tersenyum. "Bibi, bisakah aku melihat gaun yang sudah ready to wear. Mungkin hanya perlu sedikit mengubah saja. Jadi tidak perlu harus mendesign dari awal."

Saras mengerjap. "Kamu ingin gaun ready to wear?"

"Benar, aku nggak mau repot bolak-balik untuk fitting. Itu sama saja buang-buang waktu."

"Oh, baiklah. Aku mengerti dan Jesse, bagaimana denganmu?"

Jesse dengan enggan mengangkat bahu. "Setuju dengan Amber. Lebih baik kalau ada jas yang ready to wear. Aku terlalu sibuk untuk bolak-balik kemari."

Saras berdiri kikuk menelan keheranannya. Baru kali ini mendapati pasangan pengantin yang bersikap kaku dan bermusuhan satu sama lain. Sedari masuk, Amber sama sekali tidak menyapa Jesse, begitu pula sebaliknya. Pernikahan macam apa yang akan dijalani oleh mereka nanti dengan sikap keduanya yang penuh permusuhan.

"Baiklah kalau begitu, Amber, Sayang. Ayo, ikut aku ke dalam dan Jesse akan di sini untuk diukur."

Amber bangkit dengan kaku, mengikuti langkah Saras menuju ke bagian belakang butik. Ada banyak sekali gaun penganti tergantung di lemari kaca dalam berbagai model, ukuran, serta warna. Saras menunjuk satu per satu, menerangkan bahan dan bentuknya. Pandangan Amber tertuju pada gaun putih sederhana dengan lengan pendek berbahan lace dengan hiasan bunga-bunga. Bagian depan berbentuk V-neck dengan bagian bawah mengembang. Tidak terlalu berlebihan, gaun itu akan membungkus tubuhnya dengan pas dan sexy.

"Aku mau itu Bibi." Amber menunjuk gaun itu.

"Wah, pilihan yang jeli. Gaun itu akan cocok untuk tubuh sexymu. Bagaimana kalau kita coba dulu, kalau ada yang kurang rapi bisa diperbaiki."

Amber membiarkan dirinya dibantu memakai gaun oleh para pegawai butik. Saat berdiri di depan cermin, ia merasa cukup puas karena gaun itu memang cocok untuknya. Saras membuka kerai penutup dan berseru padanya.

"Amber, ayo, keluar. Calon suamimu ingin melihat gaunmu."

Membalikkan tubuh, Amber keluar dari ruang ganti. Menatap Jesse yang berdiri di tengah ruangan. Laki-laki itu mengamatinya tanpa kata, pandangannya yang tajam menyapu dari atas ke bawah. Amber merasa dirinya seolah sedang dikuliti.

"Bagaimana, Jesse. Bukankah calon istrimu sangat cantik?"

Untuk sesaat Jesse terdiam dengan pandangan tertuju pada Amber. Perempuan yang akan menikah dengannya itu terlihat sangat cantik dan anggun dalam balutan gaun pengantin putih. Amber sangat praktis, memilih gaun moden sederhana yang tidak merepotkan saat dipakai. Mereka saling pandang dan Jesse berdehem.

"Iya, bagus gaunnya."

Amber mendengkus, memutar tubuh dan kembali ke ruang ganti. Untuk apa meminta pendapat pada laki-laki itu. Entah Jessen suka atau tidak, ia akan tetap memilih gaun ini. Ada penutup kepala yang terkait dengan sanggul rambut. Amber membeli sekalian termasuk sepasang sepatu yang cocok putih. Selesai semua ia memakai kembali pakaiannya dan berpamitan pada Saras. Tadinya mengira kalau Jesse sudah pergi lebih dulu tapi ternyata laki-laki itu menunggunya di teras.

"Bukankah kamu menolak perjodohan ini? Nggak nyangka kamu akan datang kemari untuk fitting gaun." Jesse berujar penuh kejutan tapi juga menyimpan sedikit kecaman.

"Aku orang yang menepati janji, kalau sudah mengatakan akan menikahimu berarti harus menikah," jawab Amber santai.

"Bagaimana kalau ternyata aku yang tidak mau?"

"Kalau begitu bilang dulu pada keluargamu. Jangan sampai mereka menyalahkanku."

Jesse menghela napas panjang, menatap teras butik yang penuh oleh orang-orang berpakaian serba hitam. Laki-laki berambut putih tidak pernah pergi dari sisi Amber. Pandangannya tajam dan sikapnya seolah mengatakan akan meremukkan tulang siapapun yang mendekati Amber. Ada perempuan mungil berambut hijau. Sekilas terlihat seperti perempuan muda pada umumnya tapi otot yang menonjol di lengannya yang terbalut kaos ketat dengan pisau tergenggam di tangan, Jesse tahu kalau dia bukan perempuan sembarangan. Belum lagi ada sekitar sepuluh laki-laki yang bertampang sangar, dingin, dan memandangnya tanpa senyum. Jesse menduga-duga kalau dirinya bisa jadi akan menjadi mayat di tempat ini kalau salah bertindak dan tanpa sengaja melukai Amber. Orang-orang ini pasti tidak akan membiarkannya hidup.

"Apa kamu selalu begini? Kemana-mana diikuti mereka?"

Amber mengangkat bahu. "Ini sedikit saja, biasanya dua kali ini. Bukankah kamu juga punya pengawal?"

Pandangan Amber tertuju pada manager serta asisten pribadi Jesse yang berdiri di bagain belakang dekat dinding. Keduanya berpeluh, menempel pada dinding, dan seakan takut untuk bergerak.

"Mereka bukan pengawal tapi asisten dan manager."

"Sama saja buatku. Dimitri ini, pengawal dan juga asisten." Amber menunjuk laki-laki berambut putih. "Aku rasa kita tidak perlu basa-basi lagi, tanggal pernikahan sudah ditentukan dan sebaiknya kamu hadir tepat waktu. Jangan membuatku malu!"

Ancaman Amber membuat Jesse kesal. "Kenapa kesannya kamu yang memerintahku?"

Amber tersenyum kecil, telunjuknya terulur untuk mengangkat dagu Jesse. Ia mendekat, hingga bibirnya hanya berjarak beberapa inchi dari bibir Jesse.

"Memang begitu kenyataannya, Jesse. Kamu dan aku hanya menuruti kontrak pernikahan saja. Siapa yang memerintah siapa? Aku rasa kamu bisa menganalisa sendiri."

Tidak mau kalah, Jesse menggertak balik. Meraih bagian belakang kepala Amber dan mengecup bibirnya. Tindakan yang membuat Amber melotot. Jesse berujar tanpa senyum.

"Kalau memang begitu aturan mainnya, bersiaplah untuk melayaniku, Amber. Sudah semestinya dalam pernikahan seorang istri melayani suami."

Kedua tangan Amber mengepal dengan tubuh mengejang. "Berani-beraninya kamu."

"Tentu saja aku berani, kamu sendiri yang mengatakan kalau kita sudah pasti menikah. Kenapa tidak kita jalani saja meskipun saling membenci. Kalau harus terjebak dalam neraka pernikahan, aku pastikan untuk mengajakmu terjun bersama ke dalamnya. Amber, cintaku yang cantik!"

Tertawa penuh ejekan, Jesse melepaskan kepala Amber. Memberi tanda pada asisten dan manajernya untuk pergi. Melangkah menuju mobil yang terparkir tanpa menoleh lagi. Meninggalkan Amber yang berdiri penuh dendam.

"Laki-laki cantik itu merasa dirinya hebat. Kita lihat saja nanti, siapa yang akan takluk duluan." Amber melambaikan tangan. "Kita pulang!"

Masih banyak masalah yang harus diselesaikan, terutama menyangkut kelompok Black Eagle dan barang-barang miliknya yang belum ditemukan. Amber tidak akan membiarkan masalah pernikahan merusak hidupnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro