Bab 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selama satu bulan menjelang pernikahan, kedua calon mempelai sama sekali tidak pernah bertemu. Jesse tidak berusaha untuk menelepon Amber dan begitu pula sebaliknya. Keduanya menjalani hidup masing-masing tanpa perlu bersinggungan dan bersikap asing seolah bukan pasangan yang akan menikah. Amber bersikap tidak peduli, meskipun hampir setiap hari selalu ada gosip tentang Jesse. Semuanya tentang calon suaminya yang berkencan dengan banyak perempun yang berbeda. Kemarin digosipkan dengan seorang foto model terkenal, berganti dengan presenter berita, lalu hari ini dikabarkan kembali dengan cinta masa lalunya, seorang anak pejabat sekaligus artis. Amber hanya membaca semua gosip itu sambil menggeleng, tidak tahu berapa banyak perempuan yang dipacari oleh calon suaminya.

"Benar-benar buaya!" makinya tanpa sadar saat televisi di ruang makan kembali menayangkan berita soal Jesse. "Semoga saja dia kena penyakit kelamin. Gonta ganti perempuan begitu!"

Terdengar deheman, Dimitri menggelengkan kepalanya yang besar. "Miss, tidak boleh bicara begitu."

"Kenapa?"

"Karena kalian akan menikah. Jadi, kalau dia punya penyakit nanti bagaimana dengan Miss."

Amber menyambar pisau roti di atas piring dan melemparkannya ke arah Dimitri yang dengan sigap menangkapnya dengan satu tangan.

"Jangan bicara sembarangan, Dimitri! Kau jelas tahu aku benci pernikahan ini."

"Maaf, hanya mengingatkan."

Kenyataannya bukan hanya Dimitri yang mengingatkan tentang pernikahan, hanpir setiap hari sang mama, Siera, maupun Raven selalu menyinggung soal pernikahannya. Mereka seakan berusaha agar ia tidak lupa kalau akan menikah. Makin dekat hari pernikahan, makin kesal Amber dibuatnya. Sikap orang-orang di sekitarnya sangat protektif. Ia dilarang keluar dengan beragam alasan yang sering terdengar tidak masuk akal.

"Siapa yang menjamin kamu keluar dan tidak terlibat pertikaian. Bagaimana kalau kamu terbunuh atau terluka karena pertempuran?"

Teriakan sang mama membuat Amber mau tidak mau menurut. Tetap di rumah hingga hari pernikahan tiba. Menyerahkan semua urusannya pada Raven dan Dimitri. Satu hari menjelang hari sakral, Amber menerima pesan dari nomor tidak dikenal.

"Bisa nggak pernikahannya diundur? Aku harus syuting video klip."

Amber mengabaikan pesan itu, menganggapnya hanya spam. Di hari pernikahan ia bangun seperti biasa, sarapan sedikit sebelum masuk ke ruang rias. Acara akan dilakukan di halaman rumahnya yang sudah dihias dengan indah. Deru kendaraan menandakan para tamu mulai berdatangan. Amber sudah siap dengan gaun pengantin dan tudung saat mendengar percakapan penuh kepanikan.

"Saya ingin meminta maaf, Madam. Sama sekali tidak menyangka kalau anak saya akan melakukan perbuatan memalukan seperti ini."

"Tenang, Bu. Kita akan cari jalan keluar."

Amber keluar dari ruang rias, menatap sang mama dan calon mertua perempuannya. "Ada apa, Mommy?" tanyanya saat melihat kekuatiran mereka.

Sang mertua menghampiri dan bicara dengan gugup bercampur takut. "Amber, Sayang. Maafkan kami, ta-pi Jesse belum datang sampai sekarang. Kami tidak tahu di mana dia karena ponselnya mati dan tidak bisa dihubungi."

Amber mengingat tentang pesan yang diterimanya kemarin. Memanggil Demitri dan menyerahkan ponselnya. "Ada satu pesan di sana. Lacak lokasi pemilik nomornya sekarang. Lakukan dengan cepat!"

Demitri membungkuk. "Baik, Miss!"

Menahan amarah di dada, Amber berdiri di depan cermin dengan wajah tertutup tudung. Ia tidak akan membiarkan laki-laki brengsek itu mempermalukannya di hari pernikahan. Entah bagaimana caranya, Jesse harus datang.

Beberapa saat kemudian Demitri datang dan melaporkan lokasi. Amber mengangkat gaun pengantin dan berpamitan pada sang mama serta calon mertuanya. "Kalian tunggu di sini, aku akan menjemputnya."

Tanpa bisa dicegah, Amber membawa banyak pasukan bersamanya. Meminta agar mereka menuju sebuah gedung. Ia tetap memakai gaun pengantin, tidak peduli kalau penampilannya terlihat aneh. Iring-iringan kendaraan melaju kencang di jalanan raya.

**

Masyarakat menatap antusias ke dalam gedung kesenian yang biasanya menjadi tempat pameran. Mereka mendengar berita kalau ada seorang penyanyi terkenal sedang syuting di dalam. Banyak sekali orang berkumpul di depan gedung, mereka adalah penggemar Jesse dari sebagian besar adalah anak-anak muda baik laki-laki maupun perempuan.

Mereka membawa banner besar bertulisan kata-kata cinta untuk Jesse, dengan wajah laki-laki itu tercetak di permukaannya.

"Kami cinta Jesse Livingston."

"Kami adalah penggemarmu, Jesse."

"Ayo, keluarlah. Berikan kami senyummu yang indah itu."

Banyak penjaga berjaga di depan pintu masuk gedung untuk menghalau para penggemar agar tidak masuk dan merusak suasana syuting. Perhatian penjaga terpecah saat beberapa kendaraan beroda empat warna hitam mengkilat meluncur ke area parkir gedung berlantai lima. Semua orang bertanya-tanya siapa gerangan orang-orang yang baru datang. Sedangkan di dalam kesibukan untuk pengambilan gambar Jesse dengan seorang talent perempuan berpakaian merah terus berlangsung.

Semua penjaga bersikap waspada saat penumpang kendaraan hitam keluar dari mobil. Jumlahnya puluhan orang, dan kesemuanya memakai setelan hitam dengan senjata di tangan. Di kendaraan paling depan, seorang laki-laki berambut putih membuka pintu jok belakang. Pengantin perempuan dengan gaun putih serta bertudung keluar. Bukan hanya penjaga yang melongo, para penggemar yang semula berteriak-teriak kini terdiam karena shock.

"Masuk!" perintah Amber keras.

Laki-laki berseragam hitam serempak memasuki gedung mengiringi langkah Amber.

"Berhenti! Siapa kalian! Dilarang memasuki gedung tanpa ijin!" Salah seorang penjaga berteriak, mengancam dengan alat kejut dan pemukul di tangan. Demitri maju, beberapa penjaga yang menghalangi dengan mudah disingkirkan. Ia melumpuhkan lima penjaga sendirian. Memukul wajah, kepala, serta bagian tubuh mereka hingga berdarah-darah. Demitri sama sekali tidak terluka saat harus melawan beberapa orang sekaligus. Pernyerbuan itu membuat masyarakat dan kelompok penggemar ketakutan. Semua orang berteriak dan menjerit lalu menelungkup di tanah saat terdengar tembakan.

"SEMUANYA, TIARAP DI TEMPAT!"

Jesse Livingston tertegun, saat sutradara menghentikan pengambilan gambar. Seorang perempuan berpakaian mini merah bergelayut di lengannya. Semua pandangan tertuju ke arah pintu masuk di mana tembakan terdengar.

"Apa yang terjadi?" tanya si sutradara.

Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaannya. Serombongan orang menyerbu masuk, dipimpin perempuan bergaun pengantin.

"Apa-apaan ini?" teriak Jesse kesal. Menyingkirkan perempuan bergaun merah dari sisinya. "Siapa mereka, kenapa tidak ada yang menghalangi untuk masuk?"

Si pengantin perempuan mendekat, menatap Jesse lekat-lekat. "Kamu lupa kalau hari ini kita menikah?"

Jesse terkesiap. "Amber?"

"Kenapa kamu tidak datang padahal semua orang sedang menunggu."

"Tapi, aku belum setuju untuk menikah. Maksudku, aku sudah mengirim pesan untuk menunda pernikahan. Kamu lihat bukan, aku sedang sibuk."

Dari balik tudung Amber mendengkus. "Kau pikir hanya dirimu yang sibuk, Jesse? Sayangnya, tidak ada kesempatan untuk menolak. Mau tidak mau kamu harus menikah denganku hari ini juga!"

"Tidak, Amber. Dengar, pernikahan ini nggak boleh dilakukan. Kita tidak saling cinta! Paling tidak, beri aku kesempatan untuk menyelesaikan syuting hari ini. Tolonglah, ini penting untukku!"

Teriakan Jesse tidak membuat Amber gentar. Melambaikan tangan ke udara, Amber berteriak.

"Bawa dia!"

Kekisruhan terjadi saat kru berusaha menghalangi tindakan Amber yang ingin menculik Jesse. Namun, semua orang yang ingin menolong berakhir di lantai dengan tubuh berdarah. Jesse digotong dua laki-laki dan dengan paksa membawanya ke mobil. Amber memimpin jalan, tidak peduli kalau Jesse berusaha memberontak. Orang-orang yang berada di luar gedung hanya bisa ternganga mendengar teriakan Jesse.

"Turunkan aku! Sialan! Siapa pun itu, selamatkan akuu!"

Tidak ada yang berani bertindak, Amber dan anak buahnya terlalu perkasa untuk dilawan. Saat kendaraan yang dinaiki Amber menghilang, banyak ponsel terarah pada apa yang terjadi. Beberapa di antaranya merekam dan memberikan pada media. Dalam sekejap seluruh warga kota dibuat geger dengan adanya penculikan seorang penyanyi kondang, Jesse Livingston. Dalang dari penculikan adalah perempuan bergaun pengantin. Tidak ada yang tahu identitas perempuan itu karena wajahnya tertutup tudung.

Di dalam kendaraan yang melaju cepat, Jesse tidak hentinya memaki. Baru kali ini merasa sangat marah dan terhina karena diculik. Ia ingin bicara dengan Amber, sayangnya perempuan itu berada di kendaraan yang lain. Ia tidak percaya akan tetap menikah meski sudah berusaha untuk menolak.

"Kalian kurang ajar sekali! Turunkan akuu!"

Tidak ada yang menggubris permintaannya. Kendaraan terhenti di sebuah rumah pantai yang sudah dihias sedemikian indah dan megah. Jesse memeja, menyadari dirinya dibawa kemana. Ia tidak bisa bergerak saat digelandang masuk. Dua laki-laki dan satu perempuan memaksanya berganti pakaian dan menata rambut. Ia tidak bisa bergerak terlebih melarikan diri karena dijaga ketat. Saat selesai semuanya, Jesse berdiri di depan cermin dalam balutan tuxedo hitam.Ternyata, kekuatan Amber memang tidak main-main. Perempuan itu akan melakukan apa pun untuk mencapai semua keinginannya.

Pintu ruang ganti membuka, Dimitri mucul bersama Amber. "Kita masuk sekarang. Sudah waktunya!"

Amber meraih lengan Jesse dan setengah memaksa menggandengnya ke pintu.

"Kenapa kamu memaksa sekali untuk menikah?" gumam Jesse.

Amber meneggakan kepala dengan jari mencengkeram lengan Jesse. "Kita bisa bercerai nanti, tapi hari ini harus dilewati dan pernikahan ini harus diselesaikan."

Ucapan Amber yang terdengar sangat teguh dan dingin membuat Jesse bergidik. "Kamu benar-benar perempuan tidak punya perasaan."

"Memang, perasaanku sudah mati di hari aku setuju menikah dengamku. Camkan itu!"

Semua tamu undangan berdiri di tempat mereka saat Amber bergandengan dengan Jesse menuju altar pernikahan. Untaian bunga menjuntai dari langit-langit, menebarkan aroma wangi yang menenangkan. Saat musik terhenti, Amber berteriak keras.

"Mommy, jangan kuatir. Aku sudah membawa Jesse untuk menikah!"

Jesse terbelalak malu, begitu pula para tamu. Mereka terkikik geli. Orang tua Jesse dan tiga saudaranya melongo karena baru tahu kalau Jesse dipaksa untuk menikah. Saat pernikahan disahkan, semua orang bertepuk tangan. Judy diam-diam terisak di sapu tangannya, begitu pula Siera yang berdiri di sampingnya. Terharu dengan proses pernikahan yang berjalan lancar.

"Cium! Cium!"

Teriakan para tamu membuat Jesse menghela napas panjang. Jarinya bergerak untuk mengangkat tudung Amber dan terkesiap. Amber sangat cantik dengan riasan tipis di wajah. Meskipun tidak tersenyum tapi tetap terlihat menawan. Jesse mendekat dan berbisik lirih.

"Bersiaplah, aku akan menciummu."

Awalnya Amber tidak mengerti, kenapa harus bersiap untuk sebuah ciuman. Bukankah satu kecupan ringan sudah cukup. Tapi ternyata dugaannya salah. Jesse mengusap bagian belakang kepalanya, mendekatkan bibir mereka dan tanpa diduga melumatnya.

Amber ternganga dan itu adalah kesempatan Jesse untuk terus mencium. Satu tangan Jesse melingkari pinggang Amber dan tangan lain mencengkeram bagian belakang kepala. Melumat, memagut, dan mencium dengan penuh nafsu, membuat para tamu terkikik dengan wajah memerah menahan malu. Saat Jesse mengakhiri ciuman, senyum tersungging di bibirnya.

"Bagaimana ciumanku tadi, istriku, Sayang? Aku pandai melakukannya dan akan memastikan kamu menciumku setiap ada kesempatan!"

Rasa malu menyergap Amber, meski begitu berusaha untuk tetap tegar. Ia menatap Jesse yang kini telah resmi menjadi suaminya. Merencanakan pembalasan untuk apa yang terjadi hari ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro