Batin_Tiga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam semakin beranjak naik. Di luar kamar, masih terdengar aktivitas orang-orang yang ramai membereskan sisa-sisa pesta. Tentu saja tidak ada yang tahu tentang aktivitas di dalam kamar pengantin. Yuda dan Tiwi kini telah menyatu lahir dan batin.

"Makasih, Sayang," ucap Yuda seraya mengecup kening Tiwi. "Makasih udah menjaga milikku dengan baik selama ini."

Tiwi mengangguk pelan sembari tersenyum. Apa yang ditakutkannya tidak semengerikan yang terjadi. Ia bisa melaluinya dengan nyaman. Tentu hal itu tidak lepas dari perlakuan Yuda juga, dan drama korea tadi.

"Makasih juga, Mas." Tiwi berucap sembari tersipu.

"Sama-sama, Dik. Ya udah, tidur, yuk," ajak Yuda.

"Loh, Mas nggak bantuin di luar?"

Yuda menatap Tiwi penuh tanya. "Harus ya, Dik? Aduh, gimana ini. Kamu mau keluar?"

"Ya enggak mungkin, Mas." Tiwi sedang tidak nyaman dengan apa yang terjadi pada tubuhnya setelah kejadian manis tadi.

"Aku juga, Dik. Sungkan mau keluar. Tapi, sungkan juga di dalam kamar."

"Aku godain Mas aja." Tiwi terkikik.

"Hemm, gitu. Aku gituin lagi, loh." Yuda balas menjahili Tiwi.

"No, no." Tiwi menggerakkan tangannya.

Yuda pun merengkuh tiwi ke dalam dekapan. Ia lalu mencium pucuk kepala Tiwi dengan penuh kasih.

"Aduh, harus mandi sebelum subuh ya, Mas?" keluh Tiwi tiba-tiba.

"Iya, dong. Udah paham kan, cari mandinya?"

"Paham, sih. Tapi, aku malu kalau ketahuan keramas pagi-pagi."

Yuda tertawa mendengar penuturan Tiwi. "Kenapa malu?"

"Ya, pasti orang rumh bakal mikir kalau kita udah ngapa-ngapain, gitu." Tiwi menutup wajahnya.

Yuda terawa mendengar ucapan polos istrinya. Ia lalu mengusap pucuk kepala Tiwi. "Udah halal, Sayang. Wajar itu."

"Malu, ah." Tiwi mengubah posisi dari telentang menjadi membelakangi suaminya.

"Kalau gitu kita bangunnya sebelum orang rumah bangun. Gimana?"

Tiwi menautkan kedua alis mata. Menurutnya saran suaminya cukup tepat. "Oke, deh. Selamat tidur, suamiku sayang."

***

Tepat sesuai rencana, Tiwi bangun setengah jam sebelum azan Subuh. Begitu juga dengan Yuda. Kamar mandi melewati kamar kedua orang tua dan adik Tiwi. Mereka pun membuka pintu kamar dnegan pelan. Begitu juga saat menuju kamar mandi. Bergerak tanpa suara.

"Kita kayak mau maling," celetuk Yuda begitu sampai di depan kamar mandi.

Tiwi menempelkan telunjuk di depan bibir. "Nggak boleh bicara."

Yuda manggut-manggut. Ia pun mengunci mulutnya dengan jari. Mereka pun bergantian mandinya. Orang-orang di rumah belum ada yang bangun. Tiwi yang masuk terlebih dahulu.

Perempuan yang sudah bergelar istri sekarang mandi dengan kalem. Ia mengusahakan tidak terdengar suara guyuran air hingga selesai.

"Udah, mas. Cepetan mandi. Jangan berisik, ya."

Yuda menjawab dengan mengacungkan ibu jari. Ia pun masuk ke kamar mandi.

Tiwi berdiri sebentar di depan kamar amndi untuk mengeringkan rambut dengan handuk di tangan. Setelah selesai, ia pun melangkah meninggalkan kamar mandi. Namun, baru juga lima langkah, dirinya tersentak.

Byuurr! Byuurr! Byuurr!

Suara siraman air dari dalam kamar mandi terdnegar cukup keras. Tiwi hanya bisa pasrah dengan kelakuan suaminya.

Beberapa saat kemudian. Setelah semua sampai di kamar.

"Salat jamaah, ya," ujar Yuda.

Tiwi manggut-manggut. Ia bahagia akhirnya memiliki imam untuk salatnya. Ia tidak lagi salat sendirian di kamar.

Pengantin baru itu pun mulai mendirikan salat Subuh, yang sebelumnya diawali dengan salat sunnah Qobliyah Subuh. Lantunan ayat suci yang keluar dari bibir Yuda, terdengar merdu.

Setelah salat selesai didirikan, Tiwi segera melipat mukenanya. Ia hendak membantu membersihkan rumah. Namun, baru akan membuka pintu, Yuda memeluknya dari belakang.

"Apa, sih, Mas?" tanya Tiwi lembut.

"Di sini aja," jawab Yuda dengan nada manja.

"Sungkan, ih. Masa yang lain beberes, kita di kamar terus."

"Nggak akan ada yang berani protes ke pengantin baru."

"Kenapa bisa gitu?" tanya Tiwi heran.

"Bapak sama Ibu sudah nungguin lama datangnya cucu pertama." Yuda lalu menghidu rambut Tiwi yang masih basah.

"Terus?" Tiwi mulai curiga. "Jangan bilang kalau—"

"Betul!" seru Yuda seraya mengangkat Tiwi ke ranjang.

Tiwi pun tergelak mendapati aksi tiba-tiba sang suami. "Eh! Eh! Mau ngapain?!"

"Yang kayak semalam," kata Yuda seraya membuka kemeja.

Tiwi mengerjap kaget. "Mas, rambutku masih basah, nih."

"Air di kamar mandi nggak akan habis kalau kita mandi lagi."

Tiwi tercengang. Ia tidak menyangka jika suaminya begitu bersemangat ingin mengulang peristiwa manis semalam, bahkan saat mereka baru bebersih diri.

Apa kehidupan suami istri kayak gini? tanya Tiwi dalam hati.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro