Chapter 14 - END

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Setelah Ara pergi, Vernon limbung. Kedua lututnya menghantam kerasnya lantai dan ia menangis.
Betapa sulit baginya untuk berpisah dengan Ara, makhluk fana yang telah memiliki seluruh jiwa raganya. Tak tega ia mengirimkan gadis itu kembali ke bumi. Tapi jika tidak begitu, Ara akan berada dalam bahaya.

"Siapa yang memberimu kuasa untuk mengirim gadis itu pulang?" Terdengar suara Michael di belakang tubuhnya.
"Lancang sekali kau!" Ia berteriak marah. "Aku bahkan belum sempat bermain-main dengannya."

Rahang Vernon kaku. Menghapus air matanya, sosok itu bangkit. Geram, ia berbalik lalu menatap Michael dengan tajam. "Aku takkan membiarkanmu menyentuhnya," ujarnya.

"Makhluk lancang seperti gadismu itu harus diberi pelajaran!" Michael berteriak kencang.

"Dan aku takkan memaafkanmu jika kau melakukannya!"

Vernon melesat, mencoba menyerang Michael. Sempat terlibat perkelahian fisik, malaikat tertinggi itu berhasil menghempaskan tubuh Vernon dengan keras.

"Jangan macam-macam denganku, makhluk terbuang. Kekuatanku beberapa tingkat lebih tinggi darimu. Aku bisa saja memusnahkanmu hanya dengan sekali sentuh." Michael mencengkeram leher Vernon dan siap menerkam kerongkongannya.

Vernon beradu tatap dengan Michael tanpa gentar.
"Coba musnahkan aku kalau kau berani. Menghabisi satu Nephilim lagi, dan kau akan tahu risikonya." Vernon menantang.
"Perjanjian antara kaum malaikat dan Nephilim belum disepakati. Jadi, jangan macam-macam," lanjutnya.

Michael mengeram. Ia mengangkat tubuh Vernon tinggi-tinggi, lalu menghempaskannya dengan keras, ke lantai.

°°°

Ketika Ara membuka mata, Zach yang pertama kali menghambur ke arahnya, memeluknya erat sambil sesenggukan.

"Syukurlah kau kembali dengan selamat, Ara. Kami mengkhawatirkanmu." Pemuda itu mengucap syukur.

Ara mengerjap. Ia bangkit dibantu Zach dan Bob. Menatap sekitar, ia sadar bahwa ia berada di tempat ritual sewaktu ia memutuskan pergi ke langit bersama Danny.

Dan yang ia lihat sekarang di ruangan itu hanyalah Zach, Bob, dua vampir, Hans dan June. Beserta Sam.

Tak ada Danny, tak ada pula Nephilim yang lain.
Dan ia sadar, ia kembali ke dunia tanpa mereka.

Tangis Ara pecah. "Aku tak bisa membawa mereka kembali, Zach. Aku tak bisa membawa mereka kembali." Dan ia sesenggukan.

Zach memeluknya erat, mencoba menenangkannya. Bob menatap adegan itu dengan pilu, termasuk dua vampir yang juga hanya mampu berdiri mematung.

°°°

2 tahun kemudian

***

Ara memulai hidup baru dengan baik.
Setelah sempat berhenti sekolah, ia memutuskan untuk mengikuti ujian susulan. Dan setelah lulus, ia bekerja di sebuah mini market sebagai kasir.

Bob, Imp yang berprofesi sebagai dokter itu senantiasa ada disisinya untuk menghadapi masa-masa sulit.

Bahkan ketika ia nyaris hancur ketika berpisah dengan Vernon, ketika ia harus kembali ke dunia tanpa dirinya, tanpa Danny, dan tanpa para Nephilim yang lain, Bob selalu ada untuknya.
Menghiburnya, melewati masa-masa sulit.

Lelaki itu juga yang membantu dirinya untuk kembali mendapatkan sebuah tempat tinggal. Tepat di tempat yang sama, bekas rumahnya yang dulu sempat luluh lantak ketika meledak dan menyebabkan Harry meninggal.

Bob berbaik hati untuk membangunkan sebuah rumah sederhana untuknya. Dan ide itu muncul.
Ia ingin punya rumah, tepat di bekas rumahnya yang dulu. Di samping rumah tua yang dulu ditinggali Vernon dan saudara-saudaranya. Tidak bermaksud membuka luka lama, tapi tempat itu terlalu sayang untuk dilupakan. Begitu banyak kenangan yang ingin ia simpan, selamanya.

Dan untungnya Bob bersedia. Dengan kemampuan finansialnya yang boleh dibilang di atas rata-rata, ia membangun sebuah rumah di sana. Tidak sama persis, tapi itu jauh lebih baik.

Persahabatan yang unik juga terjalin antara dirinya, Zach si Hunter, dan juga Hans beserta June.
Aneh. Tapi begitulah adanya.

Perbedaan di antara mereka tidak menyurutkan ikatan batin untuk tetap menjalin persahabatan. Zach punya hubungan yang baik dengan Imp. Ia bahkan juga punya hubungan yang baik dengan Hans dan June. Terlihat lucu ketika si pemburu dan si target akhirnya malah bersahabat.

Ara tak tahu bagaimana tepatnya itu terjadi. Tiba-tiba saja sesaat setelah ia kembali ke dunia dari acara 'jalan-jalan' ke langit dua tahun yang lalu, mereka semua jadi dekat satu sama lain. Imp, Hunter, dan Vampir.

Bukan berarti Zach berhenti jadi Hunter. Ia masih menjalankan tugasnya dengan baik. Tapi hanya pada beberapa Vampir yang benar-benar membahayakan manusia. Dan menurutnya, Hans beserta June, mereka tidak berbahaya.

Dan Ara bersyukur, mereka selalu ada untuk dirinya melewati masa-masa sulit.

Zach masih saja jungkir balik mengejar-ngejar cintanya. Dan Ara juga bakal jungkir balik untuk menolaknya.

"Apa aku kurang tampan sehingga kau menolak cintaku?" tanyanya ketika suatu sore ia berkunjung ke rumahnya, beserta Hans dan June. Bob ikut juga. Ah, mereka seperti sebuah genk sekarang.

"Aku takkan mau jadi pacarmu, titik," jawab Ara.

"Kenapa? Kau masih mengharapkan Vernon?"

"Jika Vernon tidak kembali, aku akan memutuskan untuk jadi perawan tua," jawab Ara.

"Ara, jika kau memutuskan jadi perawan tua, aku juga akan membujang selamanya!" sungut Zach. Ara tergelak menghadapi lelaki yang pantang menyerah itu.

Seperti biasa, Hans dan June hanya terkikik menyaksikan tingkah polah sahabatnya itu.

"Ah, sudahlah. Ayo ikut dengaku." Bob bangkit dan merangkul pundak Zach.
"Aku punya teman seorang dokter yang sangat cantik. Akan kukenalkan dia padamu," ajaknya.

Bola mata Zach mengerjap.
"Dokter? Cantik?"

Bob mengangguk.

"Manusia, kan? Bukan makhluk jadi-jadian, kan?" Zach berujar.

"Manusia lah." Bob menjawab ketus.

"Apa dia seksi?"

Lagi-lagi Bob mengangguk.
"Saaangat seksi. Jika dibandingkan dengan Ara, aih, tak ada apa-apanya. Body Ara itu kerempeng. Tapi kalau temanku, ia seksi, padat dan berisi. Kau pasti suka," ia melirik ke arah Ara.
"Sungguh?" Zach terdengar antusias.

Ara menggigit bibirnya kesal.
"Enyah kalian dari rumahku! Dasar Jones!" jeritnya.

Bibir Zach mencibir, lalu beranjak pergi bersama Bob.

"Oh iya, Ara. Besok jangan pulang terlalu larut. Ramalan cuaca mengatakan akan terjadi hujan badai besok malam." June berujar sebelum mengikuti Bob dan Zach keluar.

"Iya. Thanks, June," jawab Ara.

"Jangan lupa habiskan makan malam yang kami bawakan." Hans ikut bersuara.

Ara tersenyum lalu menjawab, "Siap."

"Ara, jika teman Bob tidak secantik dirimu, aku tetap akan mengejar cintamu saja!" Zach masih sempat berteriak dari halaman rumah.

Ara memutar bola matanya kesal. "Ogah!" jeritnya.

Dan ia mendengar gelak tawa pria-pria tersebut.

***

Tepat pukul 9 malam ketika Ara dalam perjalanan pulang dari tempat kerjanya. Cuaca sedang hujan deras. Sebenarnya beberapa rekannya sudah melarangnya pulang terlebih dahulu dan memintanya untuk menunggu hujan reda, tapi Ara menolak.

Daripada tinggal di sana, akan lebih baik kalau ia bisa segera sampai di rumah dan bergelung di bawah selimutnya yang hangat.

Langkah kakinya baru sampai di perempatan jalan, dua blok dari rumahnya ketika tiba-tiba saja ia mendengar suara bergemuruh.

Spontan gadis itu berhenti lalu mengalihkan payungnya untuk melihat ke arah datangnya suara gemuruh tersebut. Ia menggerakkan payungnya dengan perlahan, lalu mendongak dengan hati-hati. Dan di sana! Tepat di atas kepalanya, cabang pohon itu bergerak dengan dahsyat, menimbulkan suara gemeretak, lalu meluncur ke arah dirinya!

Kedua bola mata Ara membelalak. Kakinya ingin berlari tapi entah mengapa ia seperti kehabisan tenaga. Bahkan untuk berteriak saja ia seakan tak mampu. Ya Tuhan... hatinya memekik.

Dan itu terjadi dengan begitu cepat.

"Awas!" Seseorang berteriak, menubruk dirinya dengan tubuhnya sendiri, hingga gadis itu terpental, menjauh, tepat ketika cabang pohon itu berdebum ke tanah.

Ara meringis. Tubuhnya terjatuh ke aspal. Tapi anehnya ia merasa aman. Seseorang mendekap tubuhnya dengan sikap protektif.
"Kau baik-baik saja?"

Dan suara itu seakan membangunkannya dari koma. Kedua matanya terbuka dan segera tatapan mata itu beradu dengan mata coklat memikat dari seorang pemuda yang tengah mendekap tubuhnya.

Ara menelan ludah. Keduanya berpandangan.

Layaknya deja vu ...

Situasi ini, sama persis ketika ia pertama kali bertemu dengan ... Vernon!

Ia baru saja akan berkata-kata ketika beberapa orang berdatangan dan menghampirinya dengan cemas.

"Nona, kau tak apa-apa?"
"Apa kau perlu ke rumah sakit?"
"Apa kau terluka?"

Mereka bertanya silih berganti.

Ara menatap ke arah pemuda yang tadi menyelamatkannya dan ia menyadari bahwa pemuda itu sudah tidak ada.

Tenggorokan Ara tercekat. Segera ia ingat akan sesuatu.

Tanpa berkata-kata lagi, gadis itu bangkit tanpa memungut kembali payung dan tas kerjanya lalu segera berlari sekuat tenaga. Menuju rumahnya.

Tidak, bukan menuju rumahnya. Tapi menuju rumah tua menyerupai kastil yang tepat berada di samping rumahnya.

Napasnya tersengal. Dengan keadaan basah kuyup karena guyuran hujan, ia menatap ke arah bangunan yang berdiri kokoh itu. Dan keadaan rumah itu masih sama seperti dua tahun terakhir. Tampak gelap, terlihat tak berpenghuni.

Namun Ara tak patah semangat.

Ia menyingkap roknya lalu segera beranjak, menaiki pagar pembatas.
Pagar rumah itu terkunci sejak lama, jadi satu-satunya cara untuk melihat keadaan dalam rumah sana tentu saja dengan memanjat pagar.

Ketika sudah berada di atas pagar, ia melongokkan kepala dan melihat remang-remang cahaya di dalam rumah tersebut.
Antusiasmenya makin bertambah. Pasti ada orang di dalam sana.

"Mencariku?"

Suara itu lembut, tapi cukup membuatnya tersentak. Ia menunduk mencari arah datangnya suara tersebut.
Dan tatapan matanya menangkap sesosok lelaki jangkung, bersurai gelap, tengah tersenyum lembut ke arahnya.

Ara mematung. Itu ... Dia!

"Ver ... non ..." Nama itu terucap dari bibir Ara yang mungil. Air matanya merebak.

Lelaki itu mengangguk.

"Iya, ini aku. Aku sudah kembali, untukmu," ucapnya. Lelaki itu merentangkan kedua tangannya.
"Kali ini aku yang akan menangkapmu. Kemarilah," ucapnya lagi.

Bibir Ara bergetar. Tadinya ia berniat turun pelan-pelan dari atas pagar, lalu menghambur ke arah sosok itu. Nyatanya, lulutnya lemas, lengan tanganya juga, dan tangisnya nyaris meledak.

Gadis itu limbung, kehilangan keseimbangan. Hingga akhirnya tubuhnya meluncur bebas dari atas pagar.
Tapi seperti yang lelaki itu ucapkan, ia akan menangkap tubuhnya. Dan benar saja. Vernon menangkap tubuhnya dengan sempurna.

"Sudah kubilang, aku akan menangkap tubuhmu," bisik Vernon lagi seraya menurunkan tubuh Ara dari gendongannya dengan perlahan.

Ara tak bersuara. Terlalu bingung untuk mencerna apa yang sedang terjadi di antara mereka.
Ia masih mengira bahwa ia bermimpi sampai akhirnya ia merasakan jemari Vernon menyentuh pipinya dengan lembut.

"I'm back, for you," desisnya lirih. Terlihat kedua mata lelaki itu juga basah.

Dan seketika tangis Ara pecah. Ia menghambur ke arah lelaki tersebut lalu memeluknya erat.
"Aku benar-benar tak mengira kalau kau akan kembali ke sini," ucapnya diselingi isak tangis.

Ia merasakan Vernon menarik napas panjang. Lalu pria itu balas memeluknya, lebih erat.
"Ceritanya panjang," jawabnya.

"Lalu yang lainnya?"

"Mereka ada di dalam." Vernon menjawab.

"Sungguh?" Ara menarik diri dan menatap Vernon nyaris tak percaya.
Lelaki itu tersenyum lagi dan mengangguk.
"Ayo." Ia menggandeng tangan Ara dan mengajaknya masuk ke rumah.

Dan kebahagiaan Ara membuncah ketika ia menyaksikan para Nephilim ada di sana.
Jose, Roa, Daniel dan juga Danny.
Mereka menebarkan senyum bahagia lalu bergantian memeluk Ara.
"Kalian benar-benar kembali? Sejak kapan?" Ara bertanya bingung.
"Ya, kami baru kembali. Sejak tadi sore. Imp dan yang lainnya sudah tahu. Tapi kami sengaja melarangnya memberitahumu agar bisa menjadi kejutan," jawab Daniel.

"Bagaimana kalian bisa keluar dari sana? Bagaimana kalian bisa kembali ke dunia?" Ara tak bisa menyembunyikan keheranannya.

"Kontrak politik." Jose yang menjawab.

Ara menoleh ke arah Vernon, mencoba mencari jawaban lebih jelas.
"Perjanjian," dan lelaki itu menjawab.

"Perjanjian apa? Apa kalian jadi manusia?"

Vernon terkekeh.
"Tidak, kami masih tetap menjadi Nephilim."

"Lalu?"

"Perjanjian untuk tidak memburu kami lagi. Selama kami di penjara oleh para malaikat, kami melakukan negoisasi, lalu membuat perjanjian dengan mereka. Selain karena alasan aib, ketakutan terbesar para malaikat adalah kami akan melakukan pemberontakan. Jadi kami melakukan perjanjian bahwa malaikat dilarang memburu Nephilim, dan kaum kami tidak akan pernah melakukan kudeta. Sebaliknya, jika ada dari malaikat yang memburu kami lagi, maka kami akan mengerahkan semua pasukan kami, semua Nephilim dari seluruh dunia ini untuk menyerang dan menghancurkan langit. Dan akhirnya, mereka setuju dengan perjanjian itu."

"Kalian bertemu dengan Nephilim lainnya?" Ara berujar.

Jose mengangguk.
"Sekarang kami punya sepasukan Nephilim yang membuat kami merasa tak takut lagi untuk diburu," jawabnya. Bangga.

Ara ternganga.
"Lalu kalian kembali lagi ke sini?"

Jose mengangguk.
"Vernon terus menerus menangis dan memintaku untuk kembali ke sini, ke sisimu," jawabnya.

Vernon tersipu.
"Dia hampir gila karena memikirkanmu." Daniel menambahkan. Danny menatapnya dengan tatapan berkilat.
"Bukankah kau juga? Kau juga hampir setiap malam menagis meraung-raung meminta pada Jose agar bisa kembali bertemu Ara," bantahnya. Daniel melotot.
"Kau juga, kan?"
"Ya sudah, berarti kita senasib," sahut Danny kesal.

"Ara, jika Vernon tidak bersikap baik denganmu, berselingkuhlah dengan kami," ujar Daniel lagi.

Vernon segera melotot.
"Dan's Brothers, please!" teriaknya sambil merangkul pundak Ara dengan sikap protektif.

Roa hanya tersenyum lembut menyaksikan tingkah polah mereka.

"Ara, bicaralah denganku sebentar." Vernon menarik tangan Ara lalu membawanya menaiki tangga, menuju kamarnya. Keempat saudaranya yang lain bersorak.

"Vernon, apa yang akan kau lakukan berdua dengannya di kamar?" Danny protes terlebih dahulu.

Vernon tersenyum.

"Baju kami basah. Kami perlu ganti," ia menjawab santai.

"Jika dalam waktu 10 menit kau tidak keluar dari kamarmu, pintumu akan kudobrak!" Daniel ikut bangkit dan protes.

Roa berdiri, menepuk pundaknya lembut lalu menyuruhnya duduk.
Sementara Vernon dan Ara hanya terkikik.

"Tak apa-apa. Berlama-lamalah kalian di kamar. Dan setelah itu kalian akan kunikahkan." Jose berujar santai.

Vernon melebarkan matanya. "Ide yang bagus." Ia berseru seraya melemparkan senyum penuh arti ke arah Ara. Gadis itu tersipu.

Daniel dan Danny bangkit bersamaan sambil melotot ke arah Jose.
"Jose!" Protes mereka. Yang ditatap hanya tergelak.

***

"Ara, menikahlah denganku."

Kalimat yang meluncur dari mulut Vernon sukses membuat Ara ternganga.

"Aku tak ingin berpisah lagi denganmu. Aku ingin selalu di sisimu, menjagamu, mencintaimu. Karena itu, menikahlah denganku."

Ara terdiam sejenak, tak mampu menjawab.
"Tapi kita berbeda, Vernon. Kau makhluk abadi dan aku manusia." Dan akhirnya itu yang keluar dari mulutnya.

"Lalu?" Vernon bertanya bingung.

"Kau akan hidup selamanya, dan aku akan semakin menua, lalu mati," jawab Ara lagi.

"Kalau begitu, biarkan aku menjagamu, hingga kau menua. Dan tiada."

Ara menggeleng pelan.
"Ini akan terlihat aneh, Vernon. Kau akan senantiasa terlihat muda, dan aku ..."

"Aku bisa merubah penampilanku menjadi tua. Tak masalah."

"Tapi ..."

Vernon melangkah mendekati Ara, lalu mengecup bibirnya dengan ringan.
"Aku mencintaimu sebagai manusia. Yang umurnya bertambah, yang melahirkan banyak anak, lalu menua," ucapnya.
"Dan kelak jika kau menua, sakit-sakitan, maka aku yang akan menjagamu. Memijit kakimu, menggendongmu, memandikanmu, mendampingimu. Aku tahu ini takkan mudah. Tapi dengan bersamamu, kita pasti bisa melewatinya bersama. Melewati masa-masa yang tersisa bersamamu, tanpa melewatkannya sedikitpun."

Air mata Ara menitik.
Ia mencintai Vernon. Teramat sangat. Tapi membayangkan bahwa ia akan menua, mati, lalu lelaki itu akan menangisi kepergiannya, rasanya menyakitkan.

Apa pemuda itu akan menangisi kematiannya?
Apa Ia akan merasa kehilangan?
Apa hatinya akan hancur?

"Aku memang akan menangisimu jika kau menua kemudian tiada." Suara Vernon tercekat.
"Aku benar-benar akan menangisimu. Tapi jika kita sudah mempunyai anak dan cucu yang banyak, aku pasti baik-baik saja." Vernon menjawab, seolah mampu memahami rentetan pertanyaan di benak Ara. Air mata lelaki itu juga nyaris tumpah. Tapi ia mampu menahannya.

"Kita akan menikah, lalu punya banyak anak. Kelak jika kau tiada, aku akan menjaga mereka. Aku akan hidup ribuan tahun untuk mengawasi anak cucu kita, memastikan bahwa mereka tumbuh menjadi manusia yang baik, dan selalu baik-baik saja."

Ara menatap lelaki di hadapannya dengan lekat.

"Bersediakah kau?" Vernon kembali menyentuh pipi Ara dengan lembut.

Perempuan itu menelan ludah.

"Anak kita, akan seperti apa?" ia bertanya canggung.

"Hm?" Vernon tampak bingung.

"Maksudku, keturunan antara Nephilim dan manusia, akan melahirkan apa?"

Vernon terdiam. Kemudian ia mengangat bahu. "Aku tak tahu. Selama ini belum pernah ada keturunan antara manusia dengan Nephilim."

"Lalu, apa mereka juga akan diburu?"

Vernon menggeleng.
"Aku akan melindungi mereka, dengan nyawaku," ucapnya tegas.

Ara menunduk dan menggigit bibirnya dengan gusar.

"Mau mencari tahu?" tanya Vernon kemudian.

"Hm?" Ara mendongak dan menatap lelaki di hadapannya dengan bingung.

"Ingin mencari tahu kira-kira kita akan melahirkan keturunan seperti apa?"

Ara tak menjawab.

"Kalau begitu, ayo kita cari tahu," dan Vernon menarik perempuan itu ke dalam pelukannya, lalu menyambar bibirnya, melumatnya. Ciumannya terburu, dan menuntut. Seolah ingin melepas dahaga selama ribuan tahun.

Dan sambil membalas ciuman Vernon yang membara, Ara mengerang. Terdengar samar, tapi ia mengucapkan 'ya'.

Ya, ia akan menikah dengan Vernon.
Si Nephilim memikat yang telah mencuri hati, jiwa dan raganya.

***

Selesai.

Terima kasih sudah mengikuti cerita ini dari awal hingga selesai.
Banyak yang berkomentar kalau cerita ini mirip Twilight, tapi sungguh tidak ada niatan untuk menyamakan dengan cerita tersebut.

Ketika nulis ini, yang ada di kepala saya adalah sinetron Ganteng-Ganteng Serigala yang dipadu dengan novel-novel fantasy ala Richelle Mead dan Lauren Kate. 😂
Khususnya tokoh Roman, Nephilim memikat di novel Succubus.

Tetap, cerita ini jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran tetap saya butuhkan.
Matur tengkyu semuanya... 🙏

Btw, ini adalah cerita Full Fantasy pertama yang saya kerjakan. Dan saya kapok. Ternyata nulis Fantasy itu melelahkan sodara-sodara. Salut buat penulis fantasy di luar sana. 🙏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro