13. Ada Apa dengan Juna

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ada yang kangen Sama Juna?
Pendukung Juna bahagia di part ini karena sepenuhnya aku kasih part ini buat Juna dan Nai. Tapi Adit dan Ian juga kusebut. Hahaha ...

Selamat membaca.
.
.
.
♡♡♡

Pagi ini, awan terlihat cerah. Semangat baru Naina tekadkan dalam hati. Walaupun masih ada sisa gangguan tentang Ian dalam hatinya, tapi ia berusaha menepis. Jangan sampai masalah dengan Ian membuat semangatnya redup. Naina duduk di kursi kerjanya, siap menghadapi pekerjaan yang menumpuk.

Deringan telepon mengalihkan perhatian Naina. Ia bergegas meraih gagang telepon karena Juna yang menghubunginya.

"Iya, Pak," sapanya pada sang atasan.

"Bawakan berkas hasil rapat kemarin," perintahnya.

"Iya, Pak."

Sambungan telepon terputus. Naina bergegas memastikan berkas itu sebelum dibawa ke ruangan Juna. Sekarang tugasnya lebih banyak berinteraksi dengan Juna daripada Frida. Ia bergegas menuju ruangan Juna sambil membawa berkas yang diinginkan atasannya itu. Sebelum masuk, ia mengetuk pintu ruangan Juna. Naina menghela napas sejenak sebelum membuka pintu ruangan Juna. Pintu pun ia bukan dan beranjak masuk. Juna masih fokus pada berkas di hadapannya. Senyum Naina sungging.

Aku sebenarnya lebih suka lihat dia pakai seragam dokter daripada pakai jas.

Naina meletakkan berkas yang diminta Juna ke atas meja. "Ini berkas yang Bapak minta."

Juna hanya mengangguk. Tatapannya masih pads berkas yang sedang ia pelajari. Naina masih berdiri di depan meja kerja Juna. Ada perasaan ragu untuk mengungkapkan.

"Thank you for helping me," ucap Naina ragu.

"Just a coincidence," balasnya tanpa menatap Naina.

Kepala Naina mengangguk, lalu bergegas meninggalkan ruangan Juna. Setidaknya, dia sudah berterima kasih pada Juna karena menolong saat Ian mencekal lengannya.

"Wait!"

Langkah Naina terhenti sebelum membuka pintu. Ia membalikan tubuh. Pandangannya tertuju pada Juna.

"Mama memintamu datang ke rumah nanti sore. Beliau meminta berkas laporan gudang." Juna menyampaikan.

Kepala Naina kembali mengangguk, lalu kembali membalikkan tubuh untuk keluar dari ruangan Juna.

"Satu lagi."

Naina menghela napas. Tubuh kembali ia balikan. Juna tersenyum tipis. Sukses membuat Naina kesal. Raut Naina terlihat menahan sabar. Sabar menghadapi atasannya yang bertele-tele.

"Siapkan berkas untuk meeting dengan direktur PT. Superindo," lanjutnya.

"Ada lagi?" tanya Naina memastikan jika semuanya sudah cukup.

"Sudah. Kamu boleh pergi." Juna mengusir halus.

Naina bergegas meninggalkan ruangan Juna. Ia menghempaskan tubuh di atas kursi setelah tiba di ruangannya. Pandangannya beralih pada buket mawar dan sekotak kado di atas mejanya. Ada notes kertas di sisi meja yang kosong. Diraihnya notes itu.

Ada kurir antar itu buat Mbak Nai.
Nama pengirim nggak disebutin.

Ambar

Notes ia buang ke tempat sampah, lalu menatap buket bunga dan kotak di hadapannya. Tangannya bergerak membuka kotak tersebut, tapi diurungkan.

Ini nggak salah kirim, 'kan? Takutnya salah kirim, tapi sudah aku buka.

Naina meraih gagang telepon untuk menghubungi resepsionis.

"Halo," sapa Ambar dari seberang sana.

"Mbak Ambar, ini kurir nggak salah kirim, 'kan?" Naina memastikan. Belum banyak yang tahu Naina bekerja di tempat itu, tapi sudah ada yang mengirim bunga.

"Kayaknya sih nggak, Mbak." Ambar membalas.

"Ya sudah. Makasih, ya."

Telepon terputus. Naina meraih kotak yang terbungkus kertas warna biru muda, lalu membukanya. Dahinya berkerut ketika mendapati sepucuk kartu ucapan. Pikirannya langsung tertuju pada Ian. Bisa jadi kiriman itu dari Ian sebagai tanda minta maaf. Naina meraih kertas itu ragu, lalu membukanya.

Congratulations on your new job.
Good luck and success.

Aditya Putra

Senyum tersungging pada raut Naina. Napas lega ia hela. Memangidak salah alamat. Dan Adit-lah yang mengirim buket mawar dan kotak coklat itu. Sudah sepekan Adit tak menghubunginya. Naina pun tak melihat status Adit di WhatsApp-nya akhir-akhir ini. Ia meraih buket bunga itu, lalu mencium aroma mawar yang masih terlihat segar. Harum. Rasa bahagia mewarnai hati Naina. Sudah sekian lama ia tak mendapat kejutan dari seorang laki-laki. Kali ini, ia kembali mendapat kejutan dari laki-laki, dan yang pasti bukan Seno, mantannya yang pernah memberi kejutan.

Perhatian Naina teralih ketika ponselnya berdering. Naina meletakkan buket bunga di atas meja, lalu meraih ponselnya yang masih berdering. Ia bergegas menggeser ke warna hijau karena Frida menghubunginya.

"Iya, Bu Frida," sapa Naina ketika panggilan trlepon tersambung.

"Nai, apa Juna sudah menyampaikan pesan Tante sama kamu?" tanya Frida.

"Oh, iya. Sudah, Bu," balas Naina.

"Nanti pas mau ke sini, tolong belikan kue di toko kue biasa waktu kita pertama ketemu." Frida menyampaikan.

"Iya, Bu. Nanti bisa kirim lewat pesan apa saja kue yang Ibu inginkan." Naina patuh.

"Hari ini bukannya ada meeting dengan direktur PT. Superindo? Belum berangkat?" tanya Frida.

"Belum, Bu. Mungkin sebentar lagi."

Perhatian Naina teralih ketika melihat Juna berjalan menuju meja kerjanya. Naina membetulkan posisi duduknya.

"Semoga kalian bisa bekerja sama dengan baik."

"Saya akan melakukan yang terbaik untuk kantor ini."

Naina beranjak dari kursi ketika Juna tiba di depan meja kerjanya. Ia menyungging senyum. Juna tiba di hadapannya. Tatapan Juna langsung tertuju pada bunga mawar dan sekotak coklat di atas meja kerja Naina.

"Terima kasih, Nai."

"Apa berkasnya sudah disiapkan?" tanya Juna datar.

"Sudah, Pak." Naina meraih berkas yang sudah ia siapkan dan memberikannya pada Juna.

"Nai ..."

"Iya, Bu Frida. Ini ada Pak Juna. Sepertinya kami akan berangkat menuju tempat meeting." Naina menyampaikan.

Perhatian Juna teralih pada Naina karena nama mamanya disebut.

"Tante mau bicara sama Juna sebentar," pinta Frida.

"Baik, Bu." Naina mengulurkan ponselnya pada Juna.

Juna menatap ponsel milik Naina yang terulur. Dahinya berkerut.

"Bu Frida ingin bicara dengan Anda," kata Naina lirih.

Juna meletakkan map di atas meja kerja Naina, lalu meraih benda pipih itu. Naina merapikan mejanya untuk siap-siap, karena dia akan ikut Juna untuk meeting. Bisa jadi, setelah dari tempat meeting langsung ke rumah Frida. Naina tak ingin tahu obrolan Juna dan mamanya.

Setelah obrolan Juna dan Frida selesai, Naina dan Juna bergegas meninggalkan kantor untuk menuju tempat meeting. Jika dilihat, Naina dan Juna sangat serasi. Sayang, mereka sama-sama tak memiliki perasaan lebih. Selama di dalam mobil, mereka menjaga jarak. Tak ada obrolan selain pekerjaan. Selebihnya, satu sama lain diam dengan pikiran masing-masing.

♡♡♡

Benar. Setelah selesai meeting, mereka langsung menuju rumah Frida. Sebelum itu, Naina meminta untuk mampir ke toko kue sesuai permintaan Frida. Juna tak bisa membantah. Ia menuruti keinginan Naina. Bukan keinginan Naina, melainkam permintaan mamanya.

Naina turun dari mobil ketika mereka tiba di halaman toko kue. Juna menanti di dalam mobil karena enggan turun untuk menemani Naina. Itu tugas Naina yang telah mendapat mandat dari mamanya, jadi Juna tak ingin ikut campur. Naina memasuki toko kue sendiri. Ingin sekali Naina membelikan kue untuk mamanya karena sedang kebetulan di toko kue itu, tapi saat ini dia sedang bertugas. Ia mengurungkan keinginanya.

Tak butuh waktu lama, Naina bergegas keluar setelah pesanan Frida sudah terbeli. Ia bergegas masuk ke dalam mobil. Naina melirik Juna dengan ekor mata. Laki-laki itu sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Sopir melajukan mobil ketika urusan Naina di toko kue selesai.

"Akan kuusahakan untuk datang ke sana," kata Juna pada seseorang di seberang sana.

Tatapan Naina masih pada luar kaca sambil mendengar obrolan Juna. Ia tak ingin tahu, tapi kondisi memaksanya untuk tahu apa yang sedang Juna bicarakan.

"Aku tidak bisa janji," imbuh Juna.

Suasana seakan dikuasai Juna. Sopir dan Naina hanya bisa diam, menjadi pendengar setia bosnya. Entah apa yang sedang Juna bicarakan dengan seseorang di seberang sana. Obrolannya cukup serius, bisa dilihat dari raut Juna saat berbicara.

Juna menghela napas. Bagaimana aku datang ke acara itu bersama pasangan? Setelah putus dengan Amel, aku belum menemukan pengganti Amel, dan mungkin akan susah.

Suasana mendadak hening setelah Juna mengakhiri panggilan telepon. Semua fokus pada pikiran masing-masing. Juna fokus dengan pikirannya mengenai hadir di acara pesta pernikahan sahabatnya, sedangkan Naina sibuk dengan pikirannya mengenai pekerjaan. Juna melirik Naina sekilas dengan ekor mata. Ada rencana untuk mengajak Naina, tapi kepalanya segera menggeleng. Tak mungkin ia mengajak Naina ke sana hanya untuk menutupi statusnya. Terlebih, ia teringat pada buket bunga yang Naina dapat. Bisa jadi dari pacar barunya. Juna gundah. Jika ia tak hadir dalam acara pesta itu, maka ia akan dianggap tidak setia kawan. Tapi jika ia hadir, maka Juna siap bertemu dengan Amel dalam keadaan sendiri, tanpa pendamping. Maka dari itu, ia berniat mengajak Naina untuk menemaninya hadir dalam acara itu sekaligus menutupi statusnya yang masih sendiri. Ia tak mau dianggap gagal move on karena belum mendapatkan pengganti Amel.

Mobil yang mereka naiki tiba di halaman rumah Frida. Juna dan Naina bergegas turun dari mobil. Tak lupa kue pesanan Frida dibawa Naina.

Frida menyambut kedatangan Naina dan Juna ketika mereka sudah tiba di dalam rumah. Juna langsung meninggalkan Frida dan Naina ketika dua wanita itu sudah duduk di ruang keluarga.

"Juna. Mama butuh-"

"Sebentar, Ma. Juna ganti baju dulu." Juna memotong ucapan sang mama tanpa menghentikan langkah

"Jangan lama-lama." Frida mengingatkan.

Tak ada balasan. Perhatian Frida kembali pada gadis di sampingnya.

"Ini kue pesanan Tante." Naina menunjuk kue yang sudah ia letakkan di atas meja.

"Oh, iya. Sebentar," ucap Frida. "Rena! Cepat ke sini!" seru Frida pada pembantu.

Tak lama, Rena pun tiba di hadapan Frida. "Iya, Bu," katanya.

Frida meraih satu kota kue, lalu memberikannya pada Rena. "Buatkan teh hangat tiga," perintahnya pada sang pembantu.

"Iya, Bu." Rena mengangguk. Setelah itu, dia berlalu pergi.

"Yang ini kamu bawa saja untuk mamamu," kata Frida pada Nania.

"Jangan, Bu. Ini punya Ibu." Naina menolak halus.

"Sudah. Bawa saja. Tante sengaja memang mau kasih ke mama kamu satunya." Frida kukuh.

"Terima kasih, Bu." Naina mengangguk.

Juna tiba di ruangan itu setelah mengganti pakaian. Ia terlihat santai saat menggunakan kaus warna abu tanpa lengan dan celana pendek warna navi. Tak peduli jika akan melakukan diskusi bersama Frida dan Naina. Juna duduk di single sofa. Penampilannya membuat Naina risih. Risih karena tak biasa melihat Juna mengenakan pakaian seperti itu, apalagi untuk urusan pekerjaan. Pasti akan membuat Naina tak fokus.

Diskusi pun berjalan lancar. Naina berusaha fokus meski merasa terganggu dengan penampilan Juna, tapi ia tetap pada prinsip, konsisten. Tak terasa, waktu pun menjelang malam.

"Sebelum pulang, makan malam dulu di sini, Nai. Tante sudah masakin makanan buat kita makan malam bersama," kata Frida. "Lebih tepatnya pembantu yang masak." Frida meralat.

"Iya, Bu." Naina mengangguk.

Juna masih disibukan dengan pikirannya sendiri mengenai undangan sahabat dekatnya yang akan menggelar acara pernikahan. Hatinya gundah, memikirkan pasangan untuk datang ke sana. Pandangannya masih mencuri ke arah Naina. Gadis itu terlihat senyum menanggapi ucapan Frida. Saat ini, hanya Naina yang ada dalam pikiran Juna untuk menemaninya hadir dalam acara itu.

Mungkin nanti saja. Nggak tepat kalau aku bicara sekarang buat ajak dia ke acara pernikahan Zio. Hanya dia wanita yang dekat denganku saat ini. Bukan dekat, tapi dia yang ada di pikiranku saat ini. Kalau bukan dia, lalu siapa lagi yang bisa bantu aku untuk hadir di acara pernikahan Zio? Juna membatin.

"Juna."

Juna terkesiap ketika Frida membuyarkan pikirannya. Ia segera mengalihkan pandangan karena tersadar sudah menatap Naina lekat. Frida tersenyum menggoda. Naina menunduk malu karena Juna memerhatikannya. Suasana membuat Naina canggung. Kedua kali dalam satu waktu membuat Naina risih. Pertama karena pakaian Juna. Kedua karena tatapan Juna. Ada apa dengan Juna?

♡♡♡

《《《《《 Bersambung ... 》》》》》

Ada apa dengan Juna?
Apa sudah ada benih-benih cinta?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro