14. Madam Rose App

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Madam Rose App.

Gaes ...
Jangan cari aplikasi ini di Playstore, ya.
Aplikasi ini nggak ada di mana-mana.
Nyari sampai gundul ga akan ketemu.
Hahaha ...
.
.
.
♡♡♡

Sudah hampir seminggu, pesan Adit tak menghiasi layar ponsel Naina. Biasanya, status WhatsApp Adit mencuri perhatiannya. Tapi, hampir sepekan Adit tak terlihat. Naina pun tak terlalu memikirkan karena sibuk dengan pekerjaannya di kantor. Mendapat paket coklat dan bunga dari Adit membuatnya kembali ingat pada polisi tampan satu itu. Naina sudah mengirim pesan pada Adit, tapi belum ada balasan. Jangankan balasan, WhatsApp Adit saja tidak aktif. Naina jadi bingung dan bertanya-tanya mengenai Adit.

Tangan Naina mulai aktif pada layar ponsel untuk mencari aplikasi yang mempertemukannya dengan Adit. Naina baru teringat pada aplikasi itu. Aplikasi yang membuatnya bisa dekat dengan Adit. Siapa tahu Adit aktif di sana. Masih ada rasa ragu pada diri Naina untuk masuk ke dalam aplikasi itu, karena ia belum pernah masuk aplikasi semacam itu. Tapi demi Adit, ia rela masuk untuk mencaritahu keadaan laki-laki yang sudah perhatian padanya.

Naina mendesah karena gagal masuk ke akunnya di aplikasi itu. Ia tak tahu jika aplikasi itu berbayar setiap bulan, dan tagihan setiap bulannya cukup mahal. Baginya, untuk membayar tagihan aplikasi sebesar itu cukup mahal. Naina mengetik pesan untuk kakaknya, Farha.

To: Kak Farha
Kakak gila, ya.
Itu aplikasi tagihannya mahal banget dua ratus ribu sebulan.

Setelah mengirim pesan pada Farha, Naina meletakkan ponselnya di atas kasur. Pikirannya tenggelam mengenai Adit.

Apa Adit sibuk? Apa jangan-jangan sakit? Aduh! Kenapa aku jadi berpikiran buruk kayak gini? Mungkin dia sibuk, dan semoga dia baik-baik saja.

Perhatian Naina teralih ketika mendengar ponselnya berdering. Ia bergegas meraih benda itu, menduga jika Adit atau Farha yang menghubunginya. Tapi dugaannya salah. Naina mengerutkan dahi ketika melihat nama Juna menghiasi layar ponselnya. Ia bergegas menggeser layar ke warna Hijau, lalu menempelkan benda pipih itu ke telinga.

"Iya, Pak," sapanya pada Juna di seberang sana.

"Kamu sibuk?" tanyanya.

"Enggak," balas Naina singkat.

Sesaat hening. Naina masih menunggu balasan dari Juna.

"Besok malam bisa temani aku ke pertemuan penting?" Juna melanjutkan.

"Bisa, Pak. Tapi pertemuan penting  apa ya, Pak? Kok nggak ada di daftar Schedule? Apa aku yang lupa catat?" Naina memastikan.

"Apa besok malam kamu ada janji dengan pacar?" tebak Juna.

"Janji? Dengan pacar? Janji apa? Pacar saja belum punya, Pak."

"Oh, syukurlah." Juna terdengar lega. "Berarti besok bisa temani aku ke pertemuan penting? Aku hitung sebagai lembur," lanjutnya.

"I-ya, Pak." Naina terdengar bingung.

Sambungan telepon terputus. Naina menatap layar ponselnya karena Juna mematikan sambungan telepon sepihak. Besok adalah hari libur. Juna mengajak Naina ke pertemuan penting di hari libur?

Perhatian Naina teralih ketika mendengar notifikasi pesan masuk. Ia bergegas membuka pesan dari Farha.

From: Kak Farha
Kakak sengaja pakai yang berbayar biar cowok yang didapat juga berkelas biar kamu nggak nyesel.
Kenapa?
Kamu mau buka?

Naina tersenyum getir. Tak menyangka jika Farha tidak main-main mencarikannya calon sampai harus masuk ke sebuah aplikasi Madam Rose. Belum lagi tagihan aplikasinya setiap bulan. Ia bergegas membalas pesan Farha. Belum selesai mengetik, panggilan telepon dari Farha masuk. Naina bergegas menggeser ke warna hijau.

"Kamu mau buka Madam Rose?" tanya Farha di seberang sana.

"Rencana," balas Naina singkat.

"Terus?" Farha penasaran.

"Ya nggak jadi karena kudu bayar tagihan bulanannya."

"Buat apa? Bukannya sudah dapat Adit?" Farha memastikan.

Naina memutar bolat mata. Seprrtinya dia butuh menjelsskan pada sang kakak."Sudah hampir seminggu aku nggak dapat WA dari Adit. Nomornya juga nggak aktif. Kemarin aku dapat paket bunga sama coklat dari dia," jelasnya pada sang kakak.

"Adit kirim bunga sama coklat? Ke kantor atau rumah? So sweet banget sih dia. Udah tampan, baik, perhatian, mapan. Kurang apalagi coba?" Farha terdengar antusias.

Naina menghela napas. "Ke kantor, Kak. Dia ngucapin selamat ke aku karena sudah diterima kerja. Ini mau hubungi dia, tapi nggak ada yang aktif."

"Mungkin dia lagi tugas di luar kota. Kamu mau buka Madam Rose cuma buat mastiin Adit?"

"Iya. Barangkali dia aktif di sana. Tapi menurutku sih enggak."

"Coba saja. Nanti Kakak kirim pulsa buat bayar paketnya."

"Ya sudah, aku tunggu pulsanya."

Naina menutup sambungan telepon. Rautnya terlihat senang karena sang kakak akan mendanai untuk bisa membuka aplikasi itu. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Pulsa kiriman Farha telah masuk ke dalam ponsel Naina. Naina bergegas membayar tagihan Madam Rose karena sudah tak sabar memastikan aplikasi itu. Perhatian Naina masih fokus pada layar ponsel. Ia masih bingung dengan fitur aplikasi itu. Maklum, belum pernah masuk aplikasi dating online.

Terlalu lama akunnya tak dibuka mengakibatkan banyak notifikasi pertemanan masuk. Senyum tersungging pada bibir Naina ketika melihat profil akunnya. Lebih tepatnya milik Farha atas nama Naina. Naina mengubah foto profil dengan yang baru. Data pribadi miliknya pun disembunyikan dari profil. Setelah itu, ia membuka pesan. Kepalanya menggeleng karena melihat banyak pesan spam. Yang dia tuju hanya satu, Adit. Beberapa pesan dari Adit belum terbaca.

From: Aditya Putra
I'm always waiting for you here.

Naina kembali mengembangkan senyum ketika melihat pesan dari Adit yang paling akhir. Ia bergegas mengetik pesan balasan untuk Adit.

To: Aditya Putra
Maaf karena sudah lama tak buka aplikasi ini.
Aku sibuk dengan kerjaan di kantor.

Tatapan Naina masih pada layar ponsel, berharap akan segera mendapat balasan dari Adit. Naina menghela napas. Tak ingin membuang kesempatan, ia menjelajahi aplikasi itu. Seketika tubuhnya bergidik ketika melihat salah satu pesan yang berisi konten adult. Naina terpaksa menghapus pesan itu. Tiba-tiba terlintas nama Juna dalam benaknya. Berharap atasannya ada di aplikasi itu. Jarinya masih menjelajah aplikasi Madam Rose. Mata Naina melebar ketika melihat nama atasannya ada di dalam aplikasi itu. Ia memastikan jika akun itu benar-benar milik Juna.

Ini nggak salah? Seriusan Pak Juna ada di Madam Rose? Apa ini akun fake?

Naina masih berusaha mengumpulkan bukti jika itu benar-benar akun bosnya. Ia mendesah karena data pribadi bosnya tak ditampilkan. Mungkin suatu waktu dia akan iseng bertanya dengan atasannya jika waktunya memungkinkan. Tahu sendiri atasannya jutek parah. Perhatian Naina teralih ketika mendapat notifikasi pesan masuk dari Adit, tapi bukan di Madam Rose. Naina menutup aplikasi Madam Rose, lalu membuka pesan Adit di aplikasi lain.

From: Aditya Putra
Maaf kalau baru balas pesan kamu.
Maaf juga karena terlambat kasih ucapan 'selamat'.

To: Aditya Putra
Nggak apa-apa. Aku malah terharu dapat ucapan selamat dari Mas Adit. Apalagi dikasih kejutan walaupun awalnya bingung. Sekali lagi terima kasih.

Bagaimana tidak senang mendapat perlakuan romantis dari Adit walaupun hanya sekedar bunga dan coklat? Wanita mana pun pasti senang.

From: Aditya Putra
Apa kamu sibuk malam ini?

To: Aditya Putra
Enggak. Di rumah saja.

From: Aditya Putra
Mau makan malam di luar bersamaku?

To: Aditya Putra
Boleh.

From: Aditya Putra
Aku sekarang di jalan sekarang, langsung jemput kamu.

Naina melempar ponselnya ketika mendapat pesan balasan dari Adit. Ia tak menyangka jika Adit akan langsung beranjak menuju rumahnya. Tujuan utama Naina adalah tempat pakaian. Ia bergegas mencari pakaian yang cocok untuk makan malam bersama Adit.

Tak butuh waktu lama untuk siap-siap, Naina sudah rapi dengan pakaian yang telah disiapkan. Ia memutar tubuh di depan cermin untuk memastikan pakaian yang dikenakan sebelum keluar dari kamar. Perfect. Ponsel ia raih untuk memastikan, barangkali ada pesan dari Adit. Tidak ada. Naina bergegas memasukkan ponsel dan dompet ke dalam tasnya, lalu beranjak keluar dari kamar.

"Mau ke mana, Kak?" tanya Nara ketika melihat sang kakak keluar dari kamar dengan pakaian rapi.

"Kepo banget kamu." Naina melanjutkan langkah untuk mencari sang mama.

"Janjian sama Mas Adit? Atau Pak Juna?" Nara menebak.

"Mama di mana?" tanya Naina mengalihkan, masih berjalan menuju kamar mamanya.

"Lagi beres-beres di kamar atas," balas Nara.

"Mama!" seru Naina.

"Iya, Nai!" balas Asih dari atas.

"Nai jalan dulu, ya! Ada janji sama teman!"

"Iya! Jangan malam-malam pulangnya, Nai!" Asih mengingatkan.

"Okay, Boss!"

Naina membalikkan tubuh, berjalan menuju pintu utama. "Ra, Kakak jalan, ya," pamitnya pada sang adik.

"Beliin martabak dong, Kak," pinta Nara.

"Mintalah sama suamimu." Naina berlalu dari hadapan adiknya.

Deringan ponsel membuyarkan perhatian Naina. Ia bergegas meraih benda pipih itu dari dalam tas. Adit. Naina bergegas menggeser ke warna hijau, menempelkan benda itu di telinga

"Iya, Mas," ucap Naina ketika tersambung.

"Aku sudah sampai di depan gerbang," balas Adit.

"Iya. Ini aku sudah keluar rumah." Naina menutup pintu.

"Apa aku perlu izin ke mama kamu?" tanya Adit.

"Nggak usah. Aku sudah pamit tadi." Naina mempercepat langkah agar segera tiba di pintu gerbang.

Terdengar klakson mobil menggema. Naina bergegas membuka pintu gerbang. Terlihat mobil adik iparnya berhenti di belakang mobil Adit. Adit pun turun dari mobil ketika adik ipar Naina turun. Adit mengangguk pada suami Kinara. Suami Kinara bingung melihat Adit mendatangi rumah mertuanya. Tidak biasanya ada polisi datang ke rumah. Dia tak tahu jika Adit datang untuk menjemput Naina.

"Ini Fandi, suami adik aku." Naina mengenalkan Fandi pada Juna.

Juna mengulurkan tangan pada Fandi. Raut Fandi berubah rqmah ketika Naina mengenalkan Adit padanya. Adit dan Fandi saling jabat tangan dan mengenalkan diri masing-masing.

"Aku pergi dulu, Fan." Naina pamit.

"Iya, Kak." Fandi mengangguk.

Adit membukakan pintu mobil untuk Naina. Naina bergegas masuk ke dalam mobil. Tak tahu jika Adit masih mengenakan seragam kepolisian sehingga membuat Fandi bingung. Sudah tentu Fandi bingung dan khawatir. Khawatir terjadi apa-apa pada keluarga ibu mertuanya karena ada polisi.

"Maaf kalau bikin adik ipar kamu bingung." Adit membuka obrolan setelah hening beberapa menit.

"Nggak apa-apa. Mungkin Fandi bingung karena melihat Mas Adit masih pakai seragam dinas," balas Naina santai.

"Ah, iya. Aku baru saja pulang dari kantor, belum sempat pulang ke rumah dan ganti baju." Adit menimpali. Pandangannya masih pada kemudi.

"Oh," balas Naina singkat.

"Punya rekomendasi tempat makan yang enak atau kamu suka?" Adit mengalihkan topik.

"Eum ..." Naina terlihat berpikir.

Adit menatap Naina sekilas lalu tersenyum. Jika saja posisinya sedang tidak menyetir, mungkin Adit akan lama menatapnya.

"Terserah Mas Adit saja." Naina menyerah, merasa buntu. Tempat yang biasa ia datangi tak begitu nyaman. Ia khawatir kalau Adit tak nyaman jika diajak ke sana.

"Kamu suka yang sepi atau rame?" tanya Adit.

"Sepi," balas Naina.

Tak ada balasan. Naina menatap Adit. Laki-laki di sampingnya hanya tersenyum tipis. Ia mengakui jika Adit tampan, memiliki tinggi badan di atas rata-rata, dan postur tubuh yang ideal. Adit sosok laki-laki dambaan setiap wanita.

Adit memarkirkan mobilnya di halaman sebuah restoran. Restoran itu terasa asing untuk Naina karena baru kali ia mendatanginya. Mesin mobil sudah mati. Adit mulai membuka kancing pakaiannya.

Naina membuang wajah ke arah kaca mobil. "Mas Adit mau ngapain?" tanya Naina takut. Padahal ia tahu jika Adit akan mengganti pakaian.

"Ganti baju biar nggak bikin kamu risih." Adit masih sibuk mengganti pakaian. Dia masih mengenakan kaus dalam hitam lengan pendek.

Suasana hening sesaat. Naina sengaja membiarkan Adit selesai mengganti pakaian. Ia masih bisa mencuri pandang lewat kaca mobil. Walaupun tak begitu jelas, tapi setidaknya bisa memerhatikan Adit yang sedang ganti pakaian.

"Mau kubukakan pintu?" Adit menawarkan ketika selesai mengganti pakaian.

Naina menoleh ke arah Adit. Tatapannya tak berkedip melihat kesempurnaan Adit. Bagaimana mungkin, hanya melapisi kaus hitam dengan jaket, Adit terlihat sangat sempurna.

"Nai." Adit membuyarkan pikiran Naina.

Naina terkesiap. "Nggak usah. Aku bisa turun sendiri," balasnya dengan senyum kikuk.

"Apa ada yang salah dengan jaket aku?" tanya Adit sambil memastikan jaket yang ia kenakan.

"Enggak, kok. Jaketnya bagus. Aku suka."

Adit kembali tersenyum dan mengangguk, lalu membuka pintu mobil. Naina pun membuka pintu dan turun dari mobil. Mereka berjalan memasuki restoran tersebut berdampingan. Sesuai keinginan Naina, Adit membawanya ke restoran yang cukup sepi. Naina tak hentinya menoleh ke arah Adit karena penampilan Adit yang simpel tapi terlihat keren. Adit cocok mengenakan pakaian apa saja.

"Kenapa, Nai?" Adit tahu jika Naina memerhatikannya setiap saat.

Naina mengalihkan perhatian. Ketahuan. "Nggak apa-apa, Mas."

Senyum kembali menghiasi wajah Adit karena Naina mencuri pandang padanya. Mereka tiba di kursi kosong dekat kaca. Pelayan langsung menyapa mereka dan memberikan buku menu. Adit pun memulai pesanan, lalu disusul Naina.

Tak kalah dengan Naina, Adit pun menatap wanita dihadapannya tanpa curi-curi pandangan. Naina merasa risih saat menyadari jika Adit menatapnya. Ia menundukkan pandangan sambil tersenyum malu.

Adit menyadari jika Naina risih. Ia mengalihkan pandangan sambil tersenyum. Naina memang cantik. Aku tak salah memilihnya dari Madam Rose. Aku akan mengenalkan Naina pada Mama dan Papa. Tinggal menunggu waktu yang tepat. Semoga Mama dan Papa cocok dengan Naina, wanita pilihanku.

♡♡♡

Udah dibilang, Adit ini perfect.
Dia ramah, baik, perhatian sama Naina.
Beda sama Juna yang bertolak belakang sama Adit.

Masih pada pilihan awal?

Follow me;
Instagram: ahliya_mujahidin
Facebook: Ahliya Mujahidin

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro