15. Unexpected

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ada yang kangen aku?
Eh, salah, ya. Maksudku kangen Naina.
Ini buat kalian yang kangen aku sama Naina.
*MAKSA

♡♡♡
.
.

"Jangan lupa, pakai pakaian warna hitam."

Naina menatap penampilannya dari pantulan cermin. Juna memintanya untuk mengenakan pakaian warna hitam, tapi yang ia pakai saat ini bukan warna permintaan Juna. Naina justru mengenakan pakaian warna pink lembut karena ia tak punya pakaian kerja warna hitam. Juna pun memberi kabar padanya dadakan. lagipula, hanya untuk menemaninya bertemu orang penting kenapa harus memakai pakaian serba hitam?

Perhatian Naina teralih ketika mendengar pinyu kamarnya terbuka. Farha masuk ke dalam kamarnya dengan raut tak menentu.

"Kamu hebat ya, Nai. Sekali dayung, dua, tiga pulau terlampaui." Farha memuji adiknya.

"Apaan sih, Kak," tepis Naina, kembali merapikan pakaian yang ia kenakan.

"Itu, ada Pak Juna di ruang tamu."

Pandangan Naina kembali terlempar pada sang kakak. "Serius?" tanya Naina tak percaya.

"Serius lah, Nai." Farha menimpali. "Pak Juna cakep, ya. Nggak kalah ganteng sama Adit," lanjut Farha.

Naina meraih ponselnya, memastikan telepon atau pesan masuk, mengabaiikan ucapan Farha. Beberapa panggilan dan pesan dari Juna masuk. Naina bergegas memasukkan dompet dan benda pipih itu ke dalam tas. Juna datang lebih awal dari waktu perjanjian.

"Aku keluar dulu." Naina berlalu dari kamarnya.

Farha mengikuti Naina dari belakang. Semalam, Naina sudah puas digoda keluarganya karena ketangkap basah pergi dengan Adit untuk makan malam. Fandi tak sengaja membeberkan kronologis saat bertemu dengan Adit karena dia tak tahu hubungan Naina dan Adit. Hal itu membuat Naina tak bisa berkutik digoda Farha dan Kinara.

Perhatian Naina tertuju pada laki-laki yang sudah duduk di ruang tamu ditemani sang Mama. Juna terlihat rapi malam ini dengan setelan jas warna hitam. Senyum paksa terukir di bibir Naina. Juna pun menatap Naina yang berdiri tak jauh darinya.

Kenapa dia nggak pakai baju warna hitam? Apa dia lupa? tanya Juna dalam hati.

"Ma, Naina pamit, ya." Naina pamit pada Asih.

"Iya. Semoga pertemuannya sukses." Asih menimpali.

Juna beranjak dari sofa, lalu pamit pada Asih untuk membawa Naina bersamanya. Naina mengikuti langkah Juna setelah melambaikan tangan pada sang mama.

Juna menghentikan langkah, lalu membalikkan tubuh. Naina terkesiap karena langkah Juna tiba-tiba berhenti. Tatapan mereka bertemu.

"Kamu lupa? Aku sudah ingatkan buat pakai baju warna hitam, tapi kenapa kamu pakai baju warna itu?" tanya Juna sambil menatap pakaian Naina.

"Aku nggak punya baju kerja warna hitam, jadi aku pakai ini saja. Lagian kenapa, sih? Cuma ketemu kolega, 'kan?" balas Naina sambung bertanya.

Juna menghela napas, lalu membalikkan tubuh, melanjutkan langkah menuju mobil. Naina kembali mengikuti langkah Juna. Heran dengan sifat bosnya yang tak ia pahami. Mereka sudah masuk ke dalam mobil. Juna melajukan mobilnya menuju tempat tujuan.

Hening. Juna sibuk dengan kemudi, sedangkan Naina sibuk dengan ponselnya. Naina mendapat pesan dari Farha mengenai kedatangan Juna. Lebih tepatnya godaan. Baru kemarin dia makan malam bersama Adit, dan kini Naina diajak keluar oleh Juna. Juna tak langsung membawa Naina ke tempat utama. Ia perlu merubah penampilan Naina agar sesuai keinginannya, sama-sama mengenakan pakaian warna hitam.

Perhatian Naina teralih ketika mobil yang ia naiki menuju sebuah butik. Pandangannya beralih pada Juna. "Ada apa?" tanya Naina bingung.

Mesin mobil dimatikan. "Turun," perintah Juna.

Tanpa bantahan, Naina turun dari mobil Juna setelah memasukkan ponsel ke dalam tas. Ia mengikuti Juna yang bergerak menuju butik. Pikirnya, mungkin sang bos ingin ganti pakaian. Naina tak ingin pikir panjang.

"Carikan gaun panjang untuk dia," kata Juna pada karyawati butik ketika mereka sudah tiba di dalam.

Kepala Naina terangkat, lalu menatap Juna. Laki-laki di sampingnya berekspresi datar tanpa menatap Naina.

"Mari, Bu." Karyawati butik membuyarkan perhatian Naina.

"Pak, saya-"

"Jangan buang-buang waktu. Cepat cari pakaian warna hitam yang kamu suka. Aku hanya punya waktu sepuluh menit buat nunggu kamu." Juna memotong ucapan Naina sambil berjalan menuju sofa yang ada di sisi ruangan itu.

Sebenarnya kita itu mau ketemu siapa, sih? Kenapa aku harus pakai baju kayak gini kalau cuma ketemu kolega?

Naina menghela napas. Ia terpaksa menuruti permintaan atasannya, mengikuti karyawati untuk memilih gaun warna hitam sesuai keinginan Juna. Dugaan Naina salah. Ternyata, Juna mendatangi butik bukan untuk mengganti pakaiannya, tapi untuk merubah penampilan Naina. Penampilan yang akan senada dengan pakaian Juna.

Gaun warna hitam sudah dipilih dan menghiasi tubuh Naina. Naina menemui Juna untuk memastikan gaun yang ia kenakan. "Cuma ini yang aku suka," ucap Naina ketika tiba di depan Juna.

Juna menatap Naina, mengalihkan perhatiannya dari ponsel. Tatapan menilai dari atas hingga bawah. Kepalanya lalu mengangguk tanda setuju. Ia beranjak dari sofa untuk menuju kasir. Naina mengangguk pada karyawati, lalu berjalan menuju ruang ganti untuk meraih pakaian sebelumnya dan tas miliknya.

Setelah selesai merubah penampilan Naina, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju tempat utama. Suasana kembali hening. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesekali Naina melirik ke arah bosnya yang masih sibuk dengan kemudi. Ia masih bingung dengan maksud bosnya. Bertemu kolega di hari Minggu. Waktunya pun malam-malam. Dan yang membuat Naina semakin bingung adalah pakaian yang melekat di tubuhnya saat ini.

Pak, sebenarnya kita mau ke mana?" tanya Naina memberanikan diri. Sekaligus memecah keheningan antara dia dan Juna.

"Tinggal ikut saja, jangan banyak protes," balas Juna tanpa menatap Naina.

Naina menatap ke luar kaca karena tak ada jawaban mengenai pertanyaannya. Jika tahu akan dijawab ketus, maka Naina tidak akan melontarkan pertanyaan. Merasa jenuh, akhirnya Naina meraih ponsel dari dalam tas. Beberapa pesan dari Farha masuk. Naina tenggelam membalas pesan kakaknya.

Tak terasa, mereka tiba di tempat tujuan. Pandangan Naina langsung tertuju pada gedung yang berdiri kokoh di balik kaca mobil.

Hotel? Pertemuannya di hotel? Kenapa Pak Juna nggak bilang kalau mau ketemu kolega di hotel?

Juna mematikan mesin mobil, lalu melepas sabuk pengaman. Naina pun melepas sabuk pengaman, lalu turun dari mobil ketika Juna turun terlebih dahulu. Ingin bertanya lagi, tapi takut jawabannya tak sesuai. Pilihan utamanya hanya diam dan mengikuti permintaan Juna. Mereka berjalan menuju lobi berdampingan. Perhatian Naina tertuju pada karangan bunga yang berjajar di halaman hotel.

"Sudah paham?" tanya Juna.

Pandangan Naina beralih pada Juna. "Maksudnya?" tanyanya tak mengerti.

"Kamu akan tau di dalam," balas Juna santai karena Naina masih belum sadar.

Sudah paham? Karangan bunga? Apa-

"Dokter Juna," sapa seseorang pada Juna.

Senyum terukir pada raut Juna ketika melihat seorang laki-laki yang ia kenal menyapa. Mereka saling jabat tangan. Juna terlihat akrab dengan orang itu. Rautnya berubah total. Ketika di kantor, rautnya tak berekspresi, bahkan terlihat tanpa senyum. Berbeda dengan saat ini, Juna tersenyum lebar  saat bertemu dengan laki-laki itu.

"Oh, iya, Kel. Ini Naina, kenalan Mamaku." Juna mengenalkan Naina pada temannya.

Naina memaksa senyum, menerima perkenalan dengan Kelvin, teman seprofesi saat di rumah sakit. Tapi berbeda saat ini, Juna bukan lagi seorang dokter. Juna sudah menjadi seorang direktur perusahaan mamanya.

Kini Naina paham akan pertemuan yang dimaksud Juna. Ia pun paham, kenapa Juna menginginkannya untuk berganti pakaian yang lebih formal. Juna mengajaknya ke sebuah pesta pernikahan yang akan menemukannya dengan para sahabat di rumah sakit. Entah apa yang menjadi alasannya mengajak Naina ke tempat itu. Juna tak mengajak kekasihnya, melainkan mengajak Naina ke acara itu.

Apa Pak Juna tak memiliki kekasih?

Mereka memasuki ruangan pesta. Kedatangan mereka langsung disambut hangat oleh teman-teman Juna. Sorot mata pun tertuju pada Juna yang berdampingan dengan Naina. Akhirnya Juna membawa wanita ke acara pesta itu.

"Tetap di sampingku dan jangan katakan sesuatu mengenai hubungan kita," peringat Juna dengan bisikan.

Tak ada balasan. Naina memilih diam karena menyesal menyanggupi permintaan Juna. Jika tahu akan dimanfaatkan, mungkin Naina memilih menolak. Tapi keadaan memaksanya untuk tetap di samping Juna. Ia terpaksa senyum, menutupi rasa kesal di dalam hatinya.

Juna kembali mengenalkan Naina pada teman-temannya saat di dalam pesta. Naina dikenalkan bukan sebagai sekretarisnya di kantor, melainkan wanita yang dikenalkan Frida pada Juna. Memang benar, tapi kenapa Juna melakukan hal itu? Naina masih bertanya-tanya dalam hati.

Tatapan Juna tertuju pada seorang wanita cantik mengenakan terusan panjang warna merah. Matanya tak berkedip menatap wanita itu. Wanita yang pernah dicintainya bahkan sampai saat ini rasa cinta itu masih tertanam di dalam hati. Ada rasa cemburu ketika wanita itu berbicara manja pada laki-laki di sampingnya. Apa daya status Juna saat ini hanyalah mantan. Cintanya bertepuk sebelah tangan pada Amelia. Juna membalikkan tubuh untuk menghampiri Naina yang berdiri sendirian.

"Juna," sapa Amel.

Juna menghentikan langkah. Perhatiannya masih pada suara itu, tapi dia enggan menoleh. Tatapannya beralih pada Naina. "Nai," panggil Juna pada Naina.

Naina menatap Juna yang berdiri tak Jauh dari posisinya. Juna mengangguk padanya, menginstruksi agar mendekat. Naina berjalan menghampiri Juna. Juna membalikkan tubuh ketika Naina berdiri di sampingnya. Ia menyungging senyum ketika menatap Amel. Amel pun tersenyum pada Juna. Tatapannya beralih pada Naina yang berdiri di samping Juna.

Apa itu kekasih Juna? tanya Amel dalam hati.

"Hai," sapa Amel pada Niana.

Naina hanya tersenyum sambil mengangguk.

Amel mengulurkan tangan pada Naina. "Aku Amel, teman Juna saat kami tugas bersama di rumah sakit." Amel mengenalkan diri.

Tangan Naina bergerak ragu untuk menjabat tangan Amel. Naina bingung harus berkata apa karena mengingat perkataan Juna, jangan berbicara apa pun mengenai hubunganmu dengan aku.

"Dia Naina, wanita yang dikenalkan Mama padaku." Juna menyambar.

"Tante Frida tak salah memilihnya," timpal Amel setelah jabatan tangan dengan Naina terlepas.

Naina hanya diam, memerhatikan, dan mendengar obrolan dua manusia berbeda jenis yang ada di dekatnya. Juna terlihat dingin, berbeda ketika sedang bebicara dengan teman lainnya walaupun wanita, dia tetap ramah dan mau tersenyum. Kenapa saat bersama Amel, Juna terlihat dingin? Naina semakin bingung dengan sifat Juna. Tak menentu.

Perhatian mereka teralih ketika seorang laki-laki menghampiri Amel. Juna menatap datar laki-laki itu. Amel pamit pergi dari hadapan Juna dan Naina karena laki-laki itu mengajaknya pergi.

"Kita pulang sekarang," ajak Juna.

Kenapa nggak dari tadi? Aku sudah bosan di sini kayak kambing di padang oase. Naina mengikuti langkah Juna.

Yang terpenting, Juna sudah menunjukkan bahwa dia datang tak sendirian. Dia sudah membuktikan pada temannya bahwa Juna mampu move on dari Amel walaupun hanya formalitas saja. Setidaknya dia tak terus menerus menjadi bahan perbincangan hangat mengenai gagal move on.

Mereka sudah di dalam mobil menuju rumah Naina. Suasana pun hening. Juna sibuk dengan pikirannya, sedangkan Naina sibuk menatap pemandangan di luar kaca. Pikiran Naina berkecamuk.

"Aku turun di sini saja," pinta Naina.

Juna menatap ke arah wanita di sampingnya. "Aku akan mengantarmu sampai rumah," balas Juna santai.

Naina tak membalas. Setidaknya ada kepekaan dalam diri Juna. Masih ada satu ungkapan yang tertunda, dan itu akan Naina ucapkan saat mereka tiba di rumah.

Mobil Juna tiba di depan gerbang rumah orang tua Naina.

"Thank you for tonight," ucap Juna.

Naina membuka pintu mobil. "Aku anggap ini bukan lembur. Aku bukan wanita bayaran," balasnya. Lebih tepatnya menegaskan. Ia berlalu untuk masuk ke dalam gerbang, mengabaikan Juna yang masih menatapnya.

Juna menurunkan kaca mobil. "Aku akan tetap menganggap ini lembur dan membayarmu."

Tak peduli. Naina tak membalikkan tubuh, memilih melanjutkan langkah untuk masuk ke dalam gerbang. Terserah, mau Juna tersinggung atau tidak, yang jelas, Naina telah menyesal menuruti permintaan Juna untuk ikut bersamanya.


♡♡♡

《《《 Bersambung ... 》》》

Nah, loh. Naina dikecewakan Juna.
Aku jadi gemes sama Juna karena nggak jujur.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro