3. Tanpa Rekayasa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Arjuna Dirgantara
34 tahun
Dokter Spesialis Anak
.
.

☆☆☆

Dugaan Naina benar. Pemilik dompet yang ia temukan kemarin di kolong mobilnya adalah wanita yang ditolong Naina saat di toko kue. Siang ini, sebelum Naina datang untuk makan siang bersama keluarganya, dia akan terlebih dulu datang ke rumah pemilik dompet itu untuk mengembalikannya. Naina khawatir tidak sempat mengembalikan karena sibuk atau lupa, dan ia beranggapan, mungkin sang pemilik membutuhkan atau sedang mencari.

Naina memastikan alamat yang dituju benar. Di dalam dompet itu hanya ada uang, KTP, dan kartu debit. Tak ada nomor yang bisa dihubungi kecuali satu kartu nama dan itu dianggap tak berkaitan dengan pemilik dompet. Setelah yakin, Naina turun dari taksi yang sudah berhenti di bahu jalan persis di depan gerbang rumah yang ia tuju. Pandangan Naina edarkan untuk mencari bel. Senyum tersungging ketika melihat bel dekat pintu. Tangannya bergerak menekan bel.

Terlihat seseorang berlari kecil menghampiri pintu gerbang. Naina kembali menyungging senyum ketika melihat laki-laki yang pernah ia temui bersama wanita paruh baya itu di toko kue. Lebih tepatnya sopir wanita paruh baya itu.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya sopir itu.

"Apa benar ini rumah Bu Frida?" tanya Naina.

Sopir itu mengamati wajah Naina. "Mbak yang waktu itu di toko kue?" tebaknya.

Naina mengangguk. "Benar, Pak."

"Sebentar. Saya bilang ke Ibu dulu," pamitnya, berlalu pergi dari hadapan Naina.

Ya. Wanita pemilik dompet itu bernama Frida. Naina terpaksa membuka dompet itu untuk memastikan alamat agar memufahkannya mengembalikan dompet itu. Pandangan Naina masuk ke dalam bangunan yang terhalang pintu gerbang. Terlihat rumah berlantai dua dengan desain khas eropa. Ada taman kecil di halaman rumah tersebut, membuat suasa terlihat teduh. Perhatian Naina teralih ketika sopir itu kembali menghampiri dan membukakan pintu gerbang untuknya.

"Mari masuk, Mbak. Ibu sudah menunggu." Sopir itu menyampaikan.

Naina melangkah masuk ke halaman rumah itu. Senyum kembali tersungging ketika melihat berbagai jenis bunga menghiasi taman depan rumah itu. Naina tiba di teras, lalu bergegas memasuki pintu ruang utama tanpa melambatkan waktu. Ia kembali mengedarkan pandangan saat memasuki rumah itu. Sekilas, pandangan Naina tertuju pada potret keluarga di ruangan yang ia lewati. Naina mendaratkan tubuh di sofa ketika sang sopir menginstruksinya untuk menunggu.

Suasana terasa sepi dan tenang. Naina masih menanti sang empunya rumah. Pandangan Naina terlempar ke arah kolam renang di sisi kanan ruangan yang ia duduki. Sangat menenangkan.

Perhatian Naina teralih ketika mendengar suara seseorang. Naina beranjak dari sofa, lalu tersenyum pada Frida yang sedang berjalan menggunakan kursi roda. Wajahnya terlihat pucat. Frida menginstruksi Naina agar kembali duduk. Naina mengangguk. Batin Naina bertanya mengenai keadaan Frida karena sebelumnya keadaan Frida masih baik-baik saja, bisa berjalan.

"Bagaimana kamu bisa tau alamat saya?" tanya Frida.

Naina meraih dompet Frida dari dalam tasnya. "Kemarin, waktu mau pulang dari toko kue, nggak sengaja Naina menemukan dompet ini di bawah mobil." Ia mengulurkan dompet itu pada Frida.

Mata Frida berbinar sambil menerima dompet itu dari tangan Naina. "Ya ampun," ucapnya tak percaya.

"Ibu bisa cek lagi, khawatir ada yang hilang." Naina menambahi.

Frida membuka dompetnya, memastikan semua isi di dalamnya. Ia tak khawatir uangnya hilang. Yang dikhawatirkan adalah kenangan pada dompet itu. "Iya. Semuanya masih ada. Terima kasih banyak karena sudah menolong yang kedua kali," ungkapnya setelah memastikan semuanya masih utuh.

"Sama-sama, Bu." Naina menimpali.

"Maaf kalau saya belum menghubungi kamu karena kemarin habis mengalami kecelakaan. Saya sampai lupa mau mengembalikan uang kamu," terangnya.

Obrolan mereka terpotong karena deringan ponsel. Suara itu bersumber dari arah tas Naina. Naina segera meraih benda pipih itu dan memastikan sang penelepon. Farha. Naina izin untuk mengangkat telepon dari kakaknya. Ia segera menggeser ke warna hijau dan menempelkan benda itu pada telinga setelah Frida mengangguk.

"Iya, Kak," sapa Naina pada kakaknya dengan nada lirih.

"Kamu di mana? Ini sudah jam berapa?" tanya Farha.

"Iya. Ini aku langsung ke sana." Naina membalas.

"Cepat."

"Iya."

Sambungan telepon terputus. Naina memasukan ponselnya ke dalam tas. "Naina pamit ya, Bu. Sudah ditunggu keluarga buat makan siang bersama," pamitnya.

"Ini uang ganti yang kemarin." Frida mengulurkan beberapa lembar uang pada Naina.

"Nggak perlu, Bu. Naina ikhlas bantuin Ibu. Naina pamit dulu." Naina kukuh menolak. Dia sudah beranjak dari sofa.

"Tapi ini uang Nak Naina."

Naina tersenyum. "Semoga Ibu sehat selalu. Naina hanya minta doa supaya dimudahkan segalanya." Ia menangkupkan tangan di dada. "Naina permisi." Naina beranjak dari hadapan Frida.

Frida menatap kepergian Naina. "Baru kali ini aku melihat ada gadis sebaik dia. Sudah membantuku saat di toko kue, sekarang membantu mengembalikan dompet ini. Beruntung ibunya memiliki putri sebaik dia," ucapnya pada diri sendiri.

Naina melangkah cepat untuk keluar dari rumah itu. Keluarganya pasti sudah menunggu untuk makan siang bersama. Langkah Naina terhenti seketika saat seseorang hampir saja menabraknya. Aroma parfum khas laki-laki menyeruak ke dalam hidung Naina. Pandangan ia tujukan pada laki-laki di hadapannya. Laki-laki itu pun menatap Naina. Naina mengangguk, lalu bergegas melanjutkan langkahnya tanpa pikir panjang. Laki-laki itu menoleh ke arah Naina yang berjalan menuju pintu gerbang. Bahunya terangkat, lalu masuk ke dalam rumah.

"Kamu sudah pulang?" tanya Frida pada laki-laki itu.

"Juna khawatir sama kondisi Mama. Kenapa Mama keluar dari kamar? Mama harus banyak istirahat dan kaki Mama nggak boleh banyak gerak." Juna menghampiri Frida.

Arjuna Dirgantara. Dia putra semata wayang Frida sekaligus anak sulungnya. Frida memiliki dua anak. Yang pertama Arjuna, putra kandungnya. Dan yang kedua Lisa, putri angkatnya yang sekarang sudah menikah dan tinggal di Rusia.

"Mama harus menemui Naina dan mengembalikan uangnya. Dia yang sudah menolong Mama waktu di toko kue, dan dia juga yang menemukan dompet Mama," ungkap Frida.

"Wanita tadi?" tebak Juna.

"Iya. Namanya Naina Aulia. Dia bekerja sebagai staf di puersahaan furnitur. Mama hutang budi sama dia. Mama ingin sekali mengembalikan uang dia, tapi dia menolak. Mama merasa nggak enak hati."

Juna mendorong kursi roda sang mama untuk menuju kamar. "Nanti Juna bantu. Sekarang Mama masuk ke kamar dan istirahat."

☆☆☆

Aditya Putra
30 tahun
Polisi
.
.

Naina melangkah masuk ke dalam restoran tempat janjian makan siang bersama kelurganya. Pandangan ia edarkan untuk memastikan meja yang dipesan oleh Farha. Dahi Naina berkerut ketika keluarganya belum ada di restoran itu. Ia bergegas menghampiri meja yang dipesan, lalu duduk di kursi, meraih ponsel untuk menghubungi sang kakak.

"Kamu sudah sampai?" tanya Farha ketika tersambung.

"Sudah, Kak. Kakak sama yang lain di mana?" Naina bertanya balik.

"Masih di jalan. Kamu tunggu saja di situ."

"Ya sudah."

Panggilan telepon terputus. Naina memasukan kembali ponselnya ke dalam tas, lalu memesan minuman sambil menunggu keluarganya tiba di tempat itu.

"Naina Aulia."

Naina menoleh ke sumber suara ketika namanya disebut oleh seorang laki-laki. Laki-laki berpakaian rapi berdiri di sampingnya. "Iya," balasnya bingung.

Laki-laki itu tersenyum, lalu duduk di kursi yang ada di hadapannya. Naina celingukan karena bingung. Dari mana laki-laki itu mengenal Naina?

"Kamu siapa?" tanya Naina bingung.

"Kamu lupa? Ini aku, Aditya Putra. Baru saja kemarin chating untuk bertemu di sini," ungkap laki-laki bernama lengkap Aditya Putra itu.

Kemarin? Chating? Ketemuan? Maksudnya apa? Aku nggak ngerti.

Perhatian Naina teralih ketika mendengar notifikasi pesan masuk dari ponselnya. Ia bergegas meraih benda pipih itu dari dalam tasnya. Farha mengirim pesan padanya.

From: Kak Farha
Selamat menikmati makan siang bersama Adit. Dia laki-laki yang Kakak pilih dari Madam Rose buat kamu. Nama lengkapnya Aditya Putra. Dia polisi. Umurnya 30 tahun. Cuma selisih 2 tahun sama kamu. Semoga cocok. Maafin Kakak, ya. Love you, Nai.

Naina mengeratkan gigi-giginya. Marah. Tega-teganya Farha membohonginya dan mengatasnamakan keluarga untuk acara seperti ini. Ia meletakkan ponsel di atas meja dengan kasar.

"Ada apa?" tanya Adit bingung.

Senyum paksa terlihat jelas pada raut Naina. "Nggak apa-apa," balas Naina ramah. Terpaksa.

Awas saja kamu, Kak. Sumpah. Aku kesel banget sama kalian! Kenapa kudu dengan cara seperti ini, dan mengatasnamakan makan siang bareng keluarga kalau akhirnya bakal ketemu sama cowok dari aplikasi entah berantah. Benci banget aku sama kalian!

Ingin sekali Naina meluapkan amarahnya, tapi tempat tak terkondisikan ditambah ada laki-laki asing di depannya. Naina terpaksa menuruti permintaan sang kakak walaupun hatinya sangat menolak keras. Bagaimana mungkin dia berkomuniaksi dengan Aditya yang jelas-jelas tak dikenal sama sekali. Tahu latar belakangnya saja baru tadi saat Farha mengirim pesan padanya. Ini benar-benar dadakan.

"Kamu ternyata lebih cantik dari foto yang kemarin dikirim." Aditya membuka obrolan. Lebih tepatnya merayu.

What?! Jadi dia sudah tau aku lebih dulu? Pasti Kak Farha yang kasih tau dan kasih foto aku ke dia. Bisa-bisanya Kak Farha melakukan cara ini ke aku supaya punya cowok. Nyebelin!

"Kamu sangat berbeda. Ternyata aslinya pendiam." Adit masih mencoba untuk membuat Naina nyaman.

Kalau saja kamu tau yang chat sama kamu di aplikasi itu bukan aku, tapi Kak Farha, Kakak aku. Naina mengaduk minumannya. Tak ada keinginan untuk membalas ucapan Adit. Bukan karena tak suka, tapi lebih ke arah bingung. Membatalkan pun sudah tak bisa. Ia sudah terperangkap dalam lubang yang digali oleh Farha. Mau tak mau harus dihadapi.

"Kalau boleh tau, kenapa kamu percaya pada aplikasi itu?" tanya Naina membuka suara.

"Untuk mencari pasangan," balas adit. "Kamu?" tanyanya.

Mati aku. Harus balas apa sama dia?

"Nai ..." Adit memastikan.

Naina tersenyum hambar. "Permintaan Mama," timpal Naina sesuai kenyataan.

"Oh, iya. Kita belum kenalan secara resmi." Adit mengulurkan tangan. "Aku Aditya Putra," katanya mengenalkan diri.

Naina terpaksa senyum, lalu mengangguk. "Naina Aulia."

Adit menarik tangannya, lalu tersenyum kikuk. "Mau pesan makan apa?" Ia menawari Naina.

"Oh, nggak. Aku masih kenyang." Naina menolak. Lebih ke arah tak enak hati. Sudah terlanjur makan hati.

Adit menatap Naina bingung. Bukankah tujuan mereka bertemu selain kencan adalah makan siang? Akhirnya, pertemuan itu diisi dengan obrolan ringan dan saling tukar nomor telepon. Naina jenuh. Ingin segera mengakiri pertemuan itu karena tak tahu harus berbuat apa di hadapan Adit.

☆☆☆

Naina melemparkan tas di sofa, lalu menghempaskan tubuh di atas ranjang. Wajah Adit masih membayang dalam pikirannya. Bukan hanya wajahnya saja, tapi senyum manisnya pun ikut membekas. Kalau saja Adit tak tampan, mungkin emosi Naina sudah meledak pada Farha saat ini juga. Naina menyadari jika Adit sangat tampan, bahkan lebih tampan dari Seno. Tak dipungkiri jika postur Adit tinggi karena dia polisi. Penampilannya pun trendi, tak kalah dengan anak-anak mudah jaman sekarang. Orang yang tidak tahu akan menyangka jika Adit masih berusia di bawah 30 tahun. Naina galau.

Seketika, bayangan laki-laki yang ia temui di rumah Frida pun hadir. Bahkan laki-laki itu pun tampan. Penampilannya kasual walaupun rautnya terlihat campuran luar. Aroma parfumnya masih tersisa dalam indra penciuman Naina.

Naina menggelengkan kepala. Dalam satu hari dia bertemu dengan dua laki-laki tampan sekaligus. Yang satu dokter, dan satunya lagi polisi. Mimpi apa semalam bisa terperangkap dalam dua kasus yang melibatkan dua laki-laki tampan? Ia bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh dan mengganti pakaian.

☆☆☆

《《 Bersambung ... 》》

Satu, dua  atau tiga ...
Pilih Ian, Arjuna, atau Aditya?
Cap cip cup kembang kuncup.

Haayookk ... kalian pilih siapa?
Silakan bawa pulang. 😅😅😅

Noted: di dunia asli, si Adit emang polisi, dan Juna juga dokter. Sengaja tak samain sesuai dunia nyata mereka biar kek kelihatan real. Beda sama si Ian, aku taunya dia model majalah. Hehehe ...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro