Part 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


New Story

###

Part 7

###


###


Praanggg ... vas bunga yang semula berada di meja hias pelengkap set sofa kini melayang dan berhamburan di lantai. Salah satu pecahan mengenai kaki Saga yang mengenakan sandal santai dan celana pendek berwarna coklat tua.

Saga terkejut, seumur hidupnya yang terbiasa bersikap was was. Ini pertama kalinya ia merasa terancam dengan keberadaan seseorang ketika menginjakkan kaki di rumahnya sendiri. Beruntung si pelempar bukanlah pembunuh bayaran dengan bakat mumpuni yang dibayar sangat mahal atas kepalanya.

Darah merembes sepanjang goresan pecahan vas yang merobek kulit kaki kanannya. Dua pengawal yang berjaga di depan pintu sudah bergerak sigap mencekal kedua tangan Sesil. Sambutan selamat datang yang mengejutkan ini tentu ada alasannya, bukan?

"Brengsek sialan!" desis Sesil dengan rontaannya yang sia-sia. Bibirnya menipis di antara rahangnya yang mengeras. Mata dan wajahnya merah terbakar amarah yang begitu besar. Sungguh, ia ingin menangis tersedu oleh amarah yang menggulung hati dan menenggelamkannya dalam endapan bara api. Namun, itu hanya akan membuat Saga terpuaskan karena berhasil mencekoki dirinya dengan semua pembalasan dendam ini.

"Jadi, ingatanmu sudah kembali, istriku?" Saga melepas kaca mata hitamnya dan menyangkutkannya di saku depan kaos pendeknya dengan gerakan sangat tenang. Seakan kemurkaan seorang Sesil hanyalah lalat yang hinggap dibahunya. Seringai jahat yang selama ini ia sembunyikan dari Sesil, tak perlu lagi ia tahan-tahan. Topeng kehangatan yang ia kenakan di depan Sesil, kini tak perlu menutupi semua kebusukannya.

"Apa sekarang karir kriminalmu meningkat, eh? Sehingga sekarang kau mencuri tunangan orang lain?" sinis Sesil.

Saga berjalan mendekat dan berhenti tepat di hadapan Sesil. Mencengkeram wajah Sesil dan memaksa wanita itu lebih mendongak lagi untuk menatap matanya. "Seingatku, kita menikah atas kesadaran masing-masing. Kuharap kau tidak melupakan fakta terpenting di hidup kita ini, sayang."

Sesil meludahi wajah Saga. "Cih, aku tidak sudi menjadi istrimu!"

Kedua pengawal yang mencekal kedua tangan Sesil memucat dan segera menjauhkan tubuh mungil Sesil dari bosnya.

Selama lima detik penuh, Saga tidak bergerak sama sekali. Terlalu terkejut dan belum siap untuk kejutan kedua yang diberikan wanita sialan itu. Seumur hidupnya, belum ada siapa pun yang berani melemparinya dengan air ludah. Seketika, harga dirinya serasa terkoyak. Dan ini kedua kalinya Sesil berhasil menghina reputasi yang sudah puluhan tahun ia bangun dengan darahnya.

Tangan kanan Saga terangkat, menginstruksikan dalam diam pada kedua pengawalnya melepaskan Sesil. Masih dengan penuh ketenangan yang menekan dalam-dalam amarah dalam dirinya, Saga mengeluarkan sapu tangan di sakunya. Dengan kesabaran yang tak pernah ia miliki, ia membersihkan wajahnya.

"Pernikahan ini adalah penipuan. Semua ingatan yang kau berikan semuanya adalah palsu. Kau benar-benar pengecut arrgghhh ..." Sesil belum sempat menyelesaikan umpatannya ketika Saga melangkah ke depan dan menenggelamkan jemarinya yang kasar di rambut Sesil.

"Kau perlu sedikit belajar bersikap untuk menghormati suamimu, Sesil."

"Aku bukan istrimu!" Leher Sesil terasa sakit karena Saga mendongakkan wajahnya dengan kasar. Ia terkesiap meskipun berusaha menahan pekikannya. Dan ia tak akan mengaduh meskipun kulit rambutnya tertarik dengan keras.

Saga menyeretnya menuju tangga, menaiki anak tangga, membuka pintu kamar, dan terakhir membanting tubuh Sesil di atas ranjang. Teriakannya sama sekali tak memberinya manfaat kecuali rasa sakit di tenggorokan.

Tubuh Sesil terpental, ia berusaha turun dari ranjang tapi Saga kembali mendorongnya. Kali ini tubuh Saga ikut terjun dan menindih tubuh Sesil dengan setengah terduduk.

"Apa yang akan kau lakukan, Saga?" Wajah Sesil memucat oleh ketakutan. Kengerian menggantung di atas kepala ketika Saga merobek dress dan menampakkan pakaian dalamnya. Rasa sesak menggumpal di dada dan matanya berkaca. Inilah tujuan Saga memanfaatkan ingatannya yang telah hilang. Pria itu ingin menghancurkan dirinya hingga tak tersisa apa pun yang bisa dihancurkan lagi. Seperti janji yang pria itu sumpahkan hari itu.

Sesil terengah. Tangannya yang kecil tentu kesakitan ketika mendarat di pipi Saga yang keras dengan pertahanan diri seorang pria bertubuh besar dan tinggi. Bahkan kepala pria itu sama sekali tak bergerak dengan tamparan sekuat tenaga yang ia kerahkan.

Dengan tenang, Saga mengelus pipinya. Melihat darah menodai jemarinya. Tentu saja gigitan dan tamparan Sesil bukanlah hal yang ia duga akan ia dapatkan dari seorang wanita murahan seperti ini. Ia tak akan sudi melirik wanita kumal ini jika bukan karena Dirga yang menganggapnya seperti emas.

"Darah ini." Saga menunjukkan jemari tangannya ke wajah Sesil. "Kau akan membayarnya dengan darah. Aku akan menghancurkanmu. Hingga kau memohon dan memohon padaku dengan merendahkan dirimu."

"Apa kau masih ingat? Bagaimana kita bersenang-senang di ranjang ini, Sayang? Bagaimana kau mengerang manja ketika aku menyentuh dan ..."

"Hentikan, Saga!" desis Sesil berusaha terlalu keras menutupi bagian tubuhnya yang terekspos dengan kedua tangan. Namun, dengan kasar Saga menepis tangannya ke atas dan memakunya di kasur. Rontaannya berakhir memilukan.

Saga mendekatkan bibirnya di telinga Sesil. Kali ini benar-benar menindih tubuh Sesil. "Memohonlah padaku," bisiknya dengan suara serak yang dalam. Penolakan Sesil malah membuat darahnya memanas dan berpacu oleh gairah.

"Dalam mimpimu!" Sesil tak peduli meskipun hanya mulutnya yang mampu meneriakkan penolakan. Tangisan, rontaan, dan cakaran Sesil tak menghentikan niat Saga sedikit pun.

"Maka inilah cerita baru untukmu, Sesil. Semua kisah hidupmu tertulis hanya untuk melayaniku." Saga menarik satu-satunya penutup di kulit telanjang Sesil. "Di ranjang."

***

Sesil masih terisak. Meringkuk di kasur yang berantakan dengan air mata membanjiri bantal serta selimut yang ia gunakan untuk meredam tangisan dan luka hatinya.

'Kekasihmu yang lebih dulu mengusikku. Kau tahu hatiku tak semulia itu, Sesil. Apa yang dilakukan Dirga dan penghinaanmu. Setidaknya aku akan merasa puas dengan bayaran ini.'

Kata-kata Saga sebelum pria itu meninggalkanya sendirian dalam kepekatan derita yang ditorehkan ke seluruh tubuhnya.

Dirga merusak kartel bisnis Saga hingga pria busuk itu merugi beberapa milliar. Alasan yang baru diketahuinya kenapa Saga tertarik mencari tahu dirinya dan membuat pertengkaran hebat antara dirinya dan Dirga untuk terakhir kalinya. Memang tak seberapa bagi pria dengan kerajaan bisnis gelap yang menguasai pasar negeri ini dan beberapa negara tetangga. Perdagangan senjata, klub-klub malam yang menawarkan kemewahan, bisnis prostisusi, dan entah pekerjaan kriminal apa lagi yang digeluti oleh seorang Saga Ganuo. Kau tak akan menemukan nama pria itu di situs internet mana pun. Tak ada orang yang cukup gila menuliskan nama pria itu di sana. Tetapi, bukan berarti orang tak mengenali namanya. Cukup orang hanya mengenali kekejamannya saja, tak perlu harus bersinggungan atau mencari tahu batang hidung seorang Saga Ganuo. Apalagi mengusik bisnis remahannya sekali pun.

Berbeda dengan Saga, Banyu Dirgantara bergerak di bisnis-bisnis legal. Setidaknya itu yang tertera di semua situs internet. Tetapi, sekarang Sesil tak menjamin kebenaran kabar itu dengan ruang lingkup Saga di sekitar Dirga. Dengan kelicikan Dirga atas perbuatan pria itu yang membuat Saga merugi, tentu konflik di antara kedua pria itu terjadi dengan suatu alasan, bukan? Dirga dan Saga, tak ada yang lebih baik dari keduanya.

Rentetan kejadian sebelum kecelakaan yang membuat ingatannya menghilang, kembali terputar di kepalanya. Sore itu, seseorang yang mengaku disuruh Dirga datang menjemputnya di cafe. Membawa Sesil ke sebuah rumah bertingkat dua dengan halaman luas dan mobil-mobil mewah terparkir di garasi yang tak kalah luasnya. Sesil mengira itu adalah rumah boss Dirga, hingga ia menyadari bahwa semua pelayan dan pengawal yang bertugas bersikap hormat pada Dirga. Melakukan apa pun yang Dirga pintah hanya dalam sekali ucapan ketika ia datang dan menemukan Dirga di ruang tamu berlantai marmer dan dengan lampu hias terbesar yang pernah Sesil lihat.

Dirga menyambutnya dengan wajah merah padam dan rahang mengeras, tapi tak urung melengkungkan senyum sambutan untuknya. Hingga Sesil menyadari bahwa ada sindiran di sudut bibir pria itu.

"Apa kau terkejut, Sesilku?" Dirga membuka kedua tangannya.

Sesil mengerutkan kening tak mengerti.

"Inilah diriku yang sebenarnya. Rumah, mobil, dan perhiasan yang selama ini kutunjukkan padamu. Yang kesemuanya tolak, kecuali kalung itu. Itu hanyalah remahan kekayaan yang kumiliki."

Sesil mengangkat tangan. Memegang bandul kalung yang menonjol di balik kemejanya. "Apa kau mempermainkanku?"

Dirga menggeleng-gelengkan kepala di antara ketidakseimbangannya menyanggah tubuhnya sendiri. Tertawa terbahak sambil merogoh ponsel di saku celana dan mulai menggeser-geser layarnya. Lalu menunjuk ke arah Sesil dan berteriak, "Kau yang mempermainkanku."

"Apa ini?"

Dirga melempar ponsel yang menyalakan video. Sesil membungkuk dan mengambil ponsel yang tergelatak di karpet dekat kakinya. Terkejut ketika menemukan gambar dirinya terpojok di dinding dan Saga tengah mencumbu dengan mengurung seluruh tubuhnya. Video itu dimulai dan berhenti di detik yang tepat hingga siapa pun yang melihat pasti mengira mereka adalah pasangan menjijikkan yang tak tahu malu dan bercumbu di mana saja.

"Bukan itu yang sebenarnya terjadi." Hanya itu komentar Sesil sebagai bentuk penyangkalannya.

"Jadi kau mengakui melakukan adegan menjijikkan itu."

"Saga yang melecehkanku."

"Aku sangat yakin itu dilakukan atas dasar suka sama suka."

"Apa kau tidak memercayaiku?"

"Aku memercayai mataku."

Sesil terbungkam.

"Jadi, hargamu hanya lima milliar? Cukup mahal untuk wanita pinggiran sepertimu, Sesil," dengkus Dirga.

Air mata jatuh dan membasahi pipi Sesil. Dengan bau alkohol yang menguar dari mulut Dirga, ia tahu pria itu sedang dalam keadaan mabuk. Tetapi pria itu cukup sadar ketika melemparkan penghinaan kasar tersebut di depan wajah Sesil. Seharusnya, dengan pakaian dan mobil yang diakui Dirga milik bossnya. Restoran mahal yang selalu pria itu pesan ketika mereka berkencan dan semua kemewahan yang pria itu berikan padanya sebagai alasan bonus dari pekerjaan yang memuaskan bossnya. Wajah tampan dan tubuh terawat pria itu, seharusnya ia tak terlalu bodoh menganggap kebohohongan Dirga adalah jati diri pria itu yang sebenarnya. Bahkan seharusnya ia menggunakan ponsel mahal pemberian pria itu mencari tahu nama Banyu Dirgantara di internet. Yang tidak bisa dilakukan ponsel miliknya yang sudah dibuang Dirga ke tempat sampah di jalan. Ia bahkan tak punya waktu bersenang-senang dengan ponsel mahal itu kecuali hanya untuk menjawab pesan atau pun panggilan Dirga.

"Ternyata, selama ini kau hanya berpura-pura tak mengenali diriku yang sebenarnya. Tapi, ternyata kau sama saja dengan wanita-wanita yang merendahkan diri padaku hanya untuk menggali emasku."

Sesil tak bisa menahan tangisannya melaju hingga membanjiri seluruh wajahnya. Penghinaan Dirga benar-benar berada di luar batas kesabarannya. Satu tamparan mendarat di pipi Dirga dan menghapus air matanya dengan sia. Ia melepas kalung yang tertutup kemeja lusuhnya, merogoh ponsel mahal pemberian Dirga di saku jeans yang warnanya sudah hampir pudar, dan melemparnya ke sofa mahal Dirga. Ia bahkan tak tahu kenapa Dirga tinggal di tempat semewah ini dan terlihat tak terusik ketika mengunjungi kafe murahan tempatnya bekerja. Bersikap seperti orang-orang kalangan bawah seakan memang dari situlah pria itu berasal.

"Setidaknya bermain dengan wanita miskin sepertimu cukup menghiburku." Dirga benar-benar memberikan Sesil pukulan telak tepat di jantung wanita itu. Sengaja diperuntukkan untuk mematahkan hati wanita itu.

"Aku tak membutuhkan semua pemberianmu." Sesil berbalik dan berlari melintasi ruang tamu Dirga yang luas. Untuk pertama dan akan menjadi terakhir kalinya ia menginjakkan kaki di lantai rumah ini.

Esoknya, ia tak bisa harus terus-terusan bersedih dengan kehancuran hubungannya dan Dirga. Sakit hatinya bisa menunggu, tapi pekerjaan sebagai pelayan cafe tak ingin tahu urusan hatinya yang tengah tergoncang. Ia merasa lega akhirnya bisa menyesaikan pekerjaan pada hari itu. Hingga saat ia berpamit pulang, ia melihat mobil mewah Dirga terparkir di halaman cafe. Sesil lebih memilih lewat pintu belakang, terpaksa mencegat taxi karena lebih cepat menghindari Dirga ketimbang dia harus berjalan kaki. Ditambah hujan yang tiba-tiba turun dan sial, kecelakaan itu terjadi.

Ingatan terakhirnya hanyalah mobil yang melaju tak terkendali, bunyi klakson yang memekakakkan telinga, kepalanya yang terdorong ke jendela mobil karena ia tak mengenakan sabuk pengaman, dan mobil yang berguling-guling menuruni jurang. Sungguh keajaiban ia bisa selamat dari kecelakaan menggenaskan itu.

Lalu, seakan ingatan di kepalanya direset dan diganti ingatan baru yang dijejalkan Saga di kepalanya. Bukan hanya itu, Saga sengaja membuatnya terombang-ambing dengan kegelisahan akan jati dirinya yang sebenarnya. Ia tidak berselingkuh dengan Dirga, melainkan Sagalah yang membuat Dirga berpikiran bahwa ia berselingkuh dengan Saga.

Suara pintu yang diketuk, sesaat menghentikan tangisan Sesil. Ia tak ingin terlihat menyedihkan di hadapan pengurus rumah tangga, karena tak mungkin Saga mengetuk pintu untuk masuk ke kamar pria itu sendiri. Segera Sesil bangkit terduduk, berusaha menutupi tubuh polosnya dengan selimut ketika pintu terbuka. Seorang pelayan masuk dengan nampan berisi makan siang dan meletakkannya di meja. Sungguh pekerjaan yang sia-sia, batin Sesil ketika pelayan itu menutup kembali pintu kamar. Ia sama sekali tak berminat untuk melirik dua kali atau menyantap makanan itu. Namun, setidaknya ia ingin membersihkan diri dari semua kotoran-kotoran Saga yang menempel di sekujur tubuhnya. Dress yang ia kenakan kini tergeletak menggenaskan dengan untaian-untaian benang yang menjulur sepanjang robekan di bagian tengahnya. Terpaksa ia mengenakan kaos lengan pendek Saga yang ada di ujung ranjang dengan jijik. Karena hanya itu satu-satunya penutup yang bisa ia gunakan untuk berjalan ke kamar mandi.

Sesil kembali menangis ketika tak tahu harus memakai pakaian apa setelah menyesaikan mandinya. Ia benci dengan semua isi yang ada di lemari pakaian Saga, dan ia lebih benci dengan pakaian yang dibelikan Saga untuknya. Saat itulah ia baru menyadari, bahwa semua pakaian yang terpajang di lemari khusus untuknya, kesemuanya masih terpasang tag harganya. Seharusnya ia mengenali pakaian baru itu sejak mengenakannya untuk pertama kalinya meskipun ingatannya belum kembali. Tak menyangka bahwa ia cukup bodoh untuk tidak menyadari kebohongan Saga sejak awal.

Ia harus melarikan diri dari tempat ini! Sumpah Sesil dalam hati meskipun tubuhnya merinding dengan ketakutan yang menyeruak. Gosip dan kabar burung tentang kekejaman Saga lebih buruk dari yang sebenarnya. Terbukti dengan tindakan kasar Saga padanya beberapa saat yang lalu. Jambakan pria itu masih terasa nyeri di kulit kepalanya. Begitu pun cekalan pria itu yang menimbulkan bekas memerah di pergelangan tangannya. Dan di seluruh tubuhnya. Pria itu tak segan-segan menyakiti seorang wanita lemah.

Dengan tekad yang kuat, ia menanggalkan rasa jijik dan memilih kaos longgar celana karet di lemari Saga. Membuat tubuhnya tenggelam dengan ukuran besar tubuh Saga. Lebih baik daripada ia harus memamerkan dada, paha, atau punggungnya dengan dress-dress sialan itu.

"Pakaian apa yang kau pakai itu?" gertak Saga begitu Sesil keluar dari walk in closet dan tersentak melihat pria itu duduk bersilang kaki di sofa.

Sesil membeku. Berusaha berdiri dengan tegak meskipun tubuhnya ingin beringsut karena tatapan tajam Saga dengan penampilan dirinya. Selama beberapa hari hidup dengan kebohongan Saga, satu hal yang ia kenali dari pria itu. Saga sangat memperhatikan penampilan. Bahkan pria itu tak segan memperingatkan pelayan yang dasinya miring dan mengancam akan memecatnya jika kesalahan itu terulang.

"Pakai pakaianmu sendiri."

Sesil sedikit mengangkat dagunya. "Itu bukan pakaianku."

"Aku membeli semua pakaian itu untukmu."

"Aku tak memintamu." Suara Sesil sedikit lebih tinggi.

Cukup sudah wanita itu menguji kesabarannya hanya dengan masalah kecil seperti ini. "Turuti perintahku selagi aku bisa menahan kesabaranku, Sesil. Atau kau lebih memilih aku yang memakaikan pakaian itu untukmu?"

Dua detik keduanya saling bertatapan dan melemparkan tatapan menusuk. Dan dengan kesal, Sesil menyadari bahwa demi kebaikan dirinya sendiri, akhirnya ia memilih mengalah dan berbalik.

Setelah menjatuhkan pilihan pada dress berwarna putih dengan potongan selutut dan dada tertutup tapi punggung terbuka bebas, Sesil melangkah ke set sofa saat Saga bergumam puas dan memintanya duduk untuk menghabiskan makan siang bersama. Sesil ingin muntah, tapi bersikap baik dan tak memancing kecurigaan sebelum melarikan diri adalah satu-satunya pilihan yang ia miliki.

Tepat ketika Saga menandaskan jus jeruknya, ponsel di meja bergetar. Pria itu mengecup bibirnya sebelum beranjak dari duduknya dan kembali keluar kamar. Sesil bisa melihat dua pengawal yang berjaga di depan pintu sebelum Saga menutup pintu sepenuhnya. Bahkan pria itu sudah mengantisipasi tindakannya sebelum pemikiran itu muncul di kepalanya. Sesil mengusap bibirnya dengan kasar, benci dengan sentuhan Saga. Lalu ia berjalan ke pintu balkon, melongok ke halaman depan. Dari sana ia bisa melihat Saga menuruni anak tangga di depan pintu utama dan masuk ke dalam mobil.

Ini saat yang tepat untuk melarikan diri. Sesil masuk ke dalam kamar. Berjalan mondar-mandir memikirkan cara keluar dari rumah ini. Semua pelayan di rumah ini berjumlah sepuluh orang, sibuk dengan urusan dalam rumah. Pekerja kebun juga pasti sudah menyelesaikan pekerjaan. Ia tak mungkin melewati pintu kamar, karena Saga memastikan dirinya tak keluar kamar pada penjaga di depan pintu kamar.

Sesil kembali ke balkon. Mengedarkan pandangan ke sekitar halaman depan dan samping rumah. Tak ada siapa pun kecuali penjaga di gerbang dan beberapa yang berjaga di depan pintu utama. Ia hanya perlu mencari sudut yang pas dari sisi balkon yang lain karena penjaga Saga tak menjaga bagian belakang rumah. Cctv rumah ini sangat lengkap, tak butuh banyak tenaga untuk berjaga di setiap sudutnya.

Namun, ia tak mungkin melompat dari balkon setinggi ini. Sesil masuk ke dalam, membongkar laci atau apa pun untuk menemukan tali. Tetapi, untuk apa Saga menyimpan tali di kamar. Akhirnya ia menarik sprei di kasur dan akan menggunakannya untuk turun dari balkon.

****

Praanggg ...

Bunyi benda pecah dari arah dalam kamar membuat kedua penjaga saling bertatapan. Salah satu memberi isyarat mata menyuruh temannya masuk.

"Sial!"

Umpatan temannya membuat pengawal yang masih berjaga di depan pintu ikut masuk. "Ada apa?"

"Tuan Saga akan memenggal kepala kita. Nyonya kabur."


****


Thursday, 26 December 2019




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro