🍁 14 | The Duality

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Asekkk, gua udah bisa modarin kalian semua. Biasanya sih gak bisa.

Ya udah, setelah selesai dengan sweetnya, ini disasternya.

Hari Kedua,

"Van, mending gini, deh, kita kudu ngelakuin sesuatu yang baru," kata Rangga yang datang dari arah pintu dan duduk di samping Akarsana yang sudah melototinya dengan tajam. Pemuda itu berusaha untuk menghindari tatapan tersebut dengan bersikap biasa saja.

"Gue juga tahu, ya, bujang. Miss nggak mau festival tahun lalu diselenggarain lagi bulat-bulat." Balas Revan yang duduk di sofa juga dengan Marcus yang sudah ngebet untuk berpatroli. Tiga anggota Dreamers Squad lainnya memilih untuk molor di rumah. Karena, ini masih jam enam pagi.

Masih ada tujuh siswa lainnya di sekitaran sofa yang merupakan anggota OSIS. Revan tahu memang seharusnya dia tidak boleh membuat para anggota bangun pagi-pagi. Tetapi, mereka sendiri memang sudah datang karena akan piket kelas.

"Kita selesaikan yang bisa diselesaiin dulu, okay? Lokasi festival penutupan akhir tahun jelas di lapangan tengah gedung sekolah. Ada yang keberatan?" Marcus mengambil alih kepemimpinan untuk sementara, masih terlalu pagi untuk memikirkan hal yang berat-berat.

"Bagaimana kalau diperluas? Seperti ke dalam lapangan basket indoor. Kan, nggak mungkin juga acaranya kita perluas sampai ke kolam renang indoor." timpal Akarsana yang melihat lainnya. Dia kembali menyambung saat melihat Marcus sedikit keberatan dengan idenya, "Begini, ya, Pak Sekretaris dan Pak Ketu, tahun lalu itu diadain di lapangan luar saja. Tahun-tahun lalunya juga seperti itu, kan?"

Marcus mengangguk membetulkan, "Gue sempat lihat porposal festival lima tahun kebelakang. Semuanya melakukan di lapangan tengah gedung. Katanya supaya tidak memberatkan panitia seksi keamanan dan ketertiban."

"Kita tingkatkan saja," ucap Akarsana menyela perkataan abang kelasnya.

Dia menghembuskan napas saat melihat belasan pasang mata melihat ke arahnya untuk mendesak akan penjelasan, "Tim keamanan dan ketertiban kita tingkatkan personilnya. Tahun lalu ada berapa orang jadi anggota keamanan, Bang?"

"Ada empat dengan ketua menjadi lima orang totalnya, San. Lo nggak berencana merekrut anggota, kan, ya?"

Bendahara OSIS itu berdecih remeh, dia melihat sekelilingnya lalu menyandar punggung ke sofa, “Kita kan punya seksi kerohanian dan jasmaniah. Kenapa nggak mau dipakai?”

Rangga yang mendengar langsung menepuk tangan memecah keheningan, “Lo benar-benar, ya, San.”

Revan melihat ke arah seorang pemuda yang duduk agak ke belakang, matanya menyorot penuh pertanyaan yang bisa langsung diartikan oleh aggotanya itu. Matanya juga melihat ke belakang pemuda yang lebih berbadan besar darinya dan merupakan abang kelasnya. Kemudian, dia tersenyum sedikit, “Boleh. Jason, kami perlu bantuan lo.”

“Selalu ada, Van. Lo tenang aja,” kata pemuda yang ditatapi olehnya semenjak tawaran Akarsana. Jason Nicholas Setiawan menjadi ketua seksi kualitas jasmani dan gizi, tentu saja tidak memiliki peran apapun yang penting festival tersebut.

Revan menggeleng pelan, “Eum … eum … bukan cuma untuk keamanan doang, Jay. Gue perlu anggota untuk dokumentasi juga. Kak Cherryl, lo kalau kekurangan lagi. Lo perlu kasih tahu ke gue atau Bang Marc pun nggak masalah. Gue nggak mau festival nanti bisa hancur.”

"Lo bisa serahin tugas dokumentasi ke gue. Keknya gue cuma dua lagi. Untuk masalah lainnya, gue bisa kerja sama dengan Venny, dia 'kan kreatif." Jawab seorang gadis yang tadinya sedang menghapal buku Biologi di samping seorang gadis yang diikutsertakan dalam pembicaraannya.

"Bisa diatur." Jawab Jason dengan santai. Ketua Kesiswaan itu melihat ke belakangnya, "Bang Bon,"

"Tenang saja. Anggota gue siap semua. Nanti gue bakalan koordinasi sama Jason. Lo tinggal terima siapnya."

Revan mengulas senyum kepada pemuda yang menjadi ketua seksi bidang keimanan dan budi pekerti, "Makasih, Bang Bonny Hartawan."

"Bon, gue baru ingat. Ntar lo ikut gue ke black room, ada beberapa anak nakal lagi sama Kevin juga." Marcus menyela, dia kemarin sudah memeriksa dan ada beberapa siswa yang perlu mendapatkan teguran darinya.

"Okay. Jamber?"

"Jam istirahat kedua saja, ya, Marc. Gue jam istirahat pertama dipanggil sama Miss Jeonna." sela ketua seksi bidang ketertiban dan keamanan tersebut. Marcus menyetujui dan Bonny selaku seangkatannya juga setuju.

"Merkuria nggak datang?" tanya Rangga yang setelah menyadari ada satu orang yang tidak tampak wujudnya daritadi.

"Nggak apa-apa. Dia kan seksi sastra dan budaya. Jadi, San, karena kelas lo sebelahan sama dia-"

"Gue samperin orangnya nanti." potong Akarsana langsung membuat Revan menggeleng pelan mendengarnya.

Lalu melihat ke arah jarum jam, dia berkata "Keknya cuma itu doang yang penting, kan. Tim keamanan dan ketertiban, dokumentasi dan tim kebersihan ... Kak Naomi, orangnya cukup nggak? Karna, bisa jadi lokasinya bakalan lebih luas lagi."

"Cukup, kok. Lagian, anak-anak juga pada mengenal kebersihan." Jawab seorang gadis yang duduk di belakang Akarsana.

"Ya udah, kalau gitu gue duluan, ya. Vin, kita patroli." Marcus langsung bangkit setelah mencatat hasil diskusi singkat di bukunya. Lalu, meninggalkan lokasi dengan Kevin.

Rangga yang melihat langsung ikut bersuara, "Gue ke toilet dulu." Tanpa ingin berniat mendengar jawaban, dia juga meninggalkan ruangan.

"Ya sudah, yang masih ada keperluan lainnya sudah boleh meninggalkan ruangan. Kak Venny, Bang Mike, Bang Louis, jangan keluar dulu, ada yang perlu gue omongin," kata Revan yang tentu saja langsung disanggupi oleh lainnya. Cherryl langsung melenggang dari Ruang OSIS dengan bibir yang komat-kamit merapal deretan nama latin.

"Ada apa. Van?" tanya Venny setelah melihat tersisa ketiga ketua seksi bidang, dan Revan.

"Nih, Kak. Gue minta saran untuk festival nanti. Gue beneran nggak ada ide mau ngapain," kata Revan yang terlihat frustasi, dia menyerahkan proposal tahun lalu kepada ketua seksi kreativitas tersebut.

Venny Patricia mengangguk dan tersneyum lebar, "Gue bakalan lihat proposal dulu, ya. Keknya nanti malam atau besok pagi, gue bisa kasih tahu ke lo idenya."

"Okay, deh, Kak."

"Itu doang, kan? Gue duluan, ya, papan tulis belum gue hapus, tadi langsung cabut kemari soalnya."

Revan mengangguk dan melihat siluet kakak kelasnya menghilang dari balik pintu. Lalu, fokus kepada dua abang kelasnya yang telah berpindah tempat ke sofa.

"Bang Mike, Miss Mina tadi nyerahin dokumen ke gue, setelah gue lihat itu tentang pertukaran siswa kali ini dengan Jakarta British School, mereka minta yang berwawasan luas sebanyak lima orang. Gue kira Abang perlu bertanya pada Bang Louis karena dia yang mengadakan pramuka dan workshop umum," kata Revan yang memberikan dua dokumen berisi sama kepada kedua pemuda tersebut. Dia meminta bantuan Marcus untuk fotokopi rangkap dua tentunya.

"Yang kemarin ke Korea Selatan aja belum balik, Van. Gue pantau, katanya di sana seru. Mereka nggak di-bully sama orang sana, malahan diajak touring se-Seoul. Nggak mau pulang mereka," kata Michael Sanjaya selaku Ketua seksi bidang prestasi akademik dan Non-akademik.

Revan mengangguk paham, "Iya, sih, Bang. Gue dua tahun yang lalu diajak ke sana, betah sih. Banyak yang bisa didatangi lebih dari yang ada di artikel internet. Tapi, Bang, biaya hidup di sana mahal."

"Ntar gue baca, deh. Kemarin itu memang ada yang pengen ikutan pertukaran siswa pas acara pramuka dua minggu yang lalu. Gue lihat, sih, dia lumayan. Tapi, nggak tahu dia beneran bisa ikut nggak. Soalnya, untuk acara pramuka Emaknya rempong abis, Bapaknya nggak mau ngasih anaknya ke luar. Padahal anak cowo. Keknya, kalau dia mau kudu ekstra kerja, sih."

Louis menimpal sembari memberikan ekspresi frustasi yang sama dengan Revan saat memikirkan festival penutupan acara.

"Maklum, Bang. Anak satu-satunya, bisa-bisa Abang digorok sama Bapaknya kalau anaknya tergores sekali."

Ketua Seksi bidang kepribadian unggul, berwawasan luas, dan bela negara itu bergidik mengerikan saat membayangkan dia sungguh digorok oleh orang tua siswa tersebut.

"Itu saja, sih. Yang tadi mau gue katain, Bang. Kalau untuk festival, gue masih buntu."

"Lo tenang aja, Van. Kita bantuin semampu yang kita bisa. Anyway, si Rangga kok nggak nampak di sirkuit?"

Revan tersenyum tipis, "Gue kurang tahu, Bang. Keknya, karena gue ajak ke cafe mulu, deh."

"Yeu ... Rangga mau lo ajak ke Padang Sidempuan juga anaknya bakalan ingat balek ke sirkuit. Mana pernah bolong tuh anak kalau bahas racing," kata Louis yang tidak dijawab oleh Revan dan hanya mengulum bibirnya dengan pikiran yang penuh akan sahabatnya itu.

Michael menepuk pundak Revan dua kali untuk menguatkan, lalu meninggalkan Ketua OSIS itu sendirian di sana yang tengah menatap dokumen pertukaran siswa dengan sendu.

The End

.

.

.

.

.

Joking
To Be Continue, guys.

Mulai dari sini ya pertualangan barunya.

Iya, tahu kalian semua pada minta lanjut. Dah kulanjutin.

Bilang apa coba?

Ya udah ya... aku mau menghilang dulu aja lagi.

Sampai jumpa lain waktu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro