Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

────୨ৎ────

Tidak ada yang lebih mendebarkan dari pada berdiri di tengah lapangan luas yang dulunya hanya bisa Nasha lihat lewat media sosial atau selebaran poster yang tidak jarang tertempel di tembok-tembok jalanan. Dadanya terasa sesak, oleh rasa senang yang jika tidak ditahan rasa-rasanya akan membuncah keluar dari tubuhnya seperti asap yang mengepul lebat.

Acara penyambutan anggota baru klub voli sudah selesai sejak dua jam yang lalu. Namun, alih-alih pulang, Nasha justru menyibukkan diri dengan berlatih servis seorang diri selama hampir dua jam lamanya. Dia berkali-kali mengumpulkan bola yang bertebaran di lantai ke dalam keranjang dan kembali memukulnya satu-persatu melewati net.

Ah, andai saja dia punya teman yang bisa memberinya umpan bola kapan saja. Pasti menyenangkan.

Teman? Nasha menghela napas. Rasa-rasanya kata itu terlalu jauh untuk bisa dia jangkau. Apalagi mengingat kejadian tidak mengenakkan ketika penyambutan tadi. Entah hanya perasaannya saja atau tidak, semua anggota kelas sepuluh seperti tidak tertarik untuk berteman dengannya. Apakah mungkin karena sepatu lusuh yang saat ini dia kenakan? Apakah karena kasta mereka berbeda jauh mengingat dia hanyalah siswi penerima beasiswa?

Nasha langsung menggeleng mengenyahkan pikiran negatifnya. Namun, nyatanya ketakutan itu tidak bisa terhindarkan dan Nasha tidak akan pernah bisa merasa terbiasa jika masa-masa suram di sekolah sebelumnya harus terulang kembali di sini. 

Baginya, menginjak kelas satu SMA sama saja memulai kehidupan yang baru. Dan di kehidupannya kali ini dia ingin memiliki banyak hal menyenangkan.

Sebuah bayangan yang tertangkap lewat pantulan lantai lapangan membuat Nasha menoleh. Matanya mengerjap menatap seorang gadis cantik berseragam olahraga diam mematung di depan pintu masuk. Rambut abu-abunya yang panjang tampak indah dibiarkan tergerai begitu saja, menarik perhatian Nasha lebih dari apa pun.

Cantik.

"H-hai—" Ucapan Nasha harus tergantung begitu saja ketika gadis itu mendadak melangkah pergi dengan cukup cepat. Keningnya berkerut, merasa keheranan.

"Memangnya mukaku seseram itu, ya?" gumam Nasha mendadak merasa tersinggung sendiri. Padahal kepergian gadis asing itu belum tentu karena melihat menampakan wajahnya.

'Sering-sering senyum, Sha, biar orang gak mudah salah paham sama kamu'

Perkataan itu kembali berputar di kepalanya entah untuk keberapa kali di hari ini. Nasha sudah mencoba menerapkannya sebaik mungkin, tetapi merasa saran itu tidaklah berguna. Masih belum ada yang mau mendekat ke arahnya.

Mungkin senyuman saja tidak akan cukup.

Nasha berdecak. Memilih untuk tidak memikirkannya lagi. Senyuman tidak akan membantu dirinya untuk bisa menjadi pemain voli terhebat di dunia, kan? Iya, kan? Yang perlu dia lakukan hanyalah berlatih dengan keras.

Nasha mengambil satu-satunya bola yang tersisa di keranjang. Dia melangkah mundur hingga keluar dari garis lapangan. Tangannya memantul mantulkan bola beberapa kali sebelum melemparnya hingga melambung tinggi. Kedua bola mata berwarna coklat pekat dengan binar itu fokus mengikuti arah gerakan bola. Kakinya berlari cepat mengejar bola lalu ketika menemukan titik yang tepat untuk memukul, Nasha melompat setinggi mungkin dan melayangkan pukulan keras hingga bola melesat cepat melewati net lalu memantul ke seberang lapangan.

Dia menunduk menatap tangannya yang memerah. Binar itu perlahan memudar.

Masih belum cukup.

Ketukan halus yang terdengar menginterupsi Nasha untuk kedua kalinya. Keningnya berkerut melihat lagi-lagi ada orang lain yang datang. Tunggu, dia orang yang sama dengan gadis asing tadi? Tidak, jelas-jelas rambut mereka sangatlah berbeda. Namun, wajahnya ... benar-benar mirip.

"Sudah waktunya tutup," ucap orang itu sambil menunjukkan kunci yang tergantung sempurna di jemari tangannya.

"Oh, Ma-maaf!" Dengan sedikit gelagapan, Nasha langsung memunguti bola yang berserakan di atas lantai.

Nasha tahu jika sekolah membatasi pemakaian ruang latihan hanya sampai sore saja, kecuali jika anggota klub akan menghadapi turnamen. Mereka bisa berlatih sebebasnya selama berada di bawah bimbingan pelatih.

"Anak baru, ya?"

Nasha mengangguk menjawab pertanyaan itu. Diam-diam merasa senang karena cowok itu tidak kabur seperti gadis sebelumnya.

Mereka baru saja selesai mengunci pintu dan berjalan bersisian di koridor yang tentu sudah sepi karena hari mulai gelap. Lampu-lampu sudah dinyalakan dan tampaknya semua kelas sudah kosong. Mereka hanya sempat berpapasan dengan seorang guru yang langsung menyuruh keduanya untuk segera pulang ke rumah.

"Kamu juga anggota klub voli?" tanya Nasha sambil melirik name tag yang terpasang sempurna di seragam sekolah cowok itu.

Nolandra Atthaya.

Nama yang membuat Nasha tidak ragu lagi mengenai jenis kelamin manusia di sampingnya ini. Wajahnya memang tampan, tetapi juga cantik. Sangat mirip dengan gadis yang tadi.

Nolan tersenyum lalu menggeleng. "Bukan."

Nasha memiringkan kepalanya memperhatikan cowok itu. Jika bukan anggota klub voli bagaimana dia bisa memiliki kuncinya?

"Sebenernya itu tugas orang lain, aku cuma membantu saja," ucap Nolan seolah bisa membaca pikiran Nasha.

Nasha masih tidak mengerti, tetapi memilih untuk tidak melanjutkan percakapan. Mereka kembali diam. Yang terdengar hanya langkah kaki sampai gerbang sekolah terlihat di depan mata. Halte sudah sepi ketika mereka sampai di sana. Tidak ada lagi obrolan di antara keduanya. Mereka bahkan duduk agak berjauhan. Nasha sendiri merasa canggung, berbeda dengan Nolan yang tampak tenang dan seperti tidak terganggu dengan situasi hening di antara mereka.

Sepuluh menit berlalu, bus akhirnya datang dan berhenti tepat di depan halte. Nasha menoleh ketika Nolan tidak ikut berdiri.

"Enggak sekalian naik?"

"Duluan aja, aku masih nunggu orang lain."

Oh! Nasha mengangguk dan tersenyum. Dengan banyak sekali kebimbangan tangannya melambai sebagai tanda perpisahan. Di luar dugaan Nolan tersenyum tipis dan balas melambai.

"Sampai jumpa lagi, Lanasha. Hati-hati di jalan."

Nasha buru-buru naik ke bus ketika sang supir menegurnya untuk segera naik. Dia memilih untuk duduk di kursi paling belakang dan memutuskan untuk menoleh ke belakang. memastikan Nolan bukanlah ilusi yang dia ciptakan sendiri karena keinginannya memiliki seorang teman.

Apakah sekarang mereka sudah bisa berteman?

Nasha mengernyit ketika melihat Nolan menjauh dari halte. Bukan karena seseorang yang dia tunggu sudah datang untuk menjemput, tetapi cowok itu masuk kembali ke area sekolah. Nasha memilih untuk tidak memedulikannya. Mungkin cowok itu masih ada urusan lain, misalnya ada barang yang tertinggal.

Perjumpaan mereka tadi menjadi satu-satunya hal yang memenuhi pikiran Nasha. Namun, entah kenapa dia merasa tidak asing dengan wajah Nolan. Dia seperti pernah bertemu dengannya, tetapi tidak yakin di mana. Dan perempuan di ruang latihan tadi masih membuat Nasha penasaran. Mungkinkah sebenarnya mereka pemain voli terkenal yang sempat Nasha lupakan?

Memiliki pemikiran semacam itu membuat Nasha buru-buru mengambil ponsel di tas. Namun, wajahnya menegang kala benda yang dicarinya tidak bisa ditemukan.

Sial, tertinggal di ruang latihan.

Nasha terpaksa menghentikan bus dan berlari kembali ke sekolah. Jaraknya yang lumayan jauh memakan banyak waktu. Gadis itu menghela napas ketika melihat gerbang sekolah masih terbuka. Dia berharap Nolan masih berada di dalam, atau setidaknya dia bisa meminta penjaga sekolah untuk membukakan pintu ruang latihan untuknya.

Namun, ketika melewati lorong kelas sebelas di mana ruang latihan berada dalam jarak pandang yang dekat, Nasha melihat ruangan itu terbuka. Dia sedikit berlari mendekati ruangan itu dan bisa mendengar suara seseorang yang sedang bermain voli dari dalam ruangan.

Nasha tidak langsung masuk. Dia memilih untuk mengintip lewat celah pintu. Jantungnya berdegup cepat melihat dua orang yang tengah berlatih di dalam sana.

Mereka adalah Nolan dan gadis yang tadi kabur ketika bertemu dengannya di ruangan ini. Namun, yang membuat Nasha diam membeku bukan karena dua fakta itu, melainkan karena gadis itu memukul bola dengan gerakan yang mengagumkan. Dan Nolan adalah orang yang memberi umpan bola padanya.

Tangan Nasha terkepal, gerakannya benar-benar indah. Rasanya seperti kembali pada waktu di sembilan tahun silam.

────୨ৎ────

Terima kasih banyak untuk kalian yang sudah meluangkan waktu membaca cerita ini
( ๑ ˃̵ᴗ˂̵)و ♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro