❦ Truth [6]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[ media : © MV Puma — TXT ]

"Uwaa sakit, sakit!"

Teriakan itu kencang terdengar, berasal dari lantai bawah tanah. Sunoo menggenggam tangannya sendiri, menahan sakit di punggungnya. Suster tengah mencambukinya tanpa ampun, Sunoo pagi ini berulah.

Saat sarapan pagi berlangsung, Sunoo berteriak nyaring sambil menutup kedua telinganya. Dia mendengar suara-suara lagi, kemudian melemparkan benda apapun yang berada di depannya ke sembarang arah.

Bahkan salah satu piring yang dilemparnya mengenai jendela besar dan merusaknya. Teman-teman dekat Sunoo bersusah payah menghentikannya, sementara anak-anak dari kamar lain hanya terdiam sambil menghindari lemparan Sunoo.

"Suster.." kedua tangan Sunoo yang bertautan itu bergetar hebat, "sakit sekali.. tolong berhenti.."

Tetapi Suster tak menghiraukannya dan makin mencambukinya lagi dan lagi.

Sunoo menggigit bibir bawahnya, menahan nyeri di punggungnya. Keringat terus mengalir dari dahinya, anak laki-laki itu hanya bisa berdoa semoga hukumannya cepat-cepat berakhir.

Padahal, Sunoo berulah karena ia mendengar suara-suara itu lagi, dan melihat sosok jelek yang sejak beberapa hari ke belakang terus mengejeknya.

Setelah beberapa belas menit berlalu, Suster menyelesaikan hukumannya dan segera meninggalkan ruangan gelap itu, membiarkan pintunya terbuka.

Tangan Sunoo menjejak lantai, berusaha menyangga agar tubuhnya tak tumbang. Lelaki bermata rubah itu meraih pakaiannya dan mengenakannya dengan susah payah. Punggungnya sangat nyeri saat tersentuh kain pakaian.

Sunoo berusaha berdiri dan menyeimbangkan langkahnya, di ambang pintu dia dapat melihat Riki, Heeseung dan Jay yang menyusulnya.

Tepat saat ketiga temannya itu menghampirinya, Sunoo hampir saja tumbang kalau-kalau Riki tak segera membantunya berdiri.

"Masih kuat jalan nggak?" tanya Heeseung, setelah mengecek luka di punggung Sunoo.

Sunoo menggeleng, kemudian Riki segera menaikkannya ke punggungnya. Untungnya bocah itu tergolong kuat, dia akan menggendong Sunoo dari lantai bawah tanah hingga lantai ke-enam.

Kemudian mereka keluar dari ruangan kelam berdarah itu, menutup pintunya dan berjalan menuju kamar.

"Lain kali kalau denger atau lihat yang begituan, jangan kamu peduliin." tutur Jay.

Sunoo memberengut, "Tapi dia berisik banget.. dia juga ngomong kata-kata yang kejam terus."

Jay menghela napasnya, "Ingat kan, kalau kamu harus bisa mengendalikan diri? Seenggaknya sampai kita nemu jalan keluar."

"Terus kapan mau nyari jalan keluarnya?! Ngomong aja gampang!" teriak Sunoo, membuat Jay sedikit berjengit kaget.

"Ih kok ngamuk?"

"Lagian hyung, gitu aja baper sampai lempar barang-barang." sindir Riki.

Sunoo memukul bahu Riki kesal, "Baper apanya, memangnya kamu mau coba?"

"Enggak lah, mana mau aku jadi gila."

"Dih, menurutmu aku gila gitu?"

"Sebelum masuk rumah sakit ini aja kayaknya emang udah rada-rada."

Sunoo memukul punggung Riki lagi, dengan lebih keras. Sementara Riki balik mengancam akan menurunkan Sunoo. Jay yang kesal akhirnya meneriaki keduanya untuk diam.

"Shh, jangan berisik. Kita obati dulu luka Sunoo, baru nanti kita tanya Jeonghan hyung tentang pintu itu." lerai Heeseung selaku yang tertua, "Siapa tahu kita bakal menemukan jalan keluar atau semacamnya."

Ketiga lelaki itu akhirnya terdiam, lalu menaiki banyak tangga hingga sampai ke lantai ke-enam. Hebatnya, bocah Jepang itu sama sekali tak merasa kelelahan.

Sesampainya di kamar, Riki menurunkan Sunoo, kemudian Jake dan Jungwon mengambilkan obat-obatan dan lain-lain. Sunoo meringis saat Jake menyingkap punggungnya.

"Sakit, ya?"

"Yaa, menurut hyung bagaimana?" jawab Sunoo malas, jelas-jelas dia kesakitan.

Jake merengut, "Berapa kali itu tadi?"

"Hmm, nggak tau. Kayaknya lebih dari 40?"

Jungwon yang melihatnya saja sudah merasa ngilu. Kulit Sunoo mengelupas di beberapa tempat, memerah, lecet-lecet hingga berdarah. Jake dan Jungwon dengan cermat membersihkan luka-luka itu, menuangkan antiseptik, serta meneteskan salah satu dari obat-obatan yang selalu mereka simpan di kamar.

Pengobatan itu selesai setelah waktu yang cukup lama, sebab yang terluka adalah sekujur punggung Sunoo. Jake dan Jungwon membereskan obat-obatan dan merapikannya kembali di kotak.

"Hoon, kamu melamun apaan sih." Jay mengibaskan tangannya didepan wajah Sunghoon yang tampaknya tak fokus.

Lelaki pinguin itu duduk di kasur, menatap ke depannya dengan tatapan kosong. Sudah berselang beberapa menit sejak dia terdiam seperti itu.

"Woi, sadar!" Jay menggoyangkan kedua bahu Sunghoon.

Sunghoon seketika mengerjap kaget, melihat sekelilingnya, "Hah? Kenapa?"

"Bikin cemas aja, mikirin apa sih kamu?"

Lelaki berkulit pucat itu menggaruk kepalanya, "Enggak mikir apa-apa. Eh, Sunoo sejak kapan disini?"

Riki menoleh malas, "Lah, hyung pikirannya habis melayang kemana?"

"Duh, ngebug dia." celetuk Heeseung.

Sunghoon menelengkan kepalanya tak yakin, dia barusan ngapain? Ah, dia tak ingat sama sekali. Dia mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri, dia lama-kelamaan jadi sering begini. Ada apa dengannya?

Jake berjongkok membuka laci nakasnya, mengambil lipatan kertasnya yang berisi tulisan aneh. Lelaki Australia itu beranjak dan berniat pergi ke perpustakaan membawa kertas itu.

"Eh hyung, kita kan masih belum tahu arti tulisan itu. Mau dikemanakan?" Jungwon mencegat Jake dengan tangan mungilnya.

"Kan kalau pinjam dari perpustakaan harus dikembalikan.." jawab Jake dengan wajah polosnya.

"Err, kalau begitu kita salin dulu. Kita harus cari artinya."

Jungwon buru-buru mengambil pulpen dan kertas kemudian menyalin tulisan itu, berusaha menulisnya semirip mungkin. Dan setelah selesai, anak laki-laki bermata indah itu mengembalikan kertasnya pada Jake.

"Ternyata tulisan Jungwon jelek, ya." ujar Jake sambil melengos pergi dari kamar.

Jungwon menautkan alisnya tak terima lalu melihat tulisannya, "Apanya, nggak jelek tuh."

✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈«

"Apa yang kau lakukan?"

Jake berjengit, menoleh ke belakangnya setelah mendengar suara bariton Yoongi. Disana Yoongi memergokinya tengah mengendap-endap berusaha mengembalikan sebuah kertas yang dilipat ke bawah karpet.

"Emm, kemarin Jake nemu ini. Mau dikembalikan.." jelas Jake sambil menunjukkan lipatan kertas itu dari balik punggungnya.

Yoongi memicing, sejurus kemudian merebut kertas itu. Setelah melihat isinya, raut Yoongi tampak tak tenang. Jake jadi khawatir dia akan dimarahi, padahal dia sudah berniat baik mengembalikan kertas itu.

"Kamu ambil sesuatu dari perpustakaan, kenapa tak bilang dulu?" Yoongi tak marah, dia hanya khawatir.

"Maaf.." Jake mengetuk-ngetuk kedua jari telunjuknya sambil mengulum bibir.

Yoongi mengusap wajahnya, "Kalau Suster tahu kamu lihat isi kertas ini, kamu dalam bahaya."

"Kalau begitu jangan bilang ke Suster dong.."

Yoongi menyimpan kertas itu di sakunya sementara, menghela napas kasar kemudian pergi ke sudut perpustakaan, di depan sebuah piano. Tak ada pilihan, Jake mengekori Yoongi.

"Memangnya itu isinya apa?" tanya Jake takut-takut.

"Hmm, bukan apa-apa. Cuma tulisan dalam bahasa Georgia," kemudian Yoongi mulai memainkan sebuah lagu di piano itu, Jake hanya merengut karena tak tahu judulnya.

"Terus artinya apa?"

Yoongi melirik sekilas ke arah anak lelaki bersurai kecokelatan itu, "Mawarku."

Mendengar itu, Jake memasang raut kecewa dan kesal, kemudian bersedekap.

"Cuma begitu doang kok, kenapa Suster bakal marah kalau kita tahu?"

Anak laki-laki itu berjalan meninggalkan Yoongi sambil menggerutu.

Yoongi kemudian menghentikan jemarinya yang sempat menari diatas tuts piano, membalikkan badan dan memerhatikan Jake.

"Menurutmu, apa arti mawar?"

✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈«

Bel datar kembali berkumandang, seluruh anak-anak di Niñogiz segera menghambur ke aula. Seperti biasa, hidangan telah tersaji rapi di kelima meja. Anak-anak hanya perlu menunggu aba-aba Suster untuk makan.

Jake datang sedikit terlambat ke aula, ia muncul dari balik pintu besar dengan sedikit tergopoh-gopoh. Kemudian teman-temannya melambaikan tangan dan mengajaknya duduk. Suster memicing ke arahnya.

"Kenapa terlambat?" nada dingin Suster terdengar bagai suara robot.

Jake mengerucutkan bibir, "Maaf, tadi Jake dari perpustakaan.."

Suster mendengus, mengalihkan pandangannya lalu menyampaikan himbauan sepetti biasanya dan pergi dari aula.

"Jake kenapa lama banget di perpustakaan?" tanya Heeseung sambil menyenggol lengan Jake.

Jake sedikit menggebrak meja, "Jake udah tau arti tulisan itu!"

Teman-temannya yang duduk di sekitar Jake tersentak, pasalnya Jake tiba-tiba berseru. Padahal mereka hendak memulai makan siang dengan tenang.

"Tau dari mana? Memangnya itu tulisan apa?" tanya Yeonjun sambil menuang saus mayones diatas sosisnya lalu mengunyahnya.

"Pak Min yang ngasih tau, katanya itu bahasa Georgia." ujar Jake antusias, "Katanya artinya 'mawarku' gitu. Terus Pak Min tanya 'menurutmu, apa arti mawar?' gitu.."

"Lah malah nanya balik." gerutu Yeonjun dengan mulutnya yang belepotan mayones.

"Emang mawar artinya apa?"

Teman-temannya tak ada yang merespon. Maksud dari pertanyaan itu sendiri apa? Denting peralatan makan mengisi jeda percakapan, sebelum akhirnya Taehyun membuka suara.

"Mawar yang seperti apa dulu? Karena tiap warna memiliki arti yang berbeda-beda," jelas Taehyun, sedari tadi tampaknya ia tengah berpikir dan mengingat-ingat hal yang sempat ia baca di buku.

Jake mengendikkan bahu, "Enggak tahu, pokoknya mawar."

"Pasti arti mawar itu cinta dan romansa kan? Soalnya tiap orang pacaran pasti ngasih hadiah mawar. Paboya, gitu aja nggak tahu." Beomgyu mendorong bahu Taehyun sambil tertawa.

Taehyun mendengkus malas, "Sok tahu, artinya banyak. Mawar juga mewakili kerahasiaan. Selain itu, mawar yang biru dan hitam punya arti mistis, kematian dan duka." lalu Taehyun balik mendorong bahu Beomgyu, "Siapa yang sekarang pabo?"

"Ih apa sih!" Beomgyu menepis tangan Taehyun kesal.

Soobin tiba-tiba saja datang membawa piringnya dan duduk di antara Beomgyu dan Taehyun, memisahkan keduanya.

"Jangan berisik, nanti dihukum." tegurnya sambil menyantap makanannya.

Jungwon hanya menyentuh-nyentuh makanannya dengan garpu, dia tak berminat makan, "Jadi kita nyari pintu itu nanti sore?"

Heeseung mengangguk, "Iya, anak-anak kamar sᴠᴛ juga setuju menunjukkannya nanti sore. Sekarang jangan mainkan makananmu, makan."

Pemuda Yang itu hanya menurut, kemudian mengunyah makanannya malas. Aula kini tak terlalu berisik, tak ada yang berteriak atau berulah seperti biasanya.

"Sunghoon kenapa sih? Kok dari tadi diam terus?" Kai memandang aneh gelagat Sunghoon, yang lagi-lagi terdiam melamun.

Jay mendecak, "Dari tadi di kamar juga gitu terus." kemudian mengambil sebuah sosis dan menjejalkannya ke mulut Sunghoon, "Makan, jangan melamun terus."

Sunghoon lagi-lagi tersentak, seperti baru ditarik ke dunia nyata setelah pergi ke dimensi lain. Kemudian kebingungan dengan situasi.

"Loh kita udah waktunya makan siang?" tanyanya dengan mata polos mengerjap, sambil mengunyah sosis dari Jay.

"Enggak, ini sudah kiamat." jawab Riki asal.

Sunghoon mengalihkan pandangan ke jendela besar, menampakkan cuaca mendung dan angin tenang berhembus, "Masa? Kok kiamatnya tenang banget?"

Jay menggeleng tak percaya, "Duh, nggak tahu deh, Hoon. Pikir aja sendiri,"

"Makanya jangan ngebug mulu." sahut Heeseung.

"Sunghoon kenapa sih?" tanya Kai, masih penasaran dengan gelagat lelaki Park itu tadi.

Yang ditanya justru menggeleng bingung, "Aku juga nggak tahu.."

"Kendalikan dirimu, mungkin kamu depresi." tambah Taehyun sambil menatap datar Sunghoon.

Lelaki itu hanya manggut-manggut paham, tapi sejujurnya ia tak tahu mengapa ia jadi sering tak fokus akhir-akhir ini. Dia sendiri tak suka, sebab rasanya seperti ketinggalan banyak hal.

✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈«

Sinar matahari yang menyusup melalui sela gorden memergoki Beomgyu yang masih belum tertidur. Beomgyu tak bisa tidur, dia sudah menulis banyak di bukunya, dan dia sudah berkali-kali mencoba memejamkan matanya.

Tidak, bukannya Beomgyu tak mengantuk. Sejujurnya dia takut untuk tidur. Sebab semalam, dia bermimpi buruk. Dia melihat banyak api, banyak sekali api. Api ganas yang menari-nari, mengelilingi dan mengepungnya, disertai asap tebal yang membuatnya sesak.

Beomgyu memerhatikan teman-temannya, semuanya telah tertidur. Ini sudah lewat jam tidur siang, tapi tetap saja Beomgyu belum bisa mengumpulkan keberanian untuk menyelam ke alam mimpi.

Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka, Suster berdiri disana memandang tajam ke arahnya. Beomgyu terkejut, dia meremat ujung selimutnya. Suster menghampirinya dengan tatapan menghakimi.

"Apa yang menghalangimu tidur? Bukankah kamu paham harus tidur siang pada jam ini?"

Beomgyu menunduk, "Aku takut tidur, kemarin aku mimpi buruk.."

Suster tak melepas tatapannya, kemudian mengambil satu pil dari sakunya dan menyodorkannya pada pemuda beruang itu.

"Minum obat tidur, setelah itu tak ada masalah."

Mau tak mau, Beomgyu mengambil pil itu kemudian menelannya dan segera merebahkan diri, memunggungi Suster.

Beberapa detik kemudian, dia bisa mendengar suara langkah kaki menjauh dan pintu ditutup. Langsung saja, Beomgyu memuntahkan pil itu kemudian beranjak dan membuangnya ke tempat sampah.

Ketakutannya mengalahkannya, lelaki Choi itu tak ingin tidur. Dia masih takut akan melihat orang-orang yang ia kenal terbakar dalam api besar itu lagi.

✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈«










































[ Siders muncul yuk.. 🌚🌚🌚 ]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro