Prolog (Voorwoord)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dia Nirmala.

Kembang desa yang jika kita menyebut namanya, semua perhatian akan tertuju padanya. Bukan hanya itu, gadis jelita itu benar-benar telak membuat para hati wanita iri bukan main. Matanya yang hitam menyimpan nirwana, bulu matanya yang panjang dan lentik, kulitnya yang putih sehalus sutra, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis, tubuhnya yang ideal, serta rambutnya yang hitam legam panjang menyentuh punggung membuat semua lelaki di desa begitu berebut ingin sekali mengenal dekat Nirmala. Namun sayangnya, Nirmala tetap menjaga jarak dengan semua orang yang ingin mendekatinya. 

Berjalan setapak, gadis itu selalu melakukan aktivitas rutin memetik beberapa buah dan ramuan di dalam hutan. Konon katanya, hutan di dekat desa benar-benar angker dan penuh hal-hal mistis. Tetapi gadis itu tetap memasuki hutan seperti biasa, tanpa ada keraguan dan rasa takut sekalipun. Orang tua Nirmala meninggal dunia karena serangan tentara Belanda dua tahun yang lalu. Kini ia sudah memasuki usia ke dua puluh. Penduduk desa begitu menjaga keberadaan Nirmala dari tentara Belanda yang masih berkeliaran di sekitar wilayah desa. Sebab, hanya Nirmala satu-satunya gadis yang masih belum menikah dan memiliki kecantikan begitu luar biasa indah yang diberkati Tuhan kepadanya.

"Nirmala. Dengarlah suaraku, Nirmala.. "

Gadis itu menoleh, menghentikan langkahnya sebelum semakin dalam memasuki hutan. Hutan ini sebenarnya hutan tempat para pejuang bergerilya melawan tentara Belanda di malam hari. Namun anehnya, Nirmala tidak pernah merasakan keberadaan seseorang setiap ia memasuki hutan. Semakin dalam ia melangkah, maka ia merasa seperti bebas dari marabahaya. Tapi untuk kali ini, suara seseorang memanggilnya begitu menggema sampai mengguncang beberapa pohon dan mengembuskan angin begitu kencang menerpanya.

"Sungguh indahnya dirimu setelah dua puluh tahun aku menunggumu."

Nirmala menghela napas berat. Mengusap pundaknya pelan menyapu pandangan mencari sumber suara. "Si-siapa kau?"

"Jangan takut, hai cucu ku. Aku hanya ingin menyelamatkanmu dari bahaya penjajah dan orang-orang yang akan merebutmu dari penjagaanku selama ini."

Tidak ada jawaban. Nirmala merasakan jantungnya berdegup kencang, rupanya suara itu datang dari hembusan angin yang semakin menyelimutinya di antara beberapa pohon yang menutupi celah sinar matahari. Gadis itu mengepalkan tangan, berpikir untuk berlari dari tempat yang mulai tidak bersahabat itu.

Nirmala berlari kencang meninggalkan tempat itu. Napasnya begitu memburu seiring jantungnya yang semakin berpacu untuk segera melarikan diri keluar dari dalam hutan. Matanya mulai menemukan jalan keluar, cahaya dari kejauhan begitu membuatnya lega saat ia berlari berharap sampai di tempat tujuan.

Sesampainya di tepi hutan, ia merasakan jantungnya hampir copot mengetahui tempat yang ia tuju adalah tempat yang sama persis seperti sebelumnya ia berlari. Di dalam hutan bersama angin yang berhembus kencang di sekitarnya berdiri. Ia mulai merasakan ketakutan, memeluk dirinya sendiri, menatap awas sekeliling hutan.

"Percuma saja jika kau ingin berlari, Nirmala. Aku tidak akan melepaskanmu."

"Apa maumu!" Nirmala sudah kehabisan napas, meneteskan airmata menyerah. Pasrah.

Hembusan angin di sekujur tubuhnya kian menerpa wajah jelitanya, hingga beberapa anak rambut menutupi wajahnya yang ketakutan.

"Aku adalah keluargamu, Nirmala. Aku hanya ingin menyelamatkanmu dari keserakahan siapapun yang ingin merebutmu dari kami. Kami leluhurmu, Mala. Kami hanya ingin membuatmu bahagia tanpa menerima penjajahan dan kehidupan serumit ini di tanah sendiri. Belanda pasti akan terus berusaha mengambil alih kekuasaan di Hindia Belanda. Melakukan perdagangan dan membuat rakyat Nusantara begitu bergantung pada mereka. Terlebih mereka tidak membawa pasangan sendiri dari negara mereka. Kami takut jika kau direnggut dan dijadikan gundik mereka."

Nirmala menggeleng tidak mengerti. Menunduk sambil mengeratkan pelukan pada tubuhnya yang terbalut pakaian lusuh bekas noni Belanda yang diberikan teman-temannya yang kebetulan ibunya merupakan Nyai/gundik mereka yang sukses meraup uang setiap harinya dari tentara Belanda.

"Cepat katakan apa yang kau mau, Iblis!" Nirmala berseru lantang. Rasa takutnya terganti menjadi geraman marah. "Aku tahu kau Iblis! Apa maumu!"

Gelegak tawa menggema di udara. Sang Iblis ternyata merasa geli dengan sikap Nirmala yang mulai berani kepadanya.

"Aku hanya ingin nyawamu. Berikan padaku, maka kau akan bahagia terbebas dari kurungan diskriminasi penjajah. Nusantara masih jauh dari kata Merdeka, Gadisku. Menyerahlah. Percuma jika kau ingin pergi dariku. Kau akan tetap kembali padaku. Aku yang selama ini melindungimu di sini. Di desamu semua warga melindungimu. Itu atas perintahku. Buktinya orangtuamu saja diberantas tuntas oleh penjajah, karena apa? Karena mereka menolak pertolonganku demi menyerahkan nyawanya kepadaku."

"Bohong! Hei Iblis, aku tidak akan pernah sudi merelakan nyawaku padamu! Apalagi percaya dengan cerita bodohmu tentang orangtuaku!"

"Ayolah, Nirmala. Aku akan mengantarmu pada kedamaian. Apa kau masih tidak percaya padaku? Baik lah. Akan kubuat kau percaya padaku."

Nirmala mendengus kasar. Membanting keranjang buah di genggaman tangannya ke atas tanah yang penuh dengan rerumputan dan dedaunan kering. Mata gadis itu menatap nyalang kemunculan seseorang berdiri tepat di hadapannya. Lelaki berpostur tubuh tinggi menjulang, bersayap hitam diselimuti kobaran api, kulitnya begitu putih benderang bak sinar rembulan, wajahnya begitu tampan dengan ukiran letak hidung, mata, bibir yang sangat sempurna. Kepalanya bertanduk merah membara di antara helaian rambutnya yang berwarna hitam pekat. Lelaki itu memakai jubah hitam polos berukiran api keemasan menutupi sebagian tubuhnya selain dada, pergelangan tangan dan kaki. Dia melayang begitu dekat ke arah Nirmala yang masih tidak percaya dengan adanya iblis seperti mahluk di hadapannya saat ini. Jarak mereka hanya setengah meter. Nirmala bisa merasakan rasa panas yang begitu menyengat saat berada dekat dengan mahluk itu. Lelaki itu menyeringai, menampilkan deretan semua gigi taringnya pada Nirmala.

"Hebat sekali. Iblis sepertimu ternyata benar-benar ada. Pantas saja warga desa tidak mau masuk ke dalam hutan. Ternyata.. Penghuninya benar-benar mengerikan." Nirmala tersenyum mencemooh. "Dan sampai kapanpun, aku tidak akan pernah menyerah padamu, Iblis!"

Sang Iblis tertawa, melangkah lebih dekat ke arah Nirmala, menguarkan hawa panas dari tubuhnya. Refleks, Nirmala melangkah mundur, namun sesuatu menahannya hingga ia kini berada sangat dekat dengan Sang Iblis.

"Nyawamu. Itulah yang aku mau jika kau ingin bertanya lagi padaku, Nirmala."

Nirmala memalingkan wajahnya, menghindari rasa panas yang kini menyengat di sekujur tubuhnya. "Aku ingin hidup! Dan kau tidak patut mengaturku, Iblis!" Nirmala menggeram tertahan, mengembuskan napas terengah-engah menghadapi panas yang kini semakin menyiksanya. "Cukup, menjauh lah dariku, ku mohon.. "

"Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau memberikan apa yang aku mau," Sang Iblis menatap tajam Nirmala yang masih enggan menjawab pertanyaannya, "Baiklah jika kau tetap diam, aku memberikan penawaran bagus untukmu."

Samar-samar Sang Iblis melihat Nirmala menoleh ke arahnya, "Apa? Apa itu menguntungkan untukku?"

Sang Iblis geram, menarik dagu Nirmala untuk menghadap ke arahnya. Nirmala meringis, merasakan panas yang berasal dari tangan Iblis di dagunya. "Sedari tadi aku telah memberikanmu kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Kau masih tidak percaya padaku! Hei manusia, benar-benar berotak pendek."

"Apa penawaranmu itu Iblis! Cepat katakan!"

Sang Iblis menurunkan tangannya dari dagu Nirmala. Matanya mulai mengunci pergerakan Nirmala.

"Aku menawarkanmu untuk bersumpah. Di usiamu yang kedua puluh, aku ingin kau membunuh dua puluh anak-anak di sekitarmu. Aku tidak peduli laki-laki atau perempuan. Setelah memenuhi sumpahmu, aku akan kembali menghidupkanmu kembali seperti semula. Bagaimana? Penawaranku menggiurkan bukan?"

Nirmala berdecih, "Penawaran gila. Kau benar-benar membuatku muak!"

"Aku hanya menawarkan saja. Daripada menderita terkukung seperti ini. Mudah, hanya merenggut dua puluh nyawa anak kecil. Dan aku akan merubah wujudmu menjadi anak perempuan berusia tujuh tahun yang sangat menggemaskan, sekaligus.. Mematikan. Aku benar-benar menginginkan nyawamu. Tapi, jika itu hanya sesaat, aku menginginkan beberapa nyawa lagi seperti jumlah umurmu sekarang. Dua puluh anak untukku. Bagaimana? Nyawamu? Atau.. Dua puluh anak itu?"

Nirmala menatap Sang Iblis, memikirkan matang-matang apa yang akan menjadi keputusannya sekarang.

"Kau masih belum menikah, bukan? Gadis secantik dirimu sayang sekali jika menjadi gundik Belanda. Apalagi menjadi istri kedua pria-pria di desamu. Semua lelaki di desamu sudah menikah. Hanya dirimu saja yang masih kujaga. Kebetulan, aku tidak menginginkan manusia menjadi istriku. Munafik jika aku tidak tergoda olehmu. Tapi aku lebih menyukai jika kau mempersembahkan nyawamu saja padaku."

"Ya." Nirmala menjawab penuh penekanan, "Aku akan menerima tawaranmu."

Sang Iblis menatap Nirmala, sedikit terkejut, "Bersumpah?"

Nirmala mendongak, menatap langit yang tertutupi daun kanopi dan pohon-pohon yang menjulang tinggi menutupi cahaya matahari yang berusaha masuk ke dasar hutan.

"Aku bersumpah akan membunuh duapuluh anak seperti jumlah usiaku sekarang, asalkan aku mendapatkan kembali nyawaku dan ragaku setelah aku menepati sumpahku itu untuk diriku sendiri. Bukan untukmu, Iblis. Aku bersumpah."

Sang Iblis tersenyum, mengulurkan tangannya menyentuh pipi Nirmala, membuat gadis itu menjerit tertahan merasakan panas.

"Aku menerima sumpahmu, Nirmala. Tutuplah matamu."

Nirmala menurut, memejamkan matanya perlahan. Tiba-tiba sesuatu terasa menusuk tubuhnya, tepatnya di dada kirinya. Nirmala merasakan sakit yang amat sangat menyiksa, hingga tubuhnya merosot jatuh ke tanah menimpa dedaunan kering. Darah segar mengalir ruah menggenangi tubuhnya yang berasal dari jantungnya yang barusaja dikeluarkan paksa oleh Sang Iblis.

"Matilah untukku. Bangkit lah kembali dan jalani misimu itu, Nirmala. Akan kubuat kematianmu menjadi sebuah kecelakaan. Kau diculik tentara Belanda di tengah gerilya atau diserang binatang buas dan hilang di tengah hutan."

Tubuh Nirmala tiba-tiba melebur menyerupai percikan api, perlahan-lahan membentuk menjadi seorang anak perempuan cantik berusia tujuh tahun. Sang Iblis kembali menyimpan jantung Nirmala ke dalam dada kirinya. Seketika Nirmala merasakan dirinya kembali tanpa merasakan sakit. Namun rasa lelah dan penat mulai menyerang tubuhnya. Ia terbaring lemas tak berdaya dengan tubuhnya yang asing, menatap Sang Iblis kini berdiri di depannya, menyeringai kepadanya.

"Selamat datang, Nirmala. Gadis kecilku yang kini barusaja memasuki usia tujuh tahun."

Nirmala menghela napas pelan, tubuhnya terasa remuk dan kesakitan. Matanya melihat Sang Iblis tersenyum, melayang meninggalkannya dan menghilang entah pergi kemana. Gadis itu memegang dada sebelah kirinya, merasakan jantungnya tidak lagi berdetak. Nirmala melotot, dirinya benar-benar mati dan menjadi hantu layaknya Iblis yang akan membinasakan anak-anak tak berdosa di kemudian hari.

"Selamat datang di neraka Nirmala."

______

Hai guys, kali ini aku coba buat fiksi sejarah ditambah fantasi dan horror yang bikin campur-campur gitu. Ah, pokoknya pantengin aja ceritanya. Entah aku masukan unsur romance atau enggak, aku pikir-pikir lagi nanti. Yang penting belajar buat cerita fiksi sejarah. Nguras pengetahuan juga ternyata. Jadi ngerasa masih zaman Hindia Belanda.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro