12 November; 13:46

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selepas itu, Agnes selalu melihat pesan dari Pak Bara di setiap harinya, entah itu pembuka hari, atau sore di penghujung akhir kerja. Agnes sebagai junior di kantor pun meladeni pesan-pesan itu seperti biasa.


Pagi, Nes. Hari ini ada ngobrol lagi ya sama Tim Purchasing, saya tunggu di ruangan [sticker]

Sore dan good work for today, ya, Nes! It's fun to be able to work with a good Planning team! [sun emoji]


Agnes menanggapi pesan-pesan itu dengan sopan selayaknya biasa bagaimana dia berbicara dengan Pak Bara, dan memastikan semua pesan itu paling tidak segera dibalas walau seadanya. Tidak baik bila membiarkan pesan dari atasan sekedar dibaca, walau kamu tidak berkeinginan untuk membalas sekalipun. Agnes berusaha selalu ramah, apalagi karena Pak Bara juga dekat dengan atasannya langsung, Pak Cliff. Ini mungkin bentuk ekspresi Pak Bara untuk menjaga kerukunan antara Purchasing dan Marketing, walau Agnes termasuk staf yang masih junior.

Pak Bara memang sangat menggebu karena Agnes mengutarakan idenya, seperti kata Bu Grace. Setelahnya Pak Bara seperti sangat tertarik dengan Agnes, dan Agnes pun sekedar menaikan alis tanda bingung. Agnes paham mungkin apa yang sudah diucapkannya di rapat kala itu memantik ide yang sepertinya sudah lama didiamkan, tapi Agnes tidak pernah merasa itu adalah sebuah hal yang luar biasa.

"Agnes?"

Agnes menaikkan kepalanya dari spreadsheet di layar, melihat Pak Bara kebetulan mampir ke sana setelah mengobrol dengan Pak Cliff. Pak Cliff sepertinya sudah hendak bergegas ke lantai bawah untuk berbicara dengan owner, Pak Bara sepertinya sedang senggang.

"Kamu lagi free? Gimana kalau kita istirahatnya bareng?"

Agnes mengedarkan pandangnya sejenak. Nora belum kembali dari 'diseret' Bu Melissa untuk urusan Marketing, sisi kantor itu sepi di penghujung jam makan siang. Agnes berpikiran untuk istirahat setelah tugasnya selesai saja daripada menunda-nunda, tapi Pak Bara sepertinya sudah meluangkan waktu untuknya.

"Boleh, Pak. Mau ke kantin aja?"

"Iya, ke kantin aja. Saya suka banget soto chicken katsu disitu." ungkap beliau sumringah. Agnes pun menutup jendela spreadsheet-nya dan bergegas mengikuti Pak Bara yang sudah hendak menuju lift.

Agnes melempar pandangannya ke arah pelataran Purchasing. Bu Grace ada di sana, tengah melakukan presentasi di hadapan beberapa staf junior di sana. Dia sepertinya tidak melihat ketika Pak Bara sudah mulai menarik lengan Agnes, dan Agnes turut bersama beliau ke kantin.

"Bapak nggak lagi sibuk?" tanya Agnes.

"Saya sibuk habis ini. Kalau urusan presentasi internal, itu banyakan di Grace," jawabnya. "Kenapa, kah? Penasaran sama Purchasing?"

"Err, nggak juga sih, Pak. Saya cuma lihat aja tadi Bu Grace lagi presentasi ..." tukasnya jujur.

"Saya nggak bakal ninggalin Grace kalau lagi sibuk-sibuknya, kok." Pak Bara sudah menarik lengan Agnes lagi. "Kamu mau makan apa?"

Agnes berpikir cepat. "Nasi rames paling, Pak."

"Oke, kali ini saya bayarin, ya?"

"Nggak usah, Pak!" sambar Agnes cepat. Pria itu terkekeh saja, tampak menikmati kedekatan mereka, sementara Agnes masih sedikit kebingungan.

Perubahan sikap Pak Bara ini benar-benar sebuah hal baru bagi Agnes.



Ketika mereka berdua makan di kantin, beberapa pasang mata seperti memerhatikan mereka berdua berbagi meja. Pak Bara yang biasanya terlihat begitu jauh dan rupawan dengan nasi dan soto, semetara dia makan nasi rames. Mereka berdua tidak banyak berbicara, atau kalaupun ada kesempatan bicara, Pak Bara tidak keberatan untuk membuka topik.

"... Oh, jadi Cliff begitu sekarang." Pak Bara manggut-manggut saat Agnes menjawab tentang apa yang Pak Cliff lakukan untuk mengajari pekerja baru dan muda yang bergabung di Marketing-Planning. "Dulu Cliff nggak kayak gitu, lho, dia lebih cool."

"Maksud Bapak?"

"Cliff bukan tipe yang banyak ngomong ke orang lain," jelasnya. "Tapi bagus, deh, kalau dia bisa mengayomi timnya. Timnya jadi benar-benar bagus, kayak kamu, contohnya."

Agnes tidak tahu harus tersipu atau tergugah, dia berusaha menyunggingkan senyum saja ketika Pak Bara memujinya. Rasanya berbeda dengan ketika Pak Cliff atau Bu Grace ketika memberikan pujian. Agnes merasa ... aneh. Aneh yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata.

Pandangan mata Pak Bara kalis ketika berhadapan dengan Agnes, berbeda ketika dia dihadapkan dengan para 'fans' yang kerap menggandrunginya di jam-jam sore. Kali ini juga, tidak banyak orang yang menyapa mereka berdua, atau Pak Bara sendiri. Seakan mereka sekedar diperhatikan saja, tapi tidak ada yang berani menyapa mereka.

"Saya senang bisa ngobrol sama kamu kayak gini," Pak Bara berterus terang. "Ini kebetulan Jumat, gimana kalau kita jalan habis ini? Ke uptown aja yang dekat gitu biar kamu nggak kemalaman pulangnya."

Agnes mengerjap, termangu, "Kenapa ... saya, Pak?"

"Cliff sama Grace jarang bisa diajak keluar. Cliff udah berkeluarga. Melissa lagi sibuk. Grace jarang pergi-pergi," Pak Bara menjawab. "Kebetulan kita lagi dekat begini, sekalian biar bisa nyambung obrolan lagi."

Agnes tidak masalah bercengkerama dengan Pak Bara, dia juga sering punya teman-teman lawan jenis sebelumnya, namun Agnes merasa Pak Bara adalah atasannya. Bukan seseorang seperti Nora. Dia sendiri juga tidak sebegitu merasa dekat dengan Bu Grace walau mereka sudah jadi 'teman'.

Tapi, lagi, Pak Bara adalah atasan. Tidak baik baginya untuk menolak tanpa alasan, atau terlalu bertele-tele. Agnes tidak punya alasan saat ini untuk menolak, toh mereka juga sekedar bersenang-senang saja.

Iya bukan?

Sayangnya dia tidak punya Nora untuk ditanyai saat ini.

"Boleh, Pak. Nggak apa-apa."

Pak Bara tampak sangat senang, "Oke. Kalau begitu nanti kita ketemu di lobi pas sore, ya. Kita lanjut jalan aja. Saya ada mobil."

Agnes mengulum bibir. Separuh dari dirinya merasa enggan, separuh dari dirinya merasa kosong.

Tapi toh ini orang internal kantor, dia akan baik-baik saja bersama orang yang sudah dikenalnya, tidak perlu bertanya pada siapa-siapa.

Seperti kata semua orang yang berkaitan dengannya 'dia harus mencoba mengenal orang lain untuk keluar dari masa lalunya'.

Itu, bukan, yang diinginkan semua orang pada dirinya?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro