November 23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



Untukmu, yang tersayang.

Hei, apa kau tahu? Aku tak pandai berpuisi, tak pandai merangkai kata indah yang membuat hati menjerit-jerit gembira, atau menangis tersedu-sedu. Maka untukmu yang tersayang, aku hanya bisa memberikan secuil surat yang tidak pernah terbaca oleh kedua indra penglihatmu, namun Tuhan tahu apa maksud hati.

Pernah, kubertanya kepada kerlip bintang, apakah aku bisa menemuimu. Pernah, aku berharap kepada malam, ketika aku ingin bermimpi tentangmu. Suatu saat nanti, akankah kita bertemu? Meski di satu waktu yang singkat layaknya angin melintas, bisakah?

Andaikan bisa, lalu aku harus ditempatkan paling belakang di antara banyaknya orang, tidak masalah. Kau hanya harus percaya, aku ada di tempat dimana kau berada. Melihatmu, walau tubuhmu mengecil dalam pandanganku, sekali lagi, tidak masalah. Itu saja sudah cukup, itu saja sudah membuatku berbahagia.

Terkadang aku memikirkan bahwa kita terlalu jauh, tetapi entah mengapa kita juga amat dekat dengan sesuatu ikatan tak kasat mata.

Aku selalu berharap untuk orang-orang tersayang agar mereka tidak sakit, 'jangan sampai sakit'. Itu juga berlaku untukmu. Mungkin kau bosan aku mengatakan hal-hal tentang 'jangan sakit'. Kau tidak tahu, bahwa aku juga membutuhkan kata itu sewaktu-waktu. Bukan untuk fisikku, melainkan diriku, hatiku, jiwaku, pikiranku. Maka itu yang kuharapkan untuk semua orang tersayang; sehat pikiran, batin, hati, jiwa. Percuma jika sehat fisik namun luka hati menggerogoti jiwa, bukan?

Ya, isi surat ini bercerita tentang angan-angan bertemu seseorang, layaknya kisah fiksi dalam banyak cerita, amat klise, benar? Tetapi semoga Tuhan juga melihatku sekarang, melihatku yang amat menginginkan pertemuan kita sehingga Tuhan iba, kemudian mengabulkan harapanku.

Dariku, orang asing yang mencintaimu.
Orang yang terlalu jauh dari pandangan mata indahmu.














- N O V E M B E R 2 0 1 9 -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro