10. I Miss You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hai," sapa Key.

"Hai," balas Keiko sembari tersenyum.

Satu kata sapaan yang sangat tidak tepat itu menjadi satu-satunya kata untuk memecah keheningan yang sempat tercipta.

"Jadi.. kau benar-benar akan menetap di Jepang?" tanya Key.

"Iya, aku akan menetap di sana."

Saat ini mereka tengah berada di rooftop cafe Serendipity. Sengaja pergi sejenak dari keramaian tamu farewell party Keiko Minatozaki. Gedung-gedung pencakar langit, lampu jalanan serta udara dingin menjadi penyatu dalam atmosfer yang membelenggu mereka.

Ada banyak hal yang mengganjal dalam benak Kim Emery Yaro. Ada banyak tanya yang menghimpit di kepalanya. Ada satu rasa aneh yang hinggap di antara rasa rindunya yang tidak pernah habis untuk Cathrina. Key menarik napas sebelum menoleh, menatap sepasang mata bening milik Keiko Minatozaki.

"Aku ingin bicara sesuatu yang aneh sebenarnya. Tapi semoga kau tidak menganggapku mencari sensasi atau semacamnya." Key yang membuka percakapan terlebih dahulu.

Keiko tersenyum tipis. "Tentang apa memangnya?"

"When I saw you for the first time." Ia berhenti untuk merangkai kalimat yang tepat. "Saat pemotretan di taman, saat aku sadar bahwa kau adalah pelanggan tetap Cafe-ku, lalu saat aku menemanimu di Cafe Serendipity. Berdua. Aku terus merasa--" Key menggantung kalimatnya.

Seketika ia seperti melihat seorang gadis dengan seragam SMA yang wajahnya sangat mirip dengan Keiko.

Key memejamkan matanya. Ada apa dengannya? Apa ingatan lamanya sedang menemukan jalan untuk kembali? Namun, siapa Keiko Minatozaki? Kenapa ia merasa seakan pernah mengenal wanita itu jauh sebelum ia membangun Serendipity?

"Kita pernah mengenal jauh sebelum ini. Baik, kau bisa menganggapku seperti pria yang mengobral picisan usang, tapi memang itu yang aku rasa," lanjutnya.

Keiko kembali mengulas senyumnya. "Aku hanya pelanggan cafe-mu dan kita berada di satu agensi yang sama. Hanya itu."

Gadis itu hendak beranjak, tetapi Key menahan tangannya.

"Ini mungkin gila. Tapi aku ingin mengatakannya." Ia menatap lekat-lekat sepasang mata yang selalu ia kagumi itu, tetapi bukan dalam artian cinta. Karena sekali lagi, Cath belum benar-benar pergi dari sana. "First love. I feel you in every single time like that. So, please give me the reason why I feel you like that?"

Keiko terdiam, bulir bening tiba-tiba tertahan di kedua bola matanya. Perlahan namun pasti wanita itu melepas cengkraman di pergelangan tangannya. "Bukan. Seperti yang kukatakan tadi. Kita hanya rekan kerja dan pelanggan cafe. Aku harus kembali menemui yang lain."

Key menggeleng kuat-kuat seperginya Keiko, yang barusan ia lakukan itu seperti bukan dirinya sendiri. Seperti ada jiwa lain yang juga menggerakkan otak serta seluruh persendian dalam tubuhnya.

Ruangan yang didominasi oleh kaca ini memantulkan bayangan dirinya sendiri. Tiba-tiba ia membeku karena pantulan bayangan yang ada di salah satu dinding kaca itu.

"Payah! Kenapa nilai eksakmu tidak pernah mencapai angka delapan?" Key menjitak kepala gadis yang berjalan di sampingnya.

Gadis itu menoleh dengan permen karet yang menggelembung dari bibirnya.

Tap! Key memecahkan gelembung permen karet itu dengan telunjuknya.

"Aku benci eksak, Kim Emery Yaro. Kau sudah tahu kan?"

Lagi, Key menjitak kepala gadis itu. "Kau harus memiliki nilai eksak yang bagus untuk masuk universitas ternama!"

"Tidak minat! Aku ingin jadi model dan penyiar radio!" Gadis itu menjulurkan lidahnya sebelum berlari.

Key tertantang berlari mengejar gadis itu. Hingga akhirnya mereka berlomba lari sampai di ujung trotoar. Sudah jelas ia selalu berhasil mendahului gadis itu. Di antara angin sore yang berembus menerbangkan helai rambut hitam gadis itu saat Key melewatinya, ia merasa sudah menggenggam segalanya.

Dunia Kim Emery Yaro sesempurna persahabatan mereka yang sudah lama melebur menjadi secercah rasa lain.

Gadis itu memegangi lututnya sembari membuang napas keras. "Padahal aku sudah banyak berlatih untuk mengalahkanmu!" Lalu menuding wajah Key.

Ia tertawa karena wajah gadis itu yang memerah dengan hidung kembang-kempis. "Tidak, Keiko. Kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku. Aku akan terus berlari di depanmu!"

"Tidak bisakah kau pura-pura mengalah supaya kita bisa berlari bersama? Kau selalu meninggalkanku terlalu jauh!"

Key mengangkat sebelah alisnya namun berjalan mendekati gadis itu, mengulurkan sebelah tangannya. "Dasar payah! Keiko payah! Ayo kita menyebrang."

Keiko menepis tangan Key. "Aku benci kau!"

Key tertawa lagi kemudian menautkan paksa jemari mereka. Mengajak gadis itu untuk menyebrangi zebra cross bersama seperti biasanya. Bersama jingga yang mewarnai langit di sore hari. Hangat itu selalu menjalar ke dalam sanubarinya tiap ia menggenggam tangan gadis itu.

Hingga di satu detik ia menyadari. Keiko Minatozaki telah menggenggam segalanya yang ia punya.

Kedua tangannya meremat kepala kuat-kuat. Sakit itu menyerang kepalanya lagi, namun rasanya beribu-ribu kali lipat. Tubuhnya ambruk berlutut, Key memejamkan matanya rapat-rapat. Berharap bayangan itu hilang dan rasa sakitnya berkurang.

"Keiko!" Entah kenapa justru nama itu yang terlontar dari bibirnya. "Keiko!" Ia meneriakkan nama itu sekali lagi.

"Mau ke mana?" Nael menahan sebelah tangannya.

Key berdecak. "Aku bukan anak kecil yang punya jam malam. Ingat?" Ia menepis tangan kakaknya.

"Di luar hujan deras." Nael sengaja memberi penekanan di setiap katanya.

"Hujan itu hanya tetesan air, Nael. Aku akan menginap di rumah nenek Minatozaki."

"Besok pagi saja, Key."

Key menghela napas. "Ada apa denganmu? Tidak biasanya seposesif ini."

"Kubilang jangan pergi."

Key mengabaikannya. "Ada yang lebih penting dari hujan!" Ia segera menaiki motornya dan menarik gas. Menembus jalanan dan hujan lebat yang mengguyur kota. Entah kapan hujannya akan mereda.

Di tengah perjalanan cahaya lampu begitu menyilaukan netranya. Lantas motor yang ia kendarai terpaksa berhenti karena sebuah hantaman yang keras. Untuk pertama kalinya Key merasa tubuhnya melayang terpelanting.

Selamat ulang tahun, Keiko-chan. I love you more than a bestfriend for now. Ah, I think from yesterday. No, no, maybe since your eyes give me that sign.

Hal terakhir yang ia rasakan, sesuatu yang keras membentur kepalanya. Sekujur tubuhnya langsung mati rasa, lalu semua menggelap.

"Keiko! Arrrrrrghhhh ...." Ia masih terus meremas rambutnya kuat-kuat. Sementara air mengalir dari kedua sudut matanya.

Kemudian suara khas remaja laki-laki memenuhi gendang telinganya.

Aku adalah Kim Emery Yaro di umur 18th sebelum kecelakaan itu terjadi. Selama ini aku hanya mampu melihat diriku sendiri seperti hantu. Kali ini aku ingin kembali, aku ingin menuntaskan semuanya. Aku ingin kembali di samping Keiko Minatozaki.

Sahabat dan cinta pertamaku.

***

"Key?!" jerit Keiko.

Ia kembali menaiki anak tangga dengan tergesa-gesa setelah mendengar Key meneriakkan namanya. Tadinya ia ingin mengabaikannya, karena Keiko pikir itu hanya halusinasinya semata.

Keiko berlari menghampiri laki-laki yang tengah berlutut sambil meremat rambutnya frustrasi. "What's going on?"

Key menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Tampak terlihat jelas matanya yang memerah. Kemudian pria itu merengkuhnya. "Keiko, aku tidak tahu apa yang ada di antara kita. Tapi aku tahu kau sedang tidak jujur." Pelukannya semakin erat. "Kepalaku sakit ... Aku benci mengingat ...," rintihnya.

Sebelah tangan Keiko bergerak mengusap punggung itu pelan-pelan. Sementara bulir bening meluncur bebas melewati rahangnya. "Jangan mengingatnya ... ku mohon," pintanya lirih.

Tidak ada yang ingin Keiko lakukan saat ini, selain diam mendengarkan Key bicara terbata di antara rasa sakitnya. Ia tidak akan menceritakan semua itu, karena Keiko tahu itu akan menambah rasa sakit pria yang saat ini tengah memeluknya erat. Dalam hati kecilnya ia berharap Key dapat mengingatnya kembali, sungguh. Namun, hatinya yang lain ingin membiarkan semuanya tetap seperti ini.

Lebih baik seperti ini. Toh, ia juga akan meninggalkan negara ini. Sama seperti Key, ia akan melangkah maju tanpa masa lalu mereka lagi.

"Keiko, aku tidak tahu kenapa ... tapi aku ingin mengatakannya."

Keiko menggigit bibir bawahnya sebelum menjawab, "Just saying ...."

"Aku merindukanmu ...," bisiknya di telinga Keiko.

Dua kalimat mematikan itu membuat Keiko langsung menggigit kuat-kuat bibirnya. Di saat yang bersamaan tanpa mengetahui satu sama lain. Mereka tengah memutar ingatan yang sama.

Keiko berdecak. "Aku benci kelas renang!"

Key balik berdecak. "Dasar kucing, mandi saja malas!"

Ia menatap tajam Kim Emery Yaro yang berdiri di sebelahnya dengan tangan bersedekap. Keiko mengabaikan ejekan Key barusan, matanya kembali mengarah ke kolam renang di depan mereka. Hari ini guru olahraga akan mengambil nilai dari kegiatan renang.

Teman sekelas baru beberapa yang hadir. Bisa dihitung dengan jari. Guru olahraga juga belum menampakkan batang hidungnya. Keiko menghela napasnya, ketika hendak menoleh untuk mengucapkan sesuatu tubuhnya didorong hingga menghantam air dalam kolam.

Siapa lagi yang bisa melakukan hal semacam ini kalau bukan Key yang sedang tertawa terbahak di atas sana. Kemudian tercetus sebuah ide untuk balik menjaili laki-laki itu.

"Key! Perutku keram!" Ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi lalu melakukan gerakan ala orang tenggelam.

Tentu saja tanpa hitungan dua detik Key langsung menyusulnya. Laki-laki itu dengan sigap menarik tubuhnya. Membawanya kembali ke pinggiran kolam. Dengan mata yang tidak sepenuhnya terpejam ia masih bisa melihat wajah panik laki-laki itu.

"Keiko, sadar, Gomen'nasai ...," ucap Key lirih sembari menepuk pipinya pelan. "Gomen'nasai, Keiko ...."

Di beberapa obrolan mereka memang seringkali terselip bahasa Jepang. Keiko yang mengajarkan laki-laki itu sejak kecil, untuk beberapa hal penting. Contohnya saat bertukar jawaban atau membicarakan teman lain yang menurut mereka tingkahnya konyol. Mereka akan menggunakan bahasa Jepang.

Lantas ia membuka matanya sembari tersenyum lebar. "Anda kena tipu!"

Sebelah alisnya terangkat. "Jadi kau cuma pura-pura?" bisiknya di bibir Keiko. Setelahnya Key meninggalkannya begitu saja.

Laki-laki itu mendiamkannya cukup lama. Sampai bel pulang sekolah berdering keras. Karena tidak tahan ia pun memberanikan diri mencegah Key, menghalangi jalannya yang hendak beranjak keluar kelas.

"Gomen'nasai, Key. Aku tidak bermaksud membuatmu marah." Keiko mengangkat kepalanya dan hanya menemukan tatapan datar dari Key.

Keiko tidak suka dengan ekspresi Key yang seperti itu. Ia tidak suka Key mendiamkannya, ia tidak suka Key hanya menganggapnya seperti angin lalu. "Gomen'nasai, Key. Aku tahu ... aku keterlaluan ...." Tanpa sadar Keiko menundukkan kepalanya, menatap sepatu ketsnya.

Detik berikutnya sebelah tangan Keiko ditarik hingga wajahnya terbentur. Key merengkuhnya. "Aku tidak suka candaan yang semacam itu. Pura-pura pingsan. Pura-pura mati. Jangan ulangi lagi, Keiko. Tadi aku benar-benar takut, karena aku membuatmu kesakitan."

Rengkuhan Key ribuan hari yang lalu itu rasanya masih sama. Untuk detik ini biarkan Keiko merasa menggantikan posisi Cath. Mengisi ruang yang tak kasat mata di dalam sana.

Kim Emery Yaro, kimi ga suki desu ...

Suki desu ...

***

*Gomen'nasai : Sorry
*Kimi ga suki desu: ILY

Jadi sebelum Key nyatain perasaan, doi keburu ketabrak mobil dan amnesia. Emang kadang semesta setidak-adil itu sih cuy. Contohnya Naruto yang rela nyari Sasuke buat Sakura. Ah, gue kalo jadi Naruto sih gue bodo amatin Sasuke mau mati juga yang penting gimana caranya gue jadian sama Sakura HAHA.

Akhir kata,

Ja Mata Ne! KONBANjiWA.

Pariskha Aradi ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro