2# Awkward

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

  Duit lebih menggoda daripada kenangan mantan. (Siena)

Disclaimer;  warning.
Mengandung umpatan sedikit kasar. Khas bahasa anak jaman now. Mohon bijak ya. Semata demi kepentingan cerita. Jadi saya mau, tidak ada judge di antara kita.

Karakter Shaka ini saya sudah tahu mau ke mana arahnya. Kalau Siena masih meraba-raba. Masih mau dimatengin. Makanya dialog atau interaksi masih kurang porsinya. Perlahan saja, santuy, pelan-pelan kita resapi karakter Siena.

Happy baca. Jangan lupa vote dan koment.
*
*
*

Shaka: Im, bantuin gue. Kek biasanya.

Ibrahim: Astaghfirullah, apa lagi sekarang Pak?

Shaka: Ga usah basa-basi, banyak nanya. Lo udah tau jawabannya.

Ibrahim: Pura-pura jadi boss lagi?

Shaka: yoi. Kuy buruan Ngab!

Ibrahim: Heran gue, Ka. Tiap minggu disuruh pura-pura jadi boss. Kalau dihibahkan betulan jabatannya, rela dah gue gantiin Lo seumur hidup.

Shaka: Bangun Ngab. Mimpi Lo kejauhan. Buruan ke lobby. Tugas Lo nambah hari ini, interview calon pegawai balu pilihan ibu ratu.

Memarkir motor di halaman gedung perkantoran, Shaka sengaja tidak segera masuk. Jarinya bergerak lincah mengirim pesan lewat aplikasi chat pada Baim--panggilan Ibrahim, sohib merangkap karyawan bagian divisi marketing.

Sudah mengatur strategi sejak semalam. Sengaja tidak ingin tampil sebagai atasan. Shaka ingin meyakinkan dulu, kalau benar yang akan interview adalah Siena yang sama persis dengan gadis di masa lalunya.

Biasanya Shaka meminta Baim untuk pura-pura jadi dia saat perempuan yang dikenal lewat aplikasi dating tiba-tiba mengajak ketemuan. Shaka ingin memastikan dulu, kalau oke, dia yang maju, kalau kurang oke, biar saja Baim yang meladeni. Dasar Shaka, suka seenaknya sendiri. Tetapi meski sering dijadikan 'kelinci percobaan' Baim orangnya ikhlas. Diiming-imingi imbalan secangkir espreso  kawe juga sudah terpikat.

Arshaka Prasetya Ramadhan tidak pernah menyangka akan dipertemukan kembali dengan Siena. Hampir sepuluh tahun sejak kenangan buruk kala itu. Arshaka sudah berusaha melupakan, menghapus jejak, mengosongkan hati agar bebas dari bayang-bayang kekecewaan, tapi semakin mencoba melupakan, kenangan itu justru mengakar kuat.
Sudah mengatur siasat sesempurna mungkin. Pokoknya saat bertemu Siena jangan terlihat konyol. Santuy saja. B aja seperti orang baru kenal. Jangan lupa senyum manis pertanda bahagia. Biar mantan nggak kira kalau kamu masih memendam kecewa. Nyatanya saat berada di depan Siena, semua ekspetasi Shaka ambyar.

Hening melanda sesaat setelah Shaka dan Siena saling tatap. Sejurus Shaka mengupas senyum ketika netra kembali beradu pandang dengan Siena. Sama-sama canggung dan masih memaku di tempat.

Shaka berdehem, Siena terbatuk kecil. Siena melirik, Shaka mengalihkan pandangan. Awkward sekali rasanya berada di situasi yang tidak biasa.

"Hai ...." Shaka akhirnya menyapa lebih dulu.

Siena terlihat membetulkan letak jilbabnya, "Hai-juga, Kak Shaka, nggak nyangka ketemu di sini. Kamu kerja di sini juga?" Siena balik bertanya.

Shaka menjawab dengan anggukan kecil. Shaka tidak akan menjabarkan kalau sebenarnya dia adalah atasan di kantor ini. Biarkan saja Siena menebak sesuai pikirannya.

"Bagian apa, Kak?"

"Bagian ..." Shaka mejeda kalimat. Otaknya sibuk mencari jabatan apa yang akan dia karang di depan Siena. "Staff keuangan," sambungnya.

"Oh, admin ya?" Tebak Siena. Shaka mengangguk.

"Iya. Kamu sendiri, kenapa bisa di sini?" Gantian Shaka yang melancarkan pertanyaan pura-puranya. Baru beberapa menit berada di lingkup yang dekat dengan sang mantan, Shaka jadi ingin terus merapal istighfar.
Astaghfirullah, kok makin cangtip ...

Astaghfirullah, tiba-tiba masih kerasa
sayang, meski cuma satu milimeter

Astaghfirullah, udah mantan, bukan siapa-siapa Ceunah!

"Yaudah, aku pamit duluan, semoga kamu keterima di sini. Jangan sungkan-sungkan, kalau ada yang mau ditanyakan," ujar Shaka.

"Siap Kak, makasih ya," sahut Siena. Bonus senyum manisnya sebelum Shaka benar-benar berlalu dari sana.

"Kak, tunggu!" Siena menghentikan langkah Shaka saat lelaki itu akan memasuki lift. Shaka menautkan alis, tanda penasaran kenapa Siena menahannya.

"Ya?" Shaka menghentikan langkah. Kepalanya melengok pada Siena.

"Kak, kalau ada waktu, nanti jam makan siang pas istirahat, boleh kita ketemu sebentar?" Siena mengajak bertemu. Shaka bimbang. Dalam hati sibuk bertanya kira-kira jawaban apa yang akan diberikan. Iyain, nggak, iya aja, atau ga usah?

"Nggak bisa ya, Kak?"

"Oh, uhm ... Insyaallah ya, kalau ga sibuk." Untung Shaka masih ingat rambu-rambu ketemu mantan dalam buku jurus jitu berhadapan dengan mantan yang pernah dibaca, salah satu kiatnya adalah; jual mahal, semahal mungkin sampai mantan ga sanggup beli. Jangan gampang terkena bujuk rayu, karena bisikan mantan terindikasi dari bisikan syaitan.

Siena mendengkus pelan,
"Aku cuma mau jelasin sesuatu sama kamu," ucapnya seraya menunduk saat berbicara.

"Mbak Siena, mari silakan saya antar ke ruang HRD." Suara Winda menginterupsi. Belum sempat Shaka menjawab. Siena mengangguk, sejurus mengikuti langkah Winda menuju ruang HRD.
***

Lantunan lagu Banda Neira menggema pelan di ruangan Shaka. Yang patah tumbuh, yang hilang berganti. Judul yang sangat menohok, ditambah alunan lirik yang syahduh. Shaka bersandar di kursi kerjanya dengan kepala bertumpu di atas kedua lengan. Rasanya muskil harus terus menghindar dari Siena. Sehari dua hari oke saja, tapi tidak untuk hari selanjutnya. Ditambah perintah mama yang tidak bisa dibantah, Shaka makin terhimpit pada keadaan serba salah.

Sudah satu jam berada di depan laptop yang menyala, tapi Shaka masih tenggelam dalam angannya sendiri. Ruangan kepala divisi marketing diketuk dari luar. Shaka menegakkan tubuh, lalu mempersilakan seseorang yang mengetuk di luar untuk masuk.

"Beres Pak!" Baim langsung duduk di sofa tunggal. Melaporkan hasil kerjanya atas mandat si boss kesayangan.

"Lama amat lo interview. "

"Lha, sesuai prosedur Pak, kan harus tes dulu."

"Jadi gimana, kapan dia mulai kerja?"

"Besok Pak."

"Biasa aja Lo, ga ada siapa-siapa di mari. Berasa bapak-bapak banget dipanggil Pak sama Lo."

"Ye dia ngegas. Baper, Pak!?"

"Cok. Bingung gue, Im. Besok gimana ya, dia kan kerjanya bakal sama.gue, bukan sama elu." Shaka mengurut keningnya, frustasi. Bisa-bisanya sudah jadi mantan masih saja bikin kelimpungan.

"Tenang Ka, ga usah ribet. Masalah itu bakal terasa ringan kalau nggak dipikirkan."

"Njir. Makasih sarannya Qaqa." Shaka tersenyum miring.

"Pak Shaka yang gantengnya tujuh turunan delapan tanjakan, yang katanya sudah mendapat label 'badboy' yang sukanya gonta-ganti pacar kek ganti kaus kaki, eh, ternyata cuma fake semata."

"Njir. Iri bilang sodara."

"Iyalah, fake itu namanya, belaganya badboy, ketemu mantan melempem, kek kerupuk upil kecelup air. "

Arshaka tahu kalau kalimat Baim hanya gurauan semata. Tetapi tidak sepenuhnya salah. Ada sisi benarnya. Kenapa Shaka harus repot-repot memikirkan bagaimana nanti berhadapan dengan Siena. Harusnya santai saja. Dibawa rileks. Sesuatu yang dipikirkan terus menerus biasanya bakal tambah susah menghilangkannya dari dalam kepala.

"Ka, jam makan siang. Ayok ngantin," suara Baim menginterupsi lamunan Shaka. Ekor mata lelaki itu melirik arlojinya, jarum mengarah ke pukul 11.00 siang. Sudah mendekati waktu Dzuhur dan istirahat jam makan siang. Tidak menjawab kalimat ajakan Baim, tapi Shaka berdiri, pertanda setuju. Shaka butuh secangkir kopi panas untuk mendinginkan kepala.

Shaka dan Baim menuju food court yang ada di lantai atas. Tepat saat pintu lift terbuka, mata Shaka membeliak, Siena ada di dalam lift. Mau mundur sudah terlanjur salah satu kakinya masuk. Mau tidak mau Shaka kembali berada dalam situasi bersama Siena. Samar-samar Shaka mendengar gumaman Baim, "Santuy Pak, hitung-hitung latihan."

"Siang Pak," sapa Siena. Hampir saja Shaka yang menyahut kalau dia tidak ingat bahwa hari ini masih bertukar peran dengan Baim.

"Siang Mbak, belum pulang?" Sahut Baim.

"Belum, tadi ada janji sama Kak Shaka. Iya kan, Kak?" Mata Siena mengarah pada Shaka. Lelaki itu cengo sesaat.

"Iya." Shaka menjawab dengan nada dibuat sedatar mungkin.

Berdiri bersisihan dengan jarak Baim di antara Shaka dan Siena. Shaka lirik sekilas Siena sempat melempar senyum ke arahnya. Cepat-cepat dia alihkan pandangan. Pura-pura menatap lantai lift atau langit-langitnya itu lebih baik bagi Shaka. Beberapa menit di dalam terasa satu tahun. Shaka belum bisa bernapas lega saat memindai area food court yang kursinya terisi penuh dengan manusia.

"Yaelah full." Melengok ke perbagai arah semua kafe atau restoran siap saji full oleh pengunjung. Gedung perkantoran yang disewa Shaka kebetulan sekali menyatu dengan pusat perbelanjaan. Kalau siang hari pasti area food court full oleh karyawan atau pengunjung pusat perbelanjaan.

"Di sana, ada yang berdiri. Sepertinya sudah selesai. " Mata Siena menangkap meja yang ditinggalkan pengunjung. Gegas mereka melangkah bersamaan. "Pak Baim makan di sini juga?" Siena baru menyadari satu hal. Di sini dia beranggapan bahwa Baim adalah atasannya. Muskil dan jarang ada pimpinan mau makan di tempat ramai begini. Biasanya kebanyakan tinggal memerintahkan OB untuk memesan makanan dan mengantarkan ke ruangannya.

"Iya, kenapa memang?"

Siena menggeleng, "Nggak papa, takjub saja, boss perusahan besar mau makan di tempat rame seperti ini. Bareng sama karyawan pula."

"Tidak masalah buat saya." Baim melempar senyum. Shaka sibuk berdehem sejak tadi. Dia muak mendengar obrolan dua orang di depannya.

"Silakan duduk Pak, biar saya pesankan makannya. Pak Baim mau makan apa? Mbak Siena sekalian, saya pesankan?" Shaka menawari dengan gaya bicara lembut tapi mengandung sarkatik seratus persen.

"Boleh, saya mau chicken steak, nasi Padang, untuk cemilannya mau dimsum, minumnya air mineral sama milkshake strawberry." Baim sepertinya sangat menikmati perannya kali ini. Shaka hanya menjawab dengan kalimat, 'iya pak' tapi tatapannya super horor, siap menerkam si sahabat (yang ga ada akhlak) mengambil kesempatan dalam kesempitan. Oke, karena Arshaka baik hati dan tidak sombong, akan dikabulkan semua permintaan Ibrahim.

Sepanjang langkah Shaka banyak mengeluarkan omelan. Merasa kaki ini dikerjai habis-habisan oleh Baim. Untung saja di depan Siena, kalau tidak Shaka pasti akan ajukan buku hantam atas sikap semena-mena Baim.

Tiga puluh menit untuk berputar mencari pesanan Baim dan Siena. Mendekati meja mereka, Shaka lihat kedua makhluk beda jenis kelamin itu tengah asyik berbincang. Shaka mengangkat sudut bibirnya. Berdecih kesal. 

"Ini pesanannya sudah  semua Pak Baim." Shaka geletakkan menu di nampan yang dia bawa. Termasuk chicken steak untuk Siena. Untuknya sendiri Shaka memesan jus jambu. Dia butuh yang segar-segar. Lupakan sejenak soal kopi, karena semua gerai kopi instan sedang penuh.

"Duduk Ka," titah Baim. Shaka mengambil tempat persis di sebelah Baim. Berhadap-hadapan langsung dengan Siena. Baru juga bokong Shaka akan menempel pada bantalan kursi. Saat dari meja sebelum terdengar ringtone dengan volume super keras.

Gimana le kok mantan manise, buat susah move on, terngiang-ngiang e, aku jadi gimana-gimana gitu ya Tan, kita udah putus tapi kok masih sayang ...

"Bangke bener"... Umpat Shaka dalam hati. Bisa-bisanya ada yang nge-play lagu viral sambil tik-tokan di jam makan siang begini. Bodo amat kalau suasananya tidak seperti saat ini, Shaka duduk berderetan dengan Baim, dan ... Siena berada persis di seberangnya. Hampir saja jus dalam mulutnya menyebut keluar. Irama lagu 'gimana le' terdengar seperti ejekan bagi Shaka. Ngece!







Masih mau lanjot?

Kuy vote-komentnya ya Qaqa.

1700
Chan
Tabik

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro