5# Kepo Hak Segala Bangsa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di atas langit masih ada langit
Di bawah langit ada mantan yang masih ngarepin balikan
*
*
*

"

Siapa dia? Pacar kamu?" Kalimat pertanyaan macam apa itu. Arshaka baru menyadari kalau dia terllau over kepo pada Siena. Kamus jurus jitu berhadapan dengan mantan seolah menguap entah kemana.
Shaka pura-pura menggaruk jambang halusnya yang menumbuh di sekitaran rahang.

Siena melirik dengan tatapan menyelidik, "Kepo banget kamu, Kak," ujarnya tepat sasaran.

"Kepo hak segala bangsa!" Sahut Shaka menantang.

Siena berdecak. Dia malas ribut. Apalagi ini hari pertama masuk kerja. Moodnya sudah hilang 50 persen saat harus panas-panasan mendorong motor Zidni. Sekarang harus berhadapan lagi dengan mulut pedasnya Arshaka.

"Kamu jangan solimi ya, Kak! Ini tuh hari pertamaku masuk kerja. Sebagai rekan kerja yang baik, harusnya kamu tuh bimbing aku, bukan malah ngomel terus kepo sama urusan pribadi. Ya emang sih, dulu aku punya salah, tapi bisa, kan kalau kamu mengesampingkan dulu urusan pribadi kita." Siena sampai tersengal-sengal karena nada bicaranya yang tanpa jeda dan koma. 

Shaka melirik malas, "Bawel," ucapnya kemudian kembali fokus pada jalanan.

Siena membuka kaca yang ada di atas dasboard, mencoba mengoreksi lagi penampilannya sebelum sampai di kantor. Memoles tipis-tipis bibir mungilnya dengan lipbalm, karena bibir Siena gampang sekali kering, apalagi kalau di ruangan ber-AC.

"Kak," panggilnya.

"Ehm ..." Shaka menjawab dengan deheman kecil.

"Kamu bilang kemarin menempati posisi admin. Kok bisa sih, admin dapat mobil inventaris?" Tanya Siena. Sengaja hanya supaya ada topik obrolan dan tidak canggung. Mulai saat ini dia harus terbiasa kembali berada di dekat Arshaka.

"Kepo ya kamu!" Sahut Shaka dengan nada judes.

Siena melirik sebal, "Biarin, kepo hak segala bangsa!" Sahutnya tak mau kalah.

"Udah ya, mending kamu diam aja daripada banyak nanya ... yang ga jelas!" Sindir Shaka. Siena memasang wajah jutek.

"Fine, aku cantik, aku diam! Puas kamu, Kak!" Siena melengos, bibirnya mencebik lucu. Dia Memilih memindai jalanan yang terlewati di luaran sana.

Shaka diam-diam mengulum senyum. Untuk satu hal yang dikatakan Siena barusan, dia tidak ragu sama sekali. Siena menang cantik. Dulu manis dan imut saat masih di bangku putih abu-abu. Sekarang bertambah cantik dengan riasan natural, tidak berlebihan. Apalagi gaya berpakaiannya sopan dan tertutup.

Mobil yang Shaka setir memasuki areal gedung perkantoran. Berhenti tempat di pelataran lobby. Shaka isyaratkan Siena turun lebih dulu, sebelum dia memarkir kendaraannya.

"Idih, ganteng doang ngajak cewe ga dibukain pintu mobilnya," ujar Siena merasa puas sekali bisa melayang satu sindiran telak.

"Lah, situ siapa? Penting banget dibukain pintu. Kamu kira aku sopir."

Tiga puluh menit bersama hanya dihabiskan dengan saling sindir  antara Shaka dan Siena. Sudah seperti  Sasuke saat bertemu Naruto. Baku hantam aja sekalian Ngab!

Siena melangkah memasuki lobby perkantoran yang terdiri dari empat lantai ini. Di lantai dasar senyum manis Mbak Winda menyambut serta menyapa dengan akrab. Siena menuju lantai dua, tempat ruangan Pak Baim. Tadi sudah mendapat pesan kalau langsung saja ke ruangan di lantai dua. Nanti di sana Siena akan dijelaskan tentang tugas-tugasnya serta diberikan laptop inventaris untuk menunjang aktivitas selama di kantor.

"Pagi, Pak." Siena mengetuk pintu dua kali sebelum masuk ke ruangan. Kursi  yang ada di belakang meja kerja itu memutar membelakangi pintu. Siena yakin kalau di balik sana Pak Baim duduk sembari memeriksa kerjaannya, mungkin.

"Masuk!" Suara perintah itu tidak asing di telinga Siena. Mencoba mengingat lagi, apa mungkin tone suara Pak Baim memang mirip dengan suara Arshaka.

Siena masuk dengan gugup. Berdiri di depan meja sang atasan, dia pejamkan mata sejenak untuk merapal basmalah sebelum menghadapi tantangan baru hari ini, "Saya siap melakukan tugas hari ini, Pak. Mohon bimbingannya," ucapnya dengan penuh percaya diri. Tepat saat itu juga kursi berputar menghadap meja yang persis ada Siena berdiri di depannya.

Mata Siena membulat sempurna saat tahu siapa yang sedang duduk di kursi kebesaran bosnya.

"Saya bosnya, saya ga akan diam," ucap si empunya suara yang tiba-tiba mengubah panggilan dari 'aku' menjadi 'saya' agar kesannya formal. Siena diam dalam jenak sembari mengedipkan matanya beberapa kali. Sejurus tawanya menguar mendengar pengakuan seseorang yang seolah dia bos di sini.

"Apa kamu ketawa, mau saya pec--"

"Kak Shaka, bangun ya, ini udah jam kerja. Ngapain kamu duduk di kursinya Pak Baim, awas aja nanti kena SP."

Shaka geram bukan main. Dia merutuk kesal tapi juga bingung harus bagaimana jelaskan pada Siena. Salahnya sendiri di awal sudah memilih bohong dan bertukar peran dengan Baim.

"Pagi Pak, mau ngingetin kalau ... bentar lagi ada meeting." Pintu ruangan Shaka kembali terbuka, Baim masuk dengan note di tangan. Mata lelaki itu memindai ke arah Shaka dan Siena bergantian.

Kali ini giliran Siena yang pucat pasi. Bibirnya mengatup rapat mendengar Baim memanggil Shaka dengan sebutan 'Pak'

Mampus gue! Rutuk Siena saat menyadari ternyata Shaka tidak sedang main-main.

"Na, santai aja, jangan tegang gitu, Pak Shaka orangnya jinak kok, ga semenakutkan yang kamu bayangkan." Baim menepuk bahu Siena, sejurus member instruksi tentang apa saja yang harus Siena laksanakan selama di kantor. Menemani Pak Shaka meeting dengan relasi akau investor. Menyusun jadwal Pak Shaka saat akan kunjungan ke outlet yang luar kota. Juga ... Menyiapkan segala keperluan Pak Bos saat di kantor, termasuk untuk urusan makanan, minuman atau hal lain yang Pak Shaka inginkan.

Hari ini benar-benar ujian terberat bagi Siena. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Shaka benar-benar tidak membiarkannya bekerja dengan aman dan damai. Ada saja interupsi lelaki itu yang dibebankan untuk Siena.

Sungguh, balas dendam yang sangat sopan. Gumam Siena melirik sebal pada lelaki yang sedang fokus di depan layar komputernya saat ini. Andai bukan dia bosnya. Andai bukan Shaka, pasti Siena tidak akan se-sengsara seperti sekarang. Ingin resign saja. Tetapi Siena sedang butuh uang. Dalam benaknya bayangan wajah melas Andra berputar saat mengatakan harus cepat melunasi tunggakan uang sekolah jika ingin ikut ujian.

"Siena Sabitah ..."

Siena melirik malas. Meski bosan dan jengah, tetap dia menyahut dengan nada lemah, "Iya, Pak!"

"Bikinkan saya kopi. Jangan terlalu manis, tapi juga jangan terlalu pahit. Air yang digunakan harus benar-benar panas, di atas titik didih sembilan puluh derajat Celcius. Jangan lupa tambahkan krimernya satu sendok teh saja. Ingat, satu sendok teh. Tidak lebih ataupun kurang."

Siena harus memasang senyum ikhlas meski hati dongkol tidak karuan.

"Baik Pak, ada lagi yang lain?"

"Lima menit. Tidak lebih, lewat dari itu, kopi bikinan kamu tidak akan saya sentuh!"

Bunuh saja sekalian, Kak! Bunuh.
Rutuk Siena sembari langkahkan kaki menuju pantry.
🌻🌻🌻

Pen ...dek, ya.

Semoga pembaca suka dan terhibur. Well, di sini-mungkin ga akan kalian temui konflik yang berat. Mungkin cerita akan berjalan ringan, nggak ada konflik yang wow di sini.



1100
Tabik
Chan



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro