4# Baper VS Ge-Er

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mantan memang makhluk paling menakutkan.
Takut kalau-kalau bakal terjebak lagi di cinta lama belum kelar
*
*

Siena melangkah dengan perasaan campur aduk tak karuan. Meninggalkan kafetaria setelah bercengkrama walau sangat singkat dengan Shaka. Rasa malu masih menginvasi hati karena adegan pemberian sapu tangan oleh Shaka.

Gegas gadis itu ingin cepat menuju ke rumah, pasti Andra sang adik sudah menunggu kepulangannya. Tidak lupa Siena membeli paket nasi plus ayam krispi untuk Andra sebagai  bentuk traktiran untuk Andra karena Siena diterima kerja.

Hari beranjak sore, suara dengungan adzan ashar menggema saat kaki Siena mencapai lobby mall. Kebetulan di dekat gedung perkantoran yang berdiri persis di sebelah mall ini ada masjid. Siena mengayun kaki menuju masjid tersebut untuk salat ashar lebih dulu sebelum beranjak pulang.

Memasuki pelataran masjid mata Siena memonitor sekitarnya. Pusat perhatiannya ada pada satu sosok berkemeja navy. Lelaki itu sibuk menggulung lengan sampai sebatas siku disela langkah kakinya.

Siena mematung dalam jenaknya. Shaka tidak pernah berubah, kalau soal ibadah, salatnya selalu tepat waktu. Satu hal yang membuat Siena gagal menguapkan nama Arshaka dari hati. Perhatian kecil serta tanggungjawabnya yang tinggi.

Setelah berpisah dari Shaka, Siena bukan tidak pernah mencoba dekat dengan laki-laki lain, malah banyak cowo yang ingin menjadikan Siena pacar. Sejak kuliah dan masuk dunia kerja, belum satupun laki-laki yang bisa menjebol pertahanan hati Siena. Palingan hanya dekat sebatas teman dekat atau relationship tanpa ada ikatan lebih.

Siena kembali menggerakkan kaki saat Shaka menghilang dari pandangan. Menuju tempat wudu khusus perempuan, lalu memasuki areal masjid untuk salat ashar.
**
"Assalamualaikum," ucap Siena saat sampai di rumah. Andra menjawab salam. Adik lelaki satu-satunya itu sedang membuka buku di rumah tamu.

"Ini buat kamu, Ndra," ucap Siena mengangsurkan kantung plastik berisi paket ayam siap saji.

"Apaan ini Kak, tumben beli makanan di luar," tanya Andra bingung. Pasalnya selama ini Siena benar-benar menerapkan gaya hidup sesederhana mungkin, setidaknya setelah memilih resign dan belum mendapat pekerjaan tetap. Apalagi di tahun dan masa-masa pasca pandemi seperti sekarang, cari kerja itu susah-susah gampang. Kadang yang lulusan sarjana saja tidak gampang menembus persaingan dunia kerja. Dibutuhkan mental baja, selepas menanggalkan gelar mahasiswa, lalu beranjak memasuki dunia baru bernama kerja. Siena juga sudah memikirkan plan B, andai saja sampai hari ini tidak lolos interview, dia akan membuka usaha saja dengan mengandalkan modal dari sisa tabungan. Berniaga mungkin pilihan lain yang baik.

"Kakak ada uang, kalau nggak ada ga usah beli-beli kek gini, sayang Kak. Mending uangnya buat belanja besok."

"Kamu tenang aja, itu juga sebagai rasa syukur kakak, karena lolos interview. Insyaallah besok kakak udah mulai masuk kerja. Doain ya, semoga betah di tempat baru." Siena mengulas senyum. Terkadang terbesit rasa kasihan pada Andra. Di usianya yang masih remaja, harus ikut bingung memikirkan soal bayaran sekolah, atau kebutuhan harian mereka. Harusnya Andra bisa belajar dengan tenang.

"Kak, tadi ada Bang Zidni." Ucapan Andra sontak memaku langkah Siena yang hendak menuju kamarnya.

"Bang Zidni, ngapain Ndra?"

"Nggak tahu, katanya mau ketemu Kak Na. Lama tadi nunggu di sini," jelas Andra.

Siena diam sejenak. Zidni adalah marketing manager di tempat kerjanya terdahulu. Zidni memang lumayan dekat selama satu tempat kerja dengan Siena. Lelaki itu juga sering mengantar Siena saat pulang kerja dulu.

"Tadi Bang Zidni minta nomer barunya Kak Na." Andra kembali berbicara.

"Terus, kamu kasih Ndra?"

Andra mengangguk. Siena embuskan napas panjang. Bukan tidak senang hanya Siena tidak mau lagi kejadian beberapa bulan silam menghampiri lagi. Siena dilabrak perempuan yang mengaku sebagai tunangan Zidni. Meksi Zidni sudah menjelaskan jika semua hanya salah paham, perempuan yang mengaku sebagai tunangannya memang pernah dekat, tapi baru sebatas pacaran, dan mereka sudah putus.

Siena pamit pada Andra, sejurus melengang ke kamarnya, ingin cepat membersihkan badan, mengguyur tubuhnya dengan air dingin setelah seharian ini disekap rasa sesak oleh pertemuan tak terduga dengan sang mantan.
**
Rutinitas Siena dimulai saat matanya terjaga kala subuh menyapa. Gegas tunaikan kewajiban dua rakaat sebelum turun ke dapur. Memasak untuk sarapannya dan Andra. Kemudian bersiap-siap. Hari ini hari pertama Siena mulai kerja. Ada sedikit cemas dan gugup yang meruangi hati.

Usai menata hasil jerih tangannya di meja makan kayu dengan dua bangku kursi, Siena memperingati adiknya untuk sarapan lebih dulu. Siena akan mandi lebih dulu baru sarapan.
Andara menjawab dengan anggukan, dia sedang sibuk menyiapkan isi ransel sekolahnya.

"Assalamualaikum ..." Suara salam menggema di luar. Andra menjawab. Zidni rupanya yang datang. Laki-laki menepati janji dan datang lagi pagi ini.

"Ndra kok belum makan ...." Siena agak terkejut saat mendapati Zidni duduk manis di sofa ruang tamu.

"Na, apakabar?" Sapanya duluan.

"Ba-baik Bang, kaget ada Bang Zidni."

"Iya, mampir sekalian, mumpung lewat." Alibi Zidni. Padahal Siena tahu, pasti lelaki itu sengaja untuk datang.

Mata Siena melirik arloji di tangan. Hampir pukul 07.00 dia tidak mau telat di hari pertamanya masuk kerja.

"Bang, maaf ya, bukannya mau ngusir, tapi bentar lagi aku harus berangkat kerja." Siena berkata dengan hati-hati, takut kalau akan menyinggung Zidni.

Zidni mengumbar senyum, "Tidak apa-apa Na, aku anterin aja sekalian. Kebetulan bawa motor."

"Nggak usah, nanti merepotkan Abang."

Zidni menggeleng, "Nggak repot. Ayolah Na, udah lama kita ga ketemu. Sekalian ngobrol sambil jalan nanti."

Siena tidak punya pilihan lain. Gadis itu tidak jadi sarapan, tapi memasukkan nasi dan lauk ke kotak bekal untuk dia bawa. Sementara Andra sudah berangkat sepuluh menit lalu.

**

"Ka, nanti pulang ngantor kalau bisa agak cepat ya," titah Ratih pada sang putra yang sedang menikmati sarapannya. Arshaka melongo. Padahal hari ini dia berencana untuk lembur.

"Why, Mam? Shaka rencana mau lembur sama Baim, ngebahas ide baru buat konsep resto."

"Om Herlambang mau ke sini, sama putrinya. Papa yang undang untuk makan malam," sahut Handaru Prasetya--papa Shaka.

Shaka nampak berpikir sejenak, "Insyaallah, tapi Shaka ga janji ya, Ma, Pa. Omset beberapa outlet sedang menurun drastis, kalau ga cepat diatasi, efek dominonya bakal bikin runyam," jelas Shaka.

Handaru yang sedang menyuap makanan berhenti sejenak, "Ayolah Ka, papa nggak enak sama Om Herlambang, masa sekalinya mampir tapi kamunya nggak ada."

"Lho, yang mau ditemui kan, papa, apa korelasinya sama Shaka, Pap?"

"Om Herlambang datang sama Sintya, putrinya, yang kemarin kirim salam sama kamu."

Yasalam mulai lagi dah! 

Gumam Shaka dalam hati. Papa atau mamanya seolah jadi orang yang sangat sibuk kalau sudah berurusan masalah jodoh menjodohkan. Shaka keberatan tentang satu hal tersebut. Baginya jodoh itu bakal datang sendiri nanti saat dia sudah siap. Tidak perlu dipromosikan ke sana ke mari. Udah kayak barang free sale saja.

"Iya-iya, Shaka pulang cepat. Puas." Akhirnya Shaka menyerah. Ratih dan Handaru saling melempar senyum kemenangan.

Ratih yang sudah lebih dulu menandaskan isi piringnya beranjak dan berdiri tepat di sisi sang putra, "Sintya cantik lho, Ka," bidiknya sembari menepuk pundak Shaka.

Terus, gue musti bilang WOW gitu.

Gumam Shaka. Tentu saja hanya dalam hati. Mana mungkin keluar langsung dari bibirnya. Bisa-bisa sendal Ratih mendarat di kepalanya.

"Sintya lulusan manajemen bisnis juga lho, Ka. Bisa tuh, kamu ajak diskusi soal ide dan konsep buat outlet kamu." Handaru ikut menimpali.

Shaka tersenyum miring. Bukan kali pertama papa atau mamanya mencoba mendekatkan dengan anak gadis teman atau relasinya. Shaka suka sebal sendiri. Niat mereka memang baik, tapi Shaka yang risih.

Kali ini Shaka memilih kendaran roda empat untuk ngantor. Sesekali tampil bourjuis itu penting saat akan meeting  atau ketemu klien penting. Memasuki belakang kemudi, hal pertama yang Shaka lakukan adalah memutar audio musik dengan lagu favoritnya. Diam sejenak sembari mengurut pangkal hidung, Shaka memikirkan bagaimana nanti akan bersikap saat bertemu Siena. Kali ini tidak mungkin dia pura-pura lagi. Sudah cukup main-mainnya. Ada hal yang lebih mendesak tentang pekerjaan.

Jalanan sudah ramai lalu-lalang kendaran. Shaka melajukan mobil  dengan kecepatan sedang. Sebuah headset bluetooth terpasang di salah kupingnya, memudahkan jika mendadak Shaka mendapat panggilan telepon.

***

"Na, kamu kerja di mana sekarang?"

"Di perusahan retail kuliner, Bang."

Duduk di boncengan Zidni, Siena agak kurang fokus dengan kalimat dari lelaki di depannya itu. Sengaja Siena duduknya hampir menyentuh ujung belakang jok motor, agar dia tak terlalu berdekatan dengan Zidni.

Motor tadinya melaju lumayan kencang. Tetapi makin lama memelan, sampai suara decitan ban karena beradu dengan aspal akibat rem mendadak. Siena sampai hampir terjengkang ke depan saking kagetnya.

"Kenapa Bang?"

"Bocor Na, bannya kempes keknya."

Siena turun diikuti Zidni. Lelaki itu memeriksa ban motornya. Udara di dalam benda bulat itu sudah menguap habis. Kempes, "Maaf ya, Na. Keknya harus ditambal dulu."

Siena mengangguk. Dia jadi serba salah. Ingin berangkat lebih dulu dengan memesan ojek online, tapi meninggalkan Zidni saat kesusahan begini juga kurang sopan.

Zidni menuntun motornya, sementara Siena membantu mendorong dari belakang. Zidni berhenti sejenak. Sudah sejak tadi berjalan tapi belum juga menemui tukang tambal ban yang buka. Ekor mata Zidni memindai wajah Siena yang penuh peluh. Keringat menetes dari keningnya.

"Na, buat kamu, itu keringatnya dilap dulu." Zidni memberikan satu bungkus tissue kemasan. Siena mengambilnya tanpa berucap apapun. Tiba-tiba satu ulasan senyum terbit di wajah manisnya.

Zidni ikut tersenyum, "Apanya yang yang lucu, Na? Abang romantis ya?" Tanya Zidni. Sontak Siena terbatuk kecil mendengar pertanyaan lelaki itu. Siena terkejut dengan reaksi Zidni. Padahal Siena reflek senyum-senyum sendiri karena teringat sapu tangan pemberian Shaka kemarin. Zidni ge-er-an juga ternyata.

"Kalau masih stay di sini, kamu bisa telat ngantor." Sebuah suara menginterupsi. Siena menoleh ke sampingnya. Sosok lelaki itu berjejak dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantung celananya. Mata Siena membeliak untuk sesaat saat tatapannya menguliti manik cokelat si empunya suara.

"Masuk, berangkat bareng aku saja!" Mata Shaka bergerak menunjuk ke arah mobilnya yang terparkir di sisi jalan.

"Ta-tapi ..."

"Maaf Bung, Siena bisa telat ke kantor kalau harus menunggu lebih lama lagi. Jadi kami harus duluan." Shaka langsung berbicara tanpa banyak basa-basi pada Zidni. Tidak perlu menunggu persetujuan Zidni, Shaka melangkah pergi, Siena membututi di belakang.

Duduk bersebelahan, hening lebih menginvasi keduanya. Shaka fokus kembali di belakang kemudi, matanya menatap jalanan di luar.

"Lain kali jangan nyusahin diri sendiri. Ngapain berduaan di pinggir jalan sama laki-laki?" Shaka ingin menampar mulutnya sendiri saat pertanyaan itu keluar dari bibirnya. Pasti kalau ada Baim di sini saat ini dia akan jadi bahan ejekan temannya itu. Ciye baperan!

Shaka menggeleng membayangkan kalimat sampah yang bakal keluar dari mulut Ibrahim Al Mufti.

"Tadi itu---"

"Jadi perempuan jangan gampang percaya sama laki-laki. Jangan mau-mau aja diajak jalan, akhirnya nyusahin sendiri, kan!" Shaka memotong kalimat Siena. Lelaki terus saja nyerocos tidak jelas. Siena cuma bisa mengedipkan mata berkali-kali atas sikap Arshaka. Kenapa lelaki itu terlihat menggertakkan giginya berulangkali. Malah suaranya terdengar seperti orang marah.
Siena jadi makin lemas. Hari pertama kerja, dua kali bertemu pria aneh. Yang satu ge-er-an, yang satu lagi baperan. Halah!

"Sial banget aku hari ini, udah kena ban bocor, dorong-dorong motor, ketemu kamu lagi, dari tadi ngomel ga jelas. " Siena akhirnya menumpahkan rasa kesalnya. "Lagian, kamu nyolong mobilnya siapa, ini pasti mobilnya Pak Baim, kan. Mobil inventaris aja sok-sokan lagaknya kayak bos besar." Gantian Siena yang nyerocos sembari menatap Shaka penuh selidik. Bibir Shaka terkatup rapat.

Emang gue bos-nya, yasalam ....

Shaka merutuk dalam hati. Bisa-bisanya merasa kesal menyaksikan Siena bersama laki-laki lain.

"Siapa dia? Pacar kamu ...?" Pertanyan Shaka sontak membuat Siena terbeliak.

🌻🌻🌻

Komentlah sebanyak mungkin. Akan ku-update cepat nanti.

1836
Tabik
Chan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro