Prolog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Esme terjerembab kali pertama ia bangun dan mendapati suara aneh di kepalanya.

"Aku kangen melihat wajah bangun tidur dan mengomelnya seperti kenapa dia harus bangun pagi."

Suara itu terdengar familiar tetapi karena masih setengah bangun, Esme jadi tidak hapal itu siapa. Dan mengapa ia bisa seolah mendengar suara di kepalanya.

"Mana cucuku yang cantik ini, pacarnya telah menunggu. Apa mereka hari ini ada kencan ya?"

Ia kini sudah bangun.

Barusan itu adalah suara neneknya. Rupanya ia juga tidak bermimpi suara itu ada di kepalanya. Sebab, ia tahu neneknya tidak mungkin berada di kamarnya yang berada di lantai atas. Lagipula Esme juga baru teringat, ia kemarin bertemu dengan Roh Kehidupan.

Mengesampingkan otaknya mendengar pemikiran orang antara neneknya atau entah siapa, yang ternyata adalah Harvey, Esme buru-buru bersiap sambil berlari ke bawah karena ia terlambat bangun. Ia melewatkan jam janjiannya dengan Harvey Burtone. Bukan janji kencan seperti yang ada di pikiran neneknya, tetapi janji penting terkait keselamatan desanya kalau kalau ia tidak menangani seseorang dengan benar. Penulis beken "A Place That She Thought was There."

Esme turun menyapa neneknya yang mengobrol entah apa dengan Harvey. Ia juga mengenakan kaos pendek dan celana pendek ala kadarnya yang mendapatkan dua reaksi berbeda nyata di pikiran mereka.

"Cucuku pergi kencan hanya dengan kaos? Astaga. Sifat tomboynya ini pasti menurun dari Ibunya!"

Esme menatap neneknya yang tersenyum padanya seolah tanpa kritikan apapun. "Ibuku juga anakmu lho nek. Lagipula kaos ini cantik." Lalu beringsut pergi menarik Harvey yang berdiri di dekatnya.

Ia tidak percaya bahwa pikiran dan apa yang ditampilkan seseorang itu sangat berbeda.

Seperti ini juga salah satunya.
"Dia selalu cantik dengan pakaian apapun."

Esme tahu reaksi datar Harvey saat ia melihatnya, tetapi itu sungguh berkebalikan jauh dengan apa yang ia tampilkan di kepalanya.

"Aku ingin menggandeng tangannya, aku tidak ingin ditarik seperti ini."

Esme tersadar kalau ia menarik lengan Harvey, ia jadi sedikit kikuk dan mengubah cara menariknya dengan menggenggam tangannya.

"Tangan mungilnya hangat, terimakasih sudah mendengarkan pikiranku."

Esme melongok ke atas kepalanya. Harvey yang berjalan lurus ke depan jadi menoleh padanya dan seolah menanyakan apa. Esme hanya mampu mengelak kemudian menghela dan menatap ke depan. Menuju ke Katherine Wheel.

Ekspresi Harvey yang datar membuat Esme bingung sejak kemarin. Bagaimana tidak, ketika ia tahu fakta bahwa Harvey menyukai sahabatnya yang tiada itu. Lalu ketika Esme bertekad untuk move on, Boom, ada suatu masalah berkat mereka jadi ditukar. Dan Esme mendengar sesuatu yang harusnya tidak boleh ia dengar kemarin.

Harvey mengatakan, kalau ia juga menyukainya, suara di kepalanya lebih terdengar serius dari telepon saat ia menyatakan perasaannya di asrama.

Semalaman pikirannya kalut karena itu hingga ia bangun kesiangan. Kini pikiran itu kalut lagi ditambah dengan pipi Esme yang bersemu.

"Astaga, tingkah lucunya ini,  membuatku ingin membekapnya, dan memasukkannya ke karung, serta membawanya pulang."

Pipi dan telinga Esme yang sebelumnya telah memanas kini sudah mendidih tidak tahan.

Ia menghentikan langkahnya yang membuat Harvey terdiam dan bertanya ada apa padanya.

"Astaga, lihat tomat merah kecil ini. Aku ingin melahapnya," kata pikiran Harvey.

"Kotoran lalat menyebalkan! Pikiran-pikiranmu. Tolong hentikan! Keselamatan desa ini lebih penting daripada pikiran mu itu!"

"Ah, lagi-lagi aku lupa kalau kita bertukar berkat, tapi yang kulihat kamu mengeluarkan simpul merah muda yang...."

"Pastinya kemerahan kan? Berhenti berpikir aneh-aneh."

Esme berkacak pinggang, dan melangkah lebih dahulu.

Harvey yang tertinggal di belakangnya terdiam cukup lama, ia memperhatikan jemari tangannya usai digenggam Esme.

"Jadi.., ada simpul merah juga yang mengikat kita. Kau tahu itu sejak lama...," lirihnya di luar jarak yang terdengar Esme.

Ia sedikit tersenyum dan mengatur pemikiran otaknya ke hal lain, ya, dia dari tadi memang sengaja menggodanya. Meski harusnya ia tidak boleh melakukan itu karena semuanya akan jadi lebih rumit dari yang pernah Harvey kira.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro