Mutiara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Teriknya cahaya matahari seakan membakar kulitnya. Kulit cokelat yang dia punya akan semakin menghitam. Ini semua karena keteledorannya, kalau saja dia tidak terlambat dan cari masalah dengan guru sok tampan itu, dia tidak akan dihukum selama itu.

Sekarang sudah jam 9 pagi, tetapi matahari sudah sebersemangat itu.

Guru yang menghukumnya mengampiri dan memberitahu kalau hukumannya sudah selesai. Dengan napas terengah-engah seperti orang habis lari, dia berjalan menuju ke kantin. Menghilangkan dahaga yang sudah ia tahan sedari tadi. Menggunakan tangannya sebagai kipas walaupun tak mempan untuk mendinginkan badan yang sudah sepanas sauna.

Bel istirahat berbunyi, dia sedang duduk santai sambil meneguk botol minuman keduanya.

"Makin item deh lo," sahut Firza sahabat seperjuangannya.
"Iye. Bodoamat lah. Gimana kabar lo sama si doi?"
"Gak ada kemajuan, miris ya."
"Gak tuh. Orang ganteng mah ngedip ae udah bikin anak perawan hamil."
"Ngaco dah omongan lo."

Bercakap seperti biasanya, menikmati masa-masa SMA yang biasa-biasa saja.

Jam pulang Firza berniat mengajaknya nonton, tapi karena dia capek dia lebih memilih istirahat di rumah, berduaan dengan pacar kesayangannya yaitu kasur.

***

Mutiara, itu namanya. Gadis berkulit cokelat dengan dengan kacamata minus bergagang transparan yang menghiasi wajah. Tubuh dengan tinggi pas-pasan dan isi dompet yang lebih pas-pasan. Gadis cuek nan sederhana yang kadang bertingkah konyol ini cenderung membuat masalah karena sering terlambat. Padahal Firza mengajaknya untuk berangkat ke sekolah bersama, tapi dia menolaknya, dia hanya bilang, "Ngerepotin."

Matanya terfokus pada layar pipih di depannya, anime menjadi makanan tiap hari. Snack dan susu menjadi pendamping yang setia. Padahal sudah kelas 12 tapi dia masih tak peduli soal ujian-ujian yang akan datang. Dan parahnya, USBN seminggu lagi.

00.00

Firza mengirimkan pesan, dia tahu kalau Mutiara belum tidur di jam segitu. Chat-an absurd yang membuat mereka berdua tertawa di keheningan malam. Mungkin itu salah satu penyebab dia datang terlambat?

Besok hari minggu jadi akan baik-baik saja walau dia bangun kesiangan. Di akhir obrolan mereka membuat rencana kecil.

***

"Makan yang bener."
"Ini udah bener Mak, makan lewat mulut nanti keluarin lewat pantat."
"Bener apanya? Makan kayak hewan begitu."
"Namanya juga laper."

Ibunya pergi ke dapur dan kembali lagi dengan semangkuk salad buah. Tangan Mutiara baru memegang sendok tapi ibunya langsung mengangkat kembali salad itu.

"Mak, ini anakmu mau makan."
"Habisin itu dulu Maemunah," ucap ibunya sambil memasukkan salad buah di kulkas.

Dengan raut wajah cemberut dia membaca pesan dari Firza. Firza bertanya perihal rencana mereka tadi malam.

"Napa senyam senyum gitu?"
"Habis dapat pesan dari orang ganteng."
"Si Firza, ya?" tanya ibunya sambil duduk. "Kenapa kamu gak pacaran aja sama dia."
"Lah si emak, mana mau dia sama cewe item kek gini."
"Makanya kamu perawatan."
"Enak ae perawatan, emak gak tau apa harga skincare semahal apa."
"Mahal dari mananya, paling yang paling mahal lima puluh ribu."
"Yaelah mak, lima puluh ribu mak kaga ada yang bagus."

"Kamu itu gak cocok pake barang mahal, ntar yang ada kulitmu jerawatan."
"Mana ada Mak, yang murah itu kebanyakan gak ori. Udah ah, mau mandi," ucapnya seraya pergi ke dapur meletakan piring kotor.

"Mandi yang bener, sikat tuh daki biar kinclong."
"Yang ada kulit malah terkelupas."

***

"Uy," sapa Mutiara sambil memukul pelan pundak Firza. "Dari tadi lo?"
"Enggak, baru aja. Kuylah."

Mereka berdua masuk ke bioskop. Film horror menanti.

Mutiara dan Firza memasang tampang tak bersemangat, seperti kecewa pada film yang mereka tonton.

"Cih, gak seram," gerutunya.

Firza menoleh dan mengangguk. Mereka berdua sependapat. Mereka memilih untuk duduk sebentar, melihat orang lalu lalang tanpa ada obrolan.

Hening.

"Mau itu?" tanya Firza sambil menunjuk bakso bakar yang ada di seberang.

Mutiara menggeleng. "Entah kenapa lebih nyaman liat orang jalan."

"Iya. Gak ngapa-ngapain."
"Huft. Tapi bikin kesal juga. Banyak yang datang sama pasangan. Dasar orang-orang yang gak menghargai kaum jomlo."

Firza hanya tertawa. "Mau gak jomlo?"

"Cih, mau jadi mahjomlang? Lo yang ganteng aja belum punya."
"Kalo lo mau, status jomlo gue langsung ilang."
"Jadi lo tunggu gue pacaran baru lo nyari pacar? Kuker lo Fir."
"Dih, kata siapa?"
"Ya kata gue, mata lo picek."

Obrolan tak jelas namun menyenangkan.

Firza menatap Mutiara lama, gadis hitam manis itu hanya duduk melamun.

"Cantik."

"Cewe yang pake baju putih itu ya? Yang rambut panjang? Emang cantik sih."
"Bukan."
"Oh, yang baju biru langit?"
"Bukan. Yang pake baju cokelat, cantik."

Mutiara celingak-celinguk. "Mane? Gak ada tuh yang pake baju cokelat."

"Bego!"

"Gue gak bego-bego amat ya. cuman dipelajaran matek, fisika, biologi, kimia, bahasa inggris doang."
"Bego emang."

Tiba-tiba Mutiara terdiam, keningnya mengkerut, kebingungan.

"Napa lo? Muka lo kek gitu makin jelek tau"

Mutiara melihat Firza. Masih dengan tatapan yang sama. "Lo gak buta kan, Fir?"

Fir menggeleng cepat.

"Warna baju gue cokelat ... Gak! yakali yekan, Fir. Hahaha."
"Hm? Cantik kok. Gak salah," ucapnya
santai.
"Hilih. Pasti ada maunya."
"Emang cantik. Mut, lo itu cantik. Nyadar gak sih?"

Mutiara menggeleng cepat dengan tatapan polos.

"Bego emang. udah bego gak peka lagi. Lo pikir ngapain selama ini gue gak pernah pacaran?"
"Karna gak pengenlah."
"Karena gue nunggu lo."
"Gue susah dapat pacar, jadi lo duluan aja"
"Nah kan, bego! Yaudah gue langsung aja."
"Langsung apaan?"

Firza tak menjawab, dia hanya menatap mutiara dalam.

"Ngapa? Ma-"
"Mut, lo mau gak jadi pacar gue?"
"Prank?"
"Kaga! Kebanyakan  nonton yutub nih orang. Gue suka sama lo Mut. Gue pengen lo yang jadi pacar gue."
"Tapi Fir. Gue itu item dekil masa lo mau."
"Emang kenapa kalo item? Cantik itu gak harus putih Mut. Kulit putih sebagai standar kecantikan itu gak bener, cuma omong kosong."

"Tapi gue bego."
"Itu karna lo aja yang gak mau belajar. Lo seru Mut. Gue nyaman sama lo."
"Tapi Fir, gue itu banyak kekurangannya."
"Emang lo pikir gue sempurna?"
"Iya."
"Nih anak. Lo itu berharga buat gue. Lo tau kan? Mutiara hitam lebih mahal dari pada mutiara putih?"

Dia, Mutiara. Gadis berkulit cokelat dengan kacamata minus yang menghiasi wajahnya. Hari ini, pertama kalinya menetima pernyataan cinta. Perasaan selama ini yang dia pendam akhirnya berujung bahagia.

*Pertama kali nulis yang beginian, berasa asing. Untuk kedepannya saya akan belajar lebih giat.

Thanks.


Don't forget to click star button. Free~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro