Chapter 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kilauan sinar mentari di musim semi menyapa seluruh penduduk di negeri sakura. Burung-burung bernyanyi dengan penuh suka cita, bunga-bunga menampakkan keelokannya yang memancing kumbang datang mendekat.

Tak kalah dari burung, satu-satunya sekolah privat para Idol pria pun tak jauh dari desas desus yang sedang beredar. Tak sedikit diantara mereka yang mencoba mencari tahu keadaan hingga menebak-nebak apa yang akan terjadi.

"Ohayou gozaimasu, Sensei. "

"Ah, tepat waktu, mari sensei tunjukkan dimana ruang kelasmu," ucap pria paruh baya yang memiliki gelar ' sensei ' itu sembari bangkit dari singgasana serta beberapa buku dan mulai meninggalkan zona nyamannya yang diikuti oleh seorang siswa.

Perlahan namun pasti, gesekan antara lantai dan alas kaki memenuhi lorong sekolah yang kini sepi hingga tiba di tempat yang mereka tuju. Saat mereka menapakkan langkah pertama, ruang tersebut berubah menjadi hening dan pria paruh baya itu segera menuliskan sesuatu di papan tulis.

"Baiklah, pagi ini kita mendapatkan seorang siswa pindahan dari Kirigaya Gakuen, namanya adalah (last name) (first name)," ucapnya sambil menghadap ke seluruh siswanya.

"(Last name) (first name) desu, kyou wa yoroshiku onegaishimasu, " ucap gadis itu yang terdengar sangat ramah dan imut ditelinga mereka.

"Dan (last name)-san, tempatmu ada di dekat Hidaka-san. Hidaka-san, tolong angkat tanganmu," ucapnya dan yang memiliki nama pun menganggkat tangannya yang kemudian disusul dengan langkah murid pindahan menuju tempatnya.

"Baik, sekarang pelajaran akan sensei mulai."

*****

"Tadi itu cukup membingungkan ya, tenkousei-chan. "

"Eh?" Gadis itupun menatap pria berambut oranye jeruk mandarin dengan tatapan bingung sekaligus canggung untuk memulai suatu pembicaraan.

"U ... um," ucapnya seadanya sembari menganggukkan kepalanya pelan.

"Jika ada yang kau bingung kan, bertanyalah pada sang ketua kelas."

Gadis itupun melihat ke sumber suara yang menampakkan pria berambut biru laut dalam dengan tatapannya yang sedingin bongkahan es kutub Utara.

"Hokke!!!!" teriak pria bersurai oranye jeruk mandarin itu yang membuat gadis itu menatap dirinya lagi.

"Hentikan itu Akehoshi, kau membuatnya bingung," sahutnya dengan ucapan yang tak kalah dingin dari tatapannya.

"Nee Hokke, mari perkenalkan diri kita," ajaknya, sementara gadis itu tetap diam menyimak mereka yang asik berdebat. "Hee!!!!! Baiklah kalau begitu aku yang akan mulai duluan," sambungnya.

"Namaku adalah Akehoshi Subaru dan dia adalah hokke," ucap pria bersurai oranye jeruk mandarin yang bermarga Akehoshi.

"Nanda Kono namae!" protes pria disebelahnya.

"Eh ??? Hokke wa okke desu," jelasnya dan itu membuat gadis itu semakin bingung.

"A!!! Kalian sedang apa?"

Mereka pun melihat ke sumber suara dan pria bermarga Akehoshi itu pun sangat senang.

"Ukki!!!!" Teriaknya. "Ukki, mari kita perkenalkan diri kita pada teman baru kita ini" ucapnya.

"Baik! Namaku adalah Makoto Yuuki," jelasnya dengan nada yang tak kalah riang. "Kalian ini, diamlah untuk beberapa saat agar ku bisa menjelaskan sesuatu pada tenkousei," ucap pria yang dipanggil dengan Hokke.

Kini mereka berempat pun hening. Sebuah helaan nafas pun terdengar begitu menenangkan bagi orang yang mendengarnya, bahkan helaan nafas itu tidak terdengar seperti adanya beban sang penghembusnya.

"Namaku Hidaka Hokuto, panggil saja Hokuto," ucap pria bersurai hitam laut  yang memiliki kedalaman lebih dari seratus meter di atas permukaan laut. (Name) hanya mengangguk pelan sebagai jawaban dengan tatapan yang menanyakan sesuatu.

"Sepulang sekolah nanti akan kulakukan tur keliling sekolah untukmu, jadi bersabarlah," jelasnya dengan sangat dingin.

"Nee Hokke perkataan mu itu kurang bagus," protes Akehoshi padanya, namun yang diprotes memilih menatap jauh ke luar jendela.

"Daijoubu, kelihatannya seru jika pulang sekolah. Jadi, ku akan menunggu hingga pembelajaran selesai," ucap (name) dengan ringan.

"Tapi, setelah pembelajaran biasanya kami latihan unit. Jadi lebih baik kita menghabiskan waktu untuk tur sekolah," jelas Yuuki dengan ragu yang membuat (name) sedikit tersenyum dengan teman sekelasnya itu.

"Baiklah, mari kita berkeliling."

Suara itu mengalihkan (name) dan dua pria lainnya untuk menghadap asal suara.

"Mari kita berkeliling sekarang," ulangnya dengan nada yang sama namun sekilas terdengar sangat lembut dan mereka pun menyambut perkataan itu dengan riang.

Mereka pun mulai meninggalkan ruang belajar dan menuju tiap tempat penting di sekolah. Sesekali, Hokuto menyuruh dua temannya untuk diam agar ia bisa menjelaskan beberapa hal penting pada (name), namun itu juga membuat (name) harus menahan tawanya hingga mereka tiba di suatu tempat yang mirip seperti panggung, hanya saja dekorasinya belum dilengkapi.

Dan yang benar saja, mereka sampai saat keributan dimulai. Satu siswa dengan surai hitam dan garis merah tampak semangat untuk menjadi MC suatu acara yang membuat (name) bingung.

"Itu adalah panggung," ucap Akehoshi dengan semangat, sementara Hokuto hanya bisa bergeleng pasrah mendengar perkataan teman sekelasnya itu dan (name) hanya bisa sweatdrop ria.

"Panggung ini dipakai untuk DDD atau Dream Idol Festival yang dimana para unit akan diuji untuk menjadi penentu masa depan sekolah ini melalui seberapa terangnya lautan lightstick yang terbentuk," jelasnya Hokuto sambil mengamati MC beserta peserta yang mulai cukup aneh untuk dilihat.

Satu orang bersurai perak dengan gitar listriknya berteriak-teriak dengan nada bicara yang cukup membuat telinga menjerit ditambah dengan dengungan gitar listriknya Yeng membuat penderitaan (name) semakin lengkap. Hokuto yang mengetahui (name) tidak kuat dengan situasi itu langsung menutup telinga (name) dengan kedua tangannya. Kontak mata sempat terjadi diantara mereka namun tak lama,

"Minna!!! Aku sudah membelinya!!!"

Suasana romantis diantara mereka pun hilang dan dengan segera, Hokuto menarik tangannya dari telinga (name).

"Are, Hidaka-kun, apa yang kau lakukan pada (name)-chan?" Tanya Yuuki dengan nada polos dan menyambut sebuah tatapan bingung dari Subaru.

"Bukan ...."

"Oi teme!!! Kalau seperti ini maka biarkan aku yang menjadi pemenangnya!!!"

Suara itu menginterupsi suara (name) yang hendak memberikan suatu kebenaran pada dua teman barunya. "Yuuki, cepat cari dan panggil OSIS kemari," titah Hokuto dengan cepat yang membuat Yuuki kembali berlari lebih cepat dari sebelumnya.

Kini (name), Hokuto, dan Subaru berusaha mencairkan situasi yang terbentuk.

"Waahhh kalian tadi kompak sekali, terutama kau, Ryusei Black," puji Subaru saat telah sampai di panggung.

"Tapi disaat seperti ini, kau harus memanggilnya dua Ryusei black," sambung Hokuto yang membuat (name) tersenyum.

"Tapi ... Subaru-kun benar, kalian memang hebat," puji (name) dengan sebuah senyuman tulus.

"Ha!?" Siswa bersurai silver pun mendekat dengan gitar listrik yang senantiasa tergantung dipundaknya, "Apa yang kau katakan, ha!? Ore-sama selalu hebat dalam hal apapun dan aku tidak butuh pujianmu!" ucapnya dengan nada penuh amarah dan sempat membuat (name) sakit hati.

Bagaimana tidak, semua orang suka pujian. Bahkan jika orang itu memiliki kemampuan yang lebih, mereka tetap menghargai pujian dari orang lain. Tapi, kini (name) mengerti jika tidak semua orang suka jika seseorang memuji dirinya.

"Gami-kun!"

Orang yang memanggil dirinya dengan sebutan 'ore-sama' sempat hampir jatuh. "Tidak baik jika kau angkuh pada orang yang memujimu," ucap Subaru yang kini berada di depan (name).

"Nenek selalu bilang, jika seorang pria membentak seorang perempuan karena masalah sepele, maka pria itu tidak bisa dikatakan ataupun dianggap sebagai pria," tambah Hokuto dengan tatapan berfikir yang bisa dibilang cukup untuk membuat para penggemarnya berteriak dengan toa mereka hingga pita suaranya rusak.

"Cih, aku tidak peduli," ucapnya dengan sangat angkuh.

"H ... haaa tenkousei senpai ada disini!!!" Ucap pria bersurai hitam dengan sedikit garis merah dan (name) mengangguk pelan sebagai jawaban. "Ore ! Ryusei Black, Nagumo Tetora. Panggil saja Tetora," ucapnya dengan penuh semangat.

"Minna!!!!! Aku berhasil membawa OSIS kemari!!!!"

Ucapan itu membuat (name) yang akan memperkenalkan dirinya pada siswa lainnya terganggu dan disaat bersamaan, pria bersurai hijau lumut dan magenta muncul. Dengan tatapan marah, pria bersurai hijau lumut itu menghampiri Tetora dan orang yang menyebut dirinya 'ore-sama'. Sementara itu, pria bersurai magenta menghampiri (name) dan tiga teman barunya.

"Kalian ... cepatlah pergi dari sini. Biar aku yang mengurus sisanya," ucapnya dengan nada penuh keyakinan yang membuat Hokuto segera menarik tangan (name) untuk segera pergi menjauh bersama yang lainnya ke sebuah taman.

"Orang yang bicara kepada kita adalah Isara Mao, letak kelasnya ada di sebelah kelas kita dan juga lelaki yang datang bersama Isara adalah sang wakil ketua OSIS, Hasumi Keito," jelas Hokuto dengan sedikit santai.

Hingga tanpa sadar sang matahari hampir kembali pada peraduannya. Dan kini para siswa yang tidak memiliki tugas sebagai OSIS pun memilih langsung pulang ke rumah atau sekadar berjalan-jalan dengan teman sambil menikmati pemandangan sore hari. Namun berbeda jauh dengan (name) yang memilih untuk pulang sendiri tanpa ditemani oleh siapapun.

To be continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro