Chapter 20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kini (Name) telah tiba di bandara Internasional milik negeri Paman Sam. Ia tampak bingung, pasalnya, Ibara bilang jika ia akan dijemput seseorang. Namun faktanya, ia bingung akan dijemput oleh siapa.

"Excuse me, are you named Amagi (Name)?"

(Name) segera melihat ke sisi kirinya. Tampak seorang gadis dengan rambut biru tua sebahu yang memiliki manik belang.

"Yes, I am," balas (Name) dengan tatapan kagum.

Wanita itupun tersenyum lalu merangkul (Name) dengan akrab, "You finally came back in a different form. I am very worried if you don't return to this world."

"Wait, what do you mean!?" balas (Name) dengan tatapan yang sama saat ia berbicara dengan Ibara.

"I'll tell you when you graduate from high school. And since you were here in the second grade of high school then I'll tell you after graduating from college," ucapnya dengan nada riang dan tersirat keseriusan.

"That's not fair," ucap (Name) dengan nada sedih.

Wanita itu hanya diam saat (Name) mengatakan hal tersebut. Dan kini, mereka telah berdiri di bagian belakang mobil.

Wanita itupun membuka bagasi mobil lalu membantu (Name) membawa barangnya. Dan setelahnya, mereka pun masuk lalu bersiap menuju tempat tinggal (Name) yang baru.

"Listen to me, (Name). This is'nt in Japan. We are in America. Here, you don't need to adjust your age to the level of education.As long as you are capable and smart, you can jump to college. Not only that, you can even graduate quickly before you reach twenty-one years of age. Understand?"

"I'll . But, you must keep your promise, okay?" ucap (Name) dengan raut sedih.

"I promise," jawab wanita itu dengan senyuman manis di wajahnya.

Tidak lama kemudian, mereka pun tiba di rumah baru (Name). Namun, saat melihat rumah itu, hanya ada kesedihan di hati (Name). Ia teringat kedua orang tuanya serta teman-temannya di Jepang.

"Don't be sad, believe me if it all ends quickly," ucap wanita itu sembari keluar dari mobil dan membuka bagasi mobilnya.

'Dia benar. Untuk apa aku bersedih,' batin (Name) yang sejatinya tidak bisa menahan perasaan sedihnya.

(Name) pun menyusul wanita tersebut dan mengambil beberapa koper yang ia bawa. Setelahnya, mereka pun mulai melakukan room tour.

"So, this is my house. If you need anything, just call me or the maids," jelas wanita itu yang kini tengah menuangkan teh pada (Name).

Ya, kini mereka sedang bersantai sejenak di ruang keluarga.

"Um ...."

"Suzu Kuromori, that's my name. Just call me Suzu, okay?" ucap wanita itu yang mengerti maksud (Name).

"Suzu ... Suzu ... wait, Suzu Kuromori ... you are from Japan," ucap (Name) dengan tatapan tidak percaya.

"Ekh!? Bagaimana Anda bisa kemari, Suzu-san!?"

"Ceritanya sangat panjang. Tapi, akan aku pastikan jika kau akan mengerti dengan cepat," ucap Suzu dengan senyuman yang tersirat kesedihan.

"Dunia memang selalu menjadi misteri ya, Suzu-san. Aku bahkan tidak mengerti mengapa aku seperti di usir dari kedua orang tua serta kehidupanku," ucap (Name) sembari menatap cangkir teh yang memiliki pantulan dirinya.

"Tapi dengan misteri itu, kau jadi mengerti siapa dirimu yang sebenarnya. Dan sekarang, saatnya untukmu berusaha menjadi yang terbaik agar kau bisa mendapatkan semua kejelasan dariku," ucap Suzu dengan senyuman lembut.

"Um, akan aku usahakan," ucap (Name) yang kini tengah tersenyum kecil.

*****

"Bukankah ini sangat aneh, Yuuki," ucap Nito yang masih sibuk dengan laptop di pangkuannya.

"Aku rasa juga begitu. Tapi, mengapa nomor hingga ponselnya juga tidak bisa dilacak," ucap Yuuki yang memiliki kondisi yang sama dengan Nito.

"Kurasa sudah saatnya kita merelakan dia pergi," ucap Ibara sembari memijat lehernya yang pegal, "Dia memiliki jalan hidupnya sendiri. Bersembunyi, memaksakan dan menyudutkannya hanya memperumit masalah."

"Jadi, itu bagus jika dia kabur? Apa kau tidak lihat kesedihan Rinne?" protes Nito dengan babyface nya.

"Selain itu, jejak elektronik nya pun tidak terbaca. Papa, Paman Nito, bukankah butuh kemampuan intelijen jika hal ini bisa terjadi?" ucap Yuna yang membuat Yuuki dan Nito berpikir.

"Intel ya ...," gumam Nito.

"Jika menyangkut Intel maka, hanya beberapa orang saja yang mampu mengendalikannya. Selain itu, hanya berlaku untuk orang-orang yang pernah berada di militer," ucap Yuzuru dengan tampang berpikir.

"Kurasa kita harus memodifikasi peralatan kita," ucap Nito setelah menghela nafas cukup panjang, "Tapi, diantara kita, hanya kalian berdua yang berasal dari militer."

"Mencoba mencurigai kami? Padahal, kami selalu ada di jangkauan kalian," ucap Ibara sembari membenarkan kacamatanya yang tidak bergeser sedikitpun.

"Bagaimana jika kita hack satelit?"

Saran Yuna membuat empat pria paruh baya yang ada di sana menjadi terkejut, utamanya Nito, Yuzuru, dan Ibara. Mereka tidak tahu jika anak dari Makoto Yuuki bisa memiliki pemikiran seperti ini.

"Katakan saja jika ada hal yang kalian butuhkan. Aku siap mengeluarkan berapapun biayanya agar dia ditemukan."

"Eichi!" Nito dan Yuuki terkejut atas kehadiran Eichi secara dadakan di ruangan khusus tim informasi.

"Tenshouin-sama ...," gumam Yuzuru dengan tatapan terkejut.

"Berani seperti biasanya ya, Eichi," ucap Ibara dengan santainya

"Bukankah itu terlalu gegabah, Paman Eichi?" ucap Yuna yang disambut dengan senyuman dari Eichi.

"Tentu tidak. Dengar, Yuna ... jika ayahmu tiba-tiba menghilang, apa kau akan melakukan hal yang sama denganku?" balas Eichi yang membuat Yuna menatap ayahnya.

Karena merasa anaknya ragu dan takut, Yuuki pun memikirkan kata yang baik untuk diucapkan pada situasi seperti ini.

"Mungkin iya dan mungkin tidak. Semua tergantung pada seberapa percayanya kau padanya," jelas Yuuki yang menyimpan sejuta keraguan dalam dirinya. Karena sejatinya, ia pun memiliki rasa ketakutan yang sama dengan Eichi.

Eichi pun tampak menutup matanya sejenak dan nyaris seperti pengusaha yang akan gulung tikar dalam waktu singkat.

"Lakukan semampu kalian. Jika ada kesulitan, tolong bicarakan dengan Ibara. Selain itu, aku sudah mencegah keluarga Amagi untuk menghubungi pihak berwajib. Selamat bertugas," ucap Eichi yang langsung meninggalkan ruangan mereka dengan aura kesedihan.

"Kowaii ...," gumam Yuna dengan manik yang masih tertegun.

"Yuna, lain kali jangan berkata seperti itu pada seseorang yang sedang sedih ataupun mengalami waktu sulit. Mereka bisa memojokkan atau bahkan berbuat sesuatu yang mengerikan saat kita lengah. Tapi, bukan berarti papa menuduh Tenshouin Eichi adalah orang jahat ya," jelas Yuuki dengan senyuman di wajahnya.

"Yuuki itu papa yang baik ya," puji Nito yang membuat Yuuki gelagapan. Bahkan, Yuzuru pun tersenyum melihat hal itu.

Sementara Ibara, dia hanya bisa bersikap tenang dan beranggapan jika tidak terjadi sesuatu yang serius disini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro