Chapter 8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari terus berlalu dan persiapan pun harus segera dilakukan. Seperti saat ini, mereka sedang melakukan briefing untuk acara yang akan hadir.

Acara ini pun dihadiri oleh semua staf dan idola ES beserta murid dan guru dari Kimisaki gakuen. Mereka sangat antusias, bahkan sangat memperhatikan saat dijelaskan.

Namun, pemikiran mereka tidak demikian. Tatapan mereka lebih fokus pada seorang gadis yang duduk disebelah Aoba, Amagi (Name) yang tengah sibuk mencatat poin-poin penting agar saat mereka butuhkan, catatannya telah ada.

"Dan beberapa poin penting disini, para idola jangan sampai menjadi korban dari penggemar. Mereka harus berhati-hati akan adanya paparazi yang akan memotret idola diam-diam dan menyebarkan berita bohong," jelas Ayumu yang telah menampilkan gambar dari presentasinya.

Mao pun mengangkat tangannya dan bertanya, "Jadi, konsep yang akan kita gunakan adalah musim panas. Dan bagaimana dengan dekorasinya?"

"Untuk dekorasi, kami telah meminta kerja sama dari ekstrakurikuler seni," jawab Ayumu dan Mao pun kembali bertanya, "Apakah kami dari para idola boleh membantu kalian? Hitung-hitung agar bisa cepat selesai dan kalian pun bisa cepat istirahat."

Ayumu pun tampak berpikir sejenak.

"Aku rasa itu ide yang luar biasa," gumam seorang gadis yang miliki warna surai soft blue, Hibiki Yumi yang memancing beberapa pandangan dari panitia penyelenggara.

"Baiklah, para idola diizinkan untuk membantu selama produsernya mengizinkan," ucap (Name) dengan penuh percaya diri yang membuat para idola tersebut menatap satu-satunya produser kesayangan mereka, Anzu.

Anzu yang ditatap pun bingung harus menjawab apa. Namun, saat ia melihat (Name) yang mengangguk serta tatapan agar disetujui, akhirnya Anzu pun menyetujuinya.

Setelah pembahasan yang cukup panjang, akhirnya mereka pun mulai mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing. Utamanya Mao, ia membantu beberapa staf untuk mengangkat barang-barang berat, seperti kayu hingga besi. Tentunya ia tidak sendiri, teman-temannya yang kuat pun ikut membantunya.

"Apakah pekerjaan mu cukup sibuk saat ini?"

Suara penuh perhatian, namun terkesan ingin mencuri perhatian. (Name) pun menghadap lawan bicaranya dan berkata, "Maaf, Hakaze-san. Aku sangat sibuk hingga acara tiba."

"Tapi, apakah kau benar-benar tidak ingin menghabiskan waktu bersamaku, (Name)-chan? Lagipula, kita harus punya waktu bersama selagi ada kesempatan," ucap Kaoru yang membuat (Name) menghela nafas dan berkata dengan tegas, "Hakaze-san, sebaiknya Anda ingat umur dan saya tidak peduli jika ada kesempatan atau tidak untuk bersama Anda. Karena saya lebih memilih tidak bersama pria, dibandingkan bersama pria hidung belang."

Jujur saja, Kaoru terkejut akan ucapan putri dari Amagi. Ya, dia memang sedikit barbar jika marah dan mungkin itu gen dari Rinne yang menurun padanya. Namun, yang menjadi perhatian Kaoru adalah penolakan yang hampir mirip dengan mendiang istrinya.

'Mengejutkan,' batin Kaoru sembari menata pakaiannya.

"Kaoru, kau tidak ada pekerjaan, bukan?" tanya Kiryu yang saat ini tengah mengangkat barang berat bersama rekan satu unitnya, Adonis Otogari.

"Ah, jika kalian meminta bantuan, aku minta maaf. Gadis-gadis kecil di sana telah memanggilku untuk membantunya. Maaf ya, teman-teman," ucap Kaoru yang langsung pergi meninggalkan dua temannya itu.

Bukannya Kaoru tidak mau membantu, tapi ia sangat kurang suka pada pekerjaan berat. Ia lebih memilih mengobrol pada gadis ketimbang melakukan pekerjaan yang menurutnya membosankan.

"Dia memang tidak pernah berubah," ucap Kiryu.

"Senpai, ada baiknya jika kita meletakkan balok kayu ini terlebih dahulu sebelum mulai berbicara lagi," ucap Adonis yang membuat Kiryu tersadar jika mereka berbicara sambil menggendong balok kayu yang ukurannya lumayan besar dan lumayan berat.

"Maaf," ucap Kiryu.

Disisi lain, setelah (Name) meninggalkan Kaoru, ia pun menemui Anzu untuk membantunya memantau bagian panggung. Anzu pun menerimanya dengan senang hati. Bahkan, Anzu pun mengerti jika (Name) hanya ingin meminta bantuan agar pria-pria setipe Kaoru tidak mendekat dan mengganggu pekerjaannya.

"Omong-omong, (Name)-san sedikit mirip dengan orang yang ku kenal," ucap Anzu yang kini sedang mengawasi pekerjaan siswa lain dengan para idola.

"Siapa?" tanya (Name) dengan nada penasaran.

Anzu pun tersenyum mendengarnya. Namun, ia tidak berniat menjawabnya. Karena ia sangat takut jika lubang yang telah ia tutup akan kembali lagi.

"Bukan siapa-siapa. Lagipula, mengapa (Name)-chan masuk OSIS? Ku dengar dari Rinne-san jika anaknya sangat pendiam dan cenderung introvert," ucap Anzu dengan tatapan polos yang membuat (Name) sweatdrop mendengarnya.

'Apa Papa benar-benar bicara seperti itu,' batin (Name).

"Aku memilih masuk OSIS karena ... aku melihat Ayumu sangat membutuhkan bantuan ku. Walaupun aku tidak tahu apa tujuannya," jawab (Name) dengan nada pelan dan masih bisa didengar oleh lawan bicaranya.

Anzu pun terdiam mendengar jawaban (Name). Bahkan, ia pun menyadari bahwa sedikit rumit untuk berurusan dengan Tenshouin. Apalagi jika berusaha menolaknya, jangan harap hidup tenang.

"Ah, iya! Anzu-san, apakah data pembagian tugasnya sudah seimbang?" tanya (Name).

Anzu pun mulai memperlihatkan kertas yang berisi pembagian tugas selama bunkasai berlangsung. Dan (Name) pun langsung mengamatinya dengan saksama.

"Bagaimana?" tanya Anzu.

"Anzu-san berencana untuk membuka kedai anak dan ayah? Kurasa itu menarik," gumam (Name) sembari membayangkan suasana yang akan terbentuk.

Mereka pun sibuk berdiskusi sendiri hingga melupakan jika mereka sedang diawasi. Ya, utamanya (Name) yang tengah diawasi oleh ayahnya. Pasalnya, hanya dia satu-satunya anak yang tidak mendekat bahkan manja dengan ayahnya.

Tentunya hal itu membuat Rinne terkadang curhat pada Hiiro ataupun Niki. Namun, pengawasan Rinne pun harus terhenti karena Eichi menghampirinya.

"Apakah tugasmu sudah selesai, Amagi Rinne?" tanya Eichi yang membuat Rinne menggaruk tengkuknya yang tak gatal sedikitpun sembari bicara, "Sudah. Tentunya sudah."

"Bagaimana denganmu?" tanya Rinne yang sekedar mencari topik pembicaraan saja.

"Tentu belum. Tapi akan selesai jika semakin banyak yang membantuku," ucap Eichi yang membuat Rinne menghela nafas lelah.

Rinne pun melempar dadunya dan mulai mengatakan jika Eichi dalam nasib buruk. Pekerjaannya takkan pernah selesai jika ia tidak benar-benar menjaga sesuatu yang seharusnya diketahui oleh orang lain.

"Apakah hal itu sama benarnya dengan ramalan Sakasaki-kun?" tanya Eichi dengan senyuman khasnya yang membuat Rinne tertawa kemudian berkata, "Dewa judi berkata seperti itu padaku. Jadi, kau mau percaya atau tidak itu terserah padamu."

Rinne pun meninggalkan Eichi yang tengah tersenyum seorang diri.

"Dewa judi ya," gumam Eichi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro