1 Februari 2024

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

|| Day 1 | E-Jazzy ||

Tema:
Buatlah cerita yang berawalan, "Pagi ini, aku dibangunkan oleh ..."

|| 1831 Words ||

|| Mystery/Crime, Dark-Comedy ||

Pagi ini, aku dibangunkan oleh suara barang-barang jatuh—atau dibanting—dari dalam kamar mandi. Namun, aku tidak membuka mata dan malah bergelung lebih rapat di dalam selimut. Aku tahu itu pasti Savannah, membanting barang-barang lagi seperti kebiasaannya tiap kali kami bertengkar. Dia mungkin masih marah setelah memergokiku selingkuh dengan sahabatnya. Bodo amat—dia yang lebih dulu selingkuh dengan sahabatku.

Keributan masalah main serong ini dimulai tadi malam. Kami berempat sedang liburan di vila di atas pegunungan bersalju—aku, Savannah, Dallas, dan Adelaide. Kami semua bersahabat sejak zaman kuliah, dan harusnya liburan ini jadi ajang reuni. Namun, usai kami makan bersama tadi malam, Adelaide—sahabat Savannah sekaligus selingkuhanku—menuntut agar aku lekas menceraikan Savannah dan menikahinya. Lalu, aku balas menuntut agar dia putus lebih dulu dari kekasihnya, Dallas—sahabatku sekaligus selingkuhan Savannah.

Adelaide harusnya tahu diri—dia masih berpacaran dengan Dallas, belum menikah. Dia takkan kehilangan banyak jika hubungan kami berujung salah di kemudian hari. Aku dan Savannah sudah dua tahun menikah dan bercerai itu bukan perkara mudah.

Di tengah adu mulut kami, Savannah tanpa sengaja mendengarnya. Dia seketika mengamuk, mencakarku, dan menangis seraya membentak Adelaide. Dallas datang melerai kami, berujung pada bocornya perselingkuhanku dengan kekasihnya, dan dia berusaha menonjokku. Saat itulah Savannah memeluk Dallas dari belakang untuk menghentikannya sambil menjerit, "Sayang, jangan!" dan sadarlah aku Savannah juga bermain dengan Dallas di belakangku.

Malam itu benar-benar bencana. Kami membongkar ponsel satu sama lain, saling tuduh, saling hina, dan saling mengancam akan mengakhiri nyawa satu sama lain.

Dari pertengkaran dan pembongkaran pesan ponsel itulah aku tahu, Savannah yang lebih dulu selingkuh dariku dengan Dallas. Itu menjadi senjata utamaku agar dia tidak terlalu menyalahkanku—toh, anggap saja aku membalas perbuatannya, meski aku sendiri baru tahu dia selingkuh juga.

Pokoknya, semalaman kami terjebak dalam ketegangan ini. Tidak ada yang bisa pulang karena badai. Sekarang, pagi-pagi sekali, Savannah sudah mulai cari masalah dengan merusak barang-barang vila di toilet kamar kami. Jika penjaga vila datang mengecek nanti, pasti aku yang disuruh ganti rugi.

Setelah suara barang jatuh itu, aku tertidur lagi, barangkali hampir setengah jam. Ketika terbangun, Savannah masih tidak ada di sampingku dan pintu kamar mandi masih tertutup.

Aku mulai cemas—kami semua sama-sama melontarkan ancaman akan saling bunuh semalam. Bisa saja Savannah sedang menyiapkan air dalam bak untuk menenggelamkanku, atau mengambil pisau cukur untuk menggorokku, atau meracuni pasta gigiku.

Aku beranjak dari tempat tidur, mengetuk kamar mandi. Tidak ada suara.

Aku panik sungguhan dan mendobrak pintu kamar mandi, lalu mendapati istriku menggeletak tak bergerak di lantai kamar mandi yang basah. Kepalanya berdarah. Punggungnya agak menonjol. Barang-barang berserakan di sekitar tubuhnya.

Sial. Sial. Sial. Sudah berapa lama—

A-apakah dia sudah mati?

Apakah ini salahku?

Harusnya aku langsung mengecek begitu mendengar suara barang-barang berjatuhan itu dan bukannya tidur lagi!

Aku terduduk, napasku tersendat-sendat. Aku pasti dituduh membunuh istriku kalau ketahuan.

Barangkali aku memang kesetanan sejak semalam—kudapati diriku mengangkat tubuh Savannah. Sambil membawa jasad istriku, aku menyelinap masuk ke kamar Dallas. Dia masih tertidur, mengorok nyaring di dalam selimutnya. Kubuka pintu kamar mandinya, lalu mengendap dan menaruh jasad istriku di dalam. Kuatur posisinya sampai terduduk agar kelihatannya, kepalanya membentur bath tub.

Aku mengendap keluar dan kembali ke kamarku. Buru-buru kurapikan lantai kamar mandi dalam kamarku, menyiram darah istriku, lalu mengelapnya sampai kering.

Ini sempurna.

Tidak akan ada bukti atau saksi. Lagi pula, Dallas dan Savannah juga sempat bertengkar tadi malam. Ketika aku menuduh keduanya selingkuh lebih dulu, Savannah mencoba main aman dengan berkilah bahwa Dallas menggodanya duluan. Kalimat itu membuat Dallas murka dan membentaknya, "Kau yang datang padaku lebih dulu, wanita murahan! Saat aku berusaha memutuskan hubungan gelap kita, kau mengancam akan bunuh diri! Harusnya kubiarkan saja waktu itu—atau, lebih baik lagi, mestinya aku sendiri yang membenturkan kepalamu saat itu sampai kau mampus!"

***

Sial. Sial. Sial. Apa Savannah sudah gila?! Bagaimana bisa dia ada di dalam kamar mandiku? Apa dia sengaja bunuh diri di tempatku untuk balas dendam? Aku tahu perempuan ini tidak stabil sejak dulu—emosional, manipulatif, dan labil tak tertolong. Tapi, kenapa mesti di tempatku?! Tehran, suaminya sendiri, menudingnya habis-habisan tadi malam—kenapa dia tidak bunuh diri di depan suaminya saja?!

Ataukah ... dia melakukan ini karena ancaman bodohku tadi malam?

Aku tidak serius! Aku mencintai Adelaide dan jalang ini merusak segalanya, lalu mencoba melimpahkan kesalahannya padaku! Jadi kukatakan padanya, andai saja hari itu aku benar-benar membenturkan kepalanya saat dia mengancam akan bunuh diri kalau aku memutuskan hubungan kami. Namun, aku tidak benar-benar berniat membunuh siapa pun!

Sial. Tehran dan Adelaide mendengar ancamanku tadi malam. Aku jelas bakal jadi tersangka utama. Aku bakal dituduh membunuh Savannah karena pertengkaran konyol itu.

Seperti kerasukan, aku mengangkat tubuh perempuan itu dan berlari keluar. Aku mungkin bisa mengembalikan perempuan ini diam-diam ke kamar Tehran—

Tidak. Lampunya menyala, dan ada suara di dalam kamarnya. Tehran sudah bangun. Aku tidak bisa menaruh perempuan ini ke kamarnya ....

Jadi, aku pergi ke kamar Adelaide.

Kekasihku masih tidur nyenyak, bergelung di dalam selimutnya. Matanya bengkak habis menangis semalaman.

Maafkan aku, sayangku. Namun, ini salahmu juga. Aku serius mencintaimu dan aku hanya main-main dengan Savannah, tetapi kau serius menjalin hubungan gelap dengan Tehran, sampai menyuruh pria itu menceraikan istrinya untuk menikahimu—padahal istrinya adalah sahabatmu sendiri.

Kubuka pintu toiletnya perlahan, lalu kuletakkan jasad Savannah dalam keadaan menelungkup. Kuturunkan shower dan kuoleskan ujungnya dengan darah di kepala Savannah. Lalu, kuselipkan pisau cukur di tangan Savannah.

Ini sempurna. Segalanya terlihat seolah Savannah menerobos masuk kamar Adelaide untuk membunuhnya. Adelaide kemudian membela diri dengan memukulkan shower ke kepala Savannah.

Aku kembali ke kamarku sendiri, menghilangkan jejak Savannah dari sana, dan melompat kembali ke atas kasur, berusaha melupakan segalanya, seolah tak terjadi apa-apa. Kuyakinkan diriku sendiri ini akan berhasil—aku akan lolos dari tuduhan, Adelaide hanya akan dianggap membela diri, dan Tehran ... aku tak peduli.

***

Apa-apaan?!

Apakah tidak cukup dia menikahi cinta pertamaku, mengambil kekasihku, dan menjadi sahabat paling buruk sepanjang sejarah? Apakah perempuan ini menyelinap ke kamarku, mengambil pisau cukur properti vila di kamar mandiku, dan berusaha membunuhku, tetapi terpeleset sendiri sampai tewas?

Sial. Sial. Sial. Bagaimana ini?! Setelah drama tadi malam, aku jelas akan dituduh membunuh sahabatku sendiri!

Aku gemetaran. Terpikir olehku untuk memanggil Tehran dan memohon agar dia membantu atau melindungiku, tetapi ... ini istrinya. Bagaimana kalau dia tidak mau membantuku dan malah murka padaku? Bagaimana kalau dialah yang menuduhku membunuh istrinya?!

Dallas ... tidak. Dia selingkuh dariku. Dia pasti mencintai jalang ini lebih daripada dia mencintaiku—dia justru akan jadi yang paling agresif menyerangku.

Apakah aku akan masuk penjara?

Aku berlari keluar, mengintip kamar Tehran—kamarnya kosong. Dari jendela, kulihat pria itu di teras, sedang bicara dengan penjaga vila. Dia barangkali baru menyadari istrinya hilang dan tengah mencarinya.

Kugigiti kuku jari tanganku. Aku harus pintar. Tehran dan Dallas—keduanya sama saja. Aku tidak bisa mengandalkan keduanya. Jadi ....

Kuambil selimut di atas ranjang Tehran, kembali ke kamarku sendiri, lalu membungkus Savannah dengan selimut itu. Kuseret jasadnya ke dalam kamar Tehran dan menaruhnya di kamar mandinya masih dalam keadaan terbungkus selimut. Kuhamburkan barang-barang pada laci dan wastafel, membuatnya berserakan di lantai. Kurusak odol dan kupatahkan sikat gigi mereka. Kuturunkan shower-nya juga.

Ini sempurna. Ini akan terlihat seperti mereka mengalami pertengkaran suami istri yang berujung pada Tehra menganiaya Savannah sampai mati.

Aku kembali ke kamarku sendiri dan membersihkan semua barang bukti dan jejak Savannah dari kamar mandiku.

***

Anjir.

Seberapa angker tempat ini sampai-sampai mayat Savannah kembali ke kamarku?

Seberapa gilanya istriku sampai-sampai setelah tewas saja dia bisa balik sendiri ke TKP?

Tunggu ... ini pasti Dallas! Ya—jelas saja! Mana ada orang mati berjalan sendiri? Aku mengangkat Savannah ke tempat Dallas, jadi pasti Dallas juga yang mengembalikan jasad Savannah ke kamar mandiku! Bajingan itu mencoba memfitnahku!

Penjaga vila sebentar lagi akan naik kemari. Aku tidak punya waktu!

Sialan ... aku tidak punya pilihan. Aku tidak sempat merapikan TKP sekali lagi, jadi aku segera mengangkat jasad Savannah dan mengunci kamarku sendiri, lalu menyelinap lagi ke kamar Dallas. Orang itu sudah mengorok lagi di atas tempat tidurnya bak kerbau. Bisa-bisanya Adelaide berpacaran dengan pria bodoh ini.

Kukembalikan posisi Savannah ke kamar mandi Dallas. Kuhamburkan barang-barangnya, bersamaan dengan suara si penjaga vila yang terdengar di luar memanggil namaku. Dia pasti sudah di depan kamarku saat ini.

Aku buru-buru menghampiri Dallas di tempat tidurnya, lalu membogemnya sampai kerbau pebinor ini bangun. Dia masih setengah sadar, jadi aku bisa menarik kerah bajunya dan berteriak, "TEGANYA KAU MEMBUNUH ISTRIKU!"

Si penjaga vila langsung datang menerobos ke dalam kamar Dallas. Dia tepat waktu untuk menyaksikan dan mendengarku yang menunjuk ke pintu kamar mandi Dallas.

"Kau membunuh Savannah! Kau orang gila! Kukira kau tidak serius dengan ancamanmu tadi malam—rupanya kau serius!" Kudorong badan Dallas sampai di terperenyak kembali ke ranjangnya. Matanya memelotot syok. Aku sendiri segera menghampiri penjaga vila dengan sikap histeris, "Pak, dia membunuh istriku! Aku menemukan istriku di dalam kamar mandinya!"

Bertepatan dengan itu, Adelaide muncul di ambang pintu. Tangan dan kakinya gemetaran.

"Adelaide!" Kutarik gadis itu masuk. "Kau saksinya! Dallas mengancam istriku tadi malam—iya, 'kan? Meski kau juga sempat mengancam istriku dan Dallas, tapi kau jelas tidak bisa melakukan ini semua. Dallas yang melakukkannya!"

"Aha! Sekarang aku mengerti!" Dallas bangun dari tempatnya. Tawanya terdengar sama histerisnya denganku. "Kau, Tehran, yang memindahkan jasad Savannah ke kamar mandiku sampai dua kali! Ya, ini masuk akal! Orang mati mana bisa berjalan sendiri?!"

Mata Adelaide membelalak. Dia terus mengamati jasad Savannah di dalam kamar mandi Dallas yang masih diperiksa oleh si penjaga vila. Seolah-olah dia tak percaya jasad Savannah bisa ada di sana ....

"Kau ..." lirihku tak percaya seraya menyentakkan tangan Adelaide. Aku seketika tersadar arti tatapan syoknya itu. Dia tidak menatap Dallas sejak tadi. Dia hanya fokus melihat jasad Savannah. Normalnya, dia harusnya syok mendapati kekasihnya membunuh sahabatnya sendiri. Namun, gadis ini sepertinya lebih syok pada fakta bahwa jasad Savannah berada di kamar mandi Dallas. "Kau yang memindahkan jasad Savannah ke tempatku?"

Adelaide mulai menangis dan mendorongku, lalu menunjuk wajahku dan wajah Dallas bergantian. "Kalian juga sama! Kalian orang gila! Sekarang aku mengerti—Tehran, kau yang membunuhnya, tapi mencoba menyalahkan Dallas! Dan, Dallas! Kau mencoba memfitnahku! Kau yang memindahkan jasad Savannah ke tempatku, iya, 'kan?!"

"PANGGIL AMBULANS!" Si penjaga vila mendadak berteriak. Jari tangannya di leher Savannah. "CEPAT PANGGIL AMBULANS! PEREMPUAN INI MASIH HIDUP! DIA—"

Kemudian si penjaga vila terdiam. Jari tangannya terus meraba-raba kulit leher Savannah. Matanya dipenuhi kepanikan, lalu sekujur tubuh pria tua itu melemas.

"Denyut nadinya hilang." Si penjaga vila mengumumkan. Suara pria itu terdengar lemah dan sarat akan rasa tak percaya. "Baru saja ... denyut nadinya hilang. Perempuan ini mengalami patah tulang belakang—sejak tadi dia lumpuh. Dan tampaknya ...." Si penjaga vila menoleh, sorot matanya menghakimi kami bertiga. "Tampaknya sarafnya cedera ... karena ada yang memindahkannya berkali-kali."

Kami bertiga berpandangan, sama-sama merasa takut dan gundah ... dan lelah.

Adelaide menutup pintu kamar Dallas di belakang punggungnya. Dallas meraih tongkat ski miliknya di pojok kamar. Aku sendiri menekan-nekan jari-jari tanganku dalam kepalan sampai berbunyi.

Si penjaga vila tersaruk mundur. "A-apa yang kalian—"

"Maaf, Pak," kataku, sementara kami bertiga merapat menghalangi akses si penjaga vila keluar dari kamar mandi. "Anda satu-satunya saksi."

Nama para karakter diambil dari nama kota. Tanpa buka google, bisakah kalian sebutkan dari negara mana aja nama-nama kota itu '-')?

Next>>> 2 Februari 2024

'-')/ Pencet bintang di bawah ini takkan bikin jari Anda hilang

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro