16 Februari 2024

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

|| Day 16 | E-Jazzy ||

Tema:
Buatlah cerita dengan tokoh utama seorang anak kecil yang sedang bersembunyi dari kejaran hewan buas. Tambahan, anak kecil di sini berumur sekitar 5-13 tahun ya.

Cerita sambungan tanggal 4, 6, dan 9 Februari

|| 2105 Words ||

|| Werewolf Apocalypse, Thriller ||

"Hush, little baby, don't say a word." Mama Yara masih menyanyikan lagu penghantar tidurnya saat menyusuri ruang tamu. "Mama's gonna buy you a mockingbird."

Namun, itu bukan benar-benar Mama Yara. Jared, anak sulungnya yang masih 8 tahun, tahu benar akan hal itu.

"And if that mockingbird don't sing, Mama's gonna buy you a diamond ring."

Padahal, semua orang sudah memperingatkan Jared dan Joseph untuk tidak membukakan pintu, tetapi si bungsu terlalu kecil untuk memahami itu. Begitu melihat sang Mama berada di luar sana, Joseph yang mengintip lewat jendela pun buru-buru membuka kuncinya.

"And if that diamond ring turns brass, Mama's gonna buy you a looking glass."

Jared berada di dapur saat itu. Dia sempat mendengar jeritan adiknya sebelum keheningan menyergap. Menyadari adiknya telah membukakan pintu untuk ibu mereka yang telah tewas dua hari lalu, Jared buru-buru menyelinap masuk ke dalam lemari kecil di bawah konter dapur.

"And if that looking glass is broke, Mama's gonna buy you a billy goat."

Jared membekapkan tangan ke mulutnya dan berusaha diam sediam-diamnya.

"Jared, Sayang ...." Suara Mama Yara memanggil anaknya ketika memasuki dapur. Namun, tapak kaki yang berat dan suara goresan cakar pada ubin jelas tidak bisa berbohong—itu bukan Mama Yara, melainkan seekor serigala setinggi satu setengah meter berbulu kelabu dengan liur menetes-netes dari sela taring-taring panjangnya. Dari balik gigi-gigi runcing dan lidah terjulur itu, keluar suara sang Mama. "Jared? Keluarlah, Nak. Sudah larut malam. Biarkan Mama menidurkanmu. And if that billy goat won't pull, Mama's gonna buy you a cart and a bull ...."

Lagu penghantar tidur itu dinyanyikannya sepanjang malam, tetapi Jared berkeras tidak keluar dari dalam lemari konter. Meski kecoak merayapi kakinya. Meski tepung bocor hampir membuatnya bersin. Meski sarang laba-laba mulai membuat badannya gatal-gatal. Jared tidak keluar. Sampai pagi.

Ketika para Werewolf pergi dini hari, warga setempat segera mengecek kediaman mendiang Yara. Semua orang heboh mendapati sisa-sisa Joseph di ambang pintu. Lebih heboh lagi saat menemukan Jared yang masih hidup dan tertidur dalam konter dapur.

"Tidak adakah yang bersedia menampung anak malang ini?" Deryn bertanya ke warga yang masih berkumpul seraya menenangkan Jared yang terisak-isak di gendongan tangannya. "Joseph kecil tewas karena kita mengabaikan mereka. Kita membiarkan dua anak kecil ini hanya tinggal berdua selama dua malam berturut-turut."

Para orang dewasa menatap ke semua arah kecuali Jared. Mereka sudah cukup sibuk, terbebani, dan ketakutan, diharuskan waspada tiap malam dan beraktivitas total di siang hari. Beberapa dari mereka masih memiliki anak kecil sendiri yang perlu dirawat.

"Kenapa tidak kau saja?" cetus seseorang seraya menuding Deryn. "Kau baru putus dengan pacarmu. Kalian tidak serumah lagi. Kau saja yang bawa anak ini ke rumahmu. Kau tinggal sendirian, 'kan, saat ini?"

"I, iya, tapi—"

"Aku bukannya mau membela Deryn," sela Deborah. "Leona saat ini memang tinggal denganku, tapi segala kebutuhan materinya masih dipenuhi oleh Deryn karena dia mengandung anaknya—ini bagian dari perjanjian mereka karena Deryn masih ingin jadi seorang ayah bagi calon bayi itu. Kebutuhan ibu hamil itu banyak, jadi mengertilah. Saat ini Deryn tidak bisa mengurus anak orang."

"Begini saja," kata Deryn cepat-cepat. "Jared, bagaimana kalau tiap malam aku berada di rumahmu? Hanya untuk menemanimu? Tapi aku tidak bisa berjanji bisa mengurusmu siang hari. Bolehkah aku menumpang di rumahmu—hanya untuk malam hari?"

Jared mengangguk sambil masih sesenggukan di bahu pemuda itu.

"Masalah selesai," kata Deborah.

Warga pun bahu-membahu mengebumikan apa yang tersisa dari jasad Joseph, lalu membersihkan ruang tamu Jared dari jejak kematian dan serigala. Bjorn dan kedua adiknya datang tengah hari untuk mengecek jika ada kerusakan di rumah itu.

"Tidak ada kerusakan apa-apa." Bjorn berkata pada Deryn. "Joseph mungkin membuka sendiri kunci pintunya dan serigala itu masuk masih dalam wujud manusia. Dia baru berubah jadi serigala di ruang tamu saat menangkap Joseph."

Begitu senja turun, Deryn datang ke rumah Jared untuk menemani anak itu. Pemuda itu merasa resah, takut Jared menangis atau tantrum, lantaran yang memanggil-manggil di luar itu adalah dua ekor serigala dalam wujud Mama Yara dan Joseph. Namun, Jared cukup tenang di atas tempat tidurnya.

Kakak, bisik Jared hampir tanpa suara. Aku mau pipis.

Duh. Deryn menggaruk-garuk kepalanya. Bibirnya bergerak bertanya, Tidak bisa ditahan?

Jared menggeleng dan mengepit kedua tangannya sebagai tanda dia sudah kebelet.

Keduanya pun mengendap keluar dari kamar, berjalan ke toilet yang berada di tengah-tengah rumah dan dinding-dindingnya dilapisi panel kedap suara berbahan PET dengan langit-langit berbahan gipsum—karya Bjorn dan kedua adiknya.

Jared menarik Deryn sampai pemuda itu membungkuk, lalu berbisik di telinganya, "Tombol mesin airnya di ruangan laundry di belakang dapur."

"Mesin air?" bisik Deryn. "Bukankah bunyinya akan mendatangkan para serigala itu?"

Jared menggeleng dan berbisik lagi. "Bjorn yang membuatnya. Aku dan Joseph sudah mencobanya dua malam lalu. Benar-benar tidak ada bunyinya."

Deryn pun mengendap perlahan ke dapur. Dia bisa merasakan dari balik tirai, siluet para serigala dalam wujud manusia tengah mengikuti arah pergerakannya. Saat menemukan pintu bertempelkan papan 'ruang laundry', Jared menggeser kenopnya perlahan dan merasa takjub betapa pintu itu tidak mengeluarkan bunyi sama sekali—Bjorn dan kedua adiknya benar-benar kuli bangunan mumpuni.

Namun, betapa terkejutnya dia saat mendapati pemandangan luar di balik pintu itu—langit malam, pepohonan, semak, suara jangkrik, dan tiga manusia jadi-jadian yang berdiri sambil tersenyum kepadanya.

Celaka. Apakah dia salah pintu?

Dia berbalik dan berlari ke dalam tanpa sempat menutup pintu. Ketika dia menoleh, tiga manusia jadi-jadian itu masih berwujud manusia dan masuk dengan tertib lewat pintu yang terbuka.

"Mereka mempermainkan kita." Deryn teringat kata-kata Bjorn dan Leona beberapa malam lalu saat mereka berkumpul di balai kota untuk diskusi mingguan. "Mereka menikmati ketakutan kita. Para Werewolf ini barangkali bisa mendengar detak jantung kita bahkan meski jarak kita terpaut satu gunung jauhnya. Bagaimana pun, mereka ini makhluk supernatural. Semua mitologi menunjukkan indra pendengaran dan penciuman mereka super tajam. Jadi, para Werewolf pasti hanya menunggu kita mengeluarkan suara tanpa sengaja karena mereka menikmati kegugupan mangsanya."

Mereka benar. Deryn sadar sekarang. Meski tiga ekor serigala itu bisa dengan mudah berubah jadi makhluk besar untuk mencabiknya sekarang juga, mereka malah mempertahankan wujud manusianya dan berjalan santai mengikuti Deryn yang makin jauh memasuki rumah.

Deryn tidak bisa berpikir jernih dan sepenuhnya melupakan Jared di toilet. Dia berlari ke arah kamar anak itu dan menggeser kenop, tetapi pintunya terkunci.

Terkunci dari dalam.

Ada jendela kecil di samping pintu kamar itu—tempat biasanya Mama Yara mengecek apakah kedua anaknya tidur nyenyak. Bjorn telah menggantinya dengan kaca kedap suara yang mengombinasikan kaca laminasi dan kaca tempered. Dari sana, wajah Jared muncul, menatap Deryn yang panik di luar pintu kamarnya.

"Jared!" Deryn mengetuk-ngetuk kaca. "Tolong! Buka! Serigala! Mereka masuk!"

Namun, Jared bergeming.

Saat tiga serigala itu mendapatkannya Deryn terhempas ke lantai. Satu serigala menginjak perutnya, satu lagi menetes-neteskan liur di wajahnya, dan satu lagi mengangkat cakarnya.

"Kenapa ...?" Deryn bergumam lirih. "Jared ... kenapa? Kenap—"

Tidak pernah ada ruang laundry di rumah ini—kesadaran itu mengisi benak Deryn seketika.

Tepat ketika serigala akan merobek wajahnya, hal terakhir yang Deryn lihat adalah mata Jared yang terus mengamati detik-detik pembantaiannya dengan sorot tertarik.

"Jared," panggil salah satu serigala itu dengan suara Mama Yara lagi ke kaca jendela. "Buka pintunya, Sayang."

Jared menelengkan kepalanya. Kedua tangannya bersedekap.

"Jared—" Lalu serigala itu terdiam. Dia kembali mewujud sebagai Mama Yara, tangannya menadah ke arah Deryn yang masih dicabik-cabik oleh kawanannya. "Lihatlah, Jared. Tidakkah kau ingin menyelamatkannya?"

Jared menggeleng. Sudut bibir anak itu terangkat.

"Jared," bisik sang serigala dalam wujud Mama Yara. Bibirnya menyengir. Wajahnya mendekat dan hampir menempel ke kaca. "Psikopat kecil. Kami tahu kau yang membuka pintu malam itu agar kami masuk membunuh ibumu. Kami tahu kau membiarkan adikmu membuka kuncinya. Kami tahu kau mengakali pemuda ini agar membuka pintu belakang. Kami tahu, Jared. Kami tahu."

***

Fajar menyingsing dan warga kembali dihebohkan oleh jenazah Deryn di depan kamar Jared. Mereka lebih heboh lagi saat mendapati Jared selamat di dalam kamarnya.

"Sekarang, salah satu dari kita harus benar-benar menampung anak ini," kata Sharon yang tengah menenangkan Jared di pelukannya. "Kita tidak bisa membiarkannya di sini!"

"Kau saja!" cetus orang-orang yang berkerumun. "Anakmu sudah mati minggu lalu. Kau yang seharusnya mengurus anak ini."

"Suamiku kena stroke!" protes Sharon. "Aku harus mengurusnya! Dan teganya kalian membawa-bawa perkara kematian anakku di sini!"

"Biar aku saja." Mikayla, seorang perempuan tua dengan jumlah uban menyaingi rambut hitamnya, mengangkat tangannya. "Sini, Jared. Tinggallah bersamaku."

"Mikayla, kau punya dua cucu untuk diurus," dengap Sharon.

"Lalu, kau mau mengurusnya?" tanya Mikayla tajam. "Seperti katamu, seseorang harus menampung anak ini. Tiga orang mati di depannya! Dia butuh seseorang saat ini. Aku tidak tega—dia seumuran cucuku yang paling kecil."

"Terima kasih, Nenek." Jared berlari memeluk kaki Mikayla. "Terima kasih. Aku janji akan jadi anak baik. Aku akan bermain dengan semua cucumu. Aku juga akan menjagamu."

"Aduh, lucunya kau. Sini, Nak." Mikayla membungkuk untuk menggendong Jared, tetapi menegakkan punggungnya kembali. "Aduh, encok."

Sebagian besar warga bubar untuk memakamkan apa yang tersisa dari Deryn, beberapanya tinggal untuk memalangi rumah mendiang Mama Yara yang kini kosong.

"Leona, kau tidak apa-apa?" tanya Deborah saat mereka memandangi nisan Deryn sebelum pulang.

Leona mengusap hidungnya yang merah dengan tisu. "Biarpun kami sudah putus, dia tetap ayah dari anakku. Dan separuh dari diriku masih mencintainya walau dia membuatku patah hati. Menurutmu bagaimana?"

"Ayo pulang dan bikin bumbu lada hitam," bujuk Deborah seraya merangkul sahabatnya. "Pacarku janji datang bawa kepiting siang ini."

Leona mengeraskan tangisannya sembari mengikuti langkah Deborah.

"Hei," sapa Bjorn ketika mereka berpapasan di pertigaan jalan. "Deryn sudah dimakamkan?"

"Sudah," jawab Deborah. "Bagaimana dengan rumah mendiang Mama Yara? Aku tidak bermaksud kurang ajar, tapi aku butuh tambahan panel dinding dan kaca kedap suara di rumahku. Dan menurutku mubazir kalau rumah itu dibiarkan begitu saja."

Bjorn merentangkan tangan. "Sori. Sesuai ketentuan, begitu Jared menyetujui rumah itu diruntuhkan, semua materialnya bakal dikumpulkan dan didistribusikan lewat balai kota. Kau harus cepat kalau menginginkannya saat pelelangan dibuka."

"Apa saja yang rusak dari rumah Jared?" tanya Leona. "Bagaimana Deryn bisa terbunuh?"

"Anehnya, lagi-lagi tidak ada yang rusak." Bjorn mengerutkan keningnya. "Percaya tidak? hanya ada pintu belakang yang terbuka. Sebelum Mama Yara tewas, dia sempat meminta dibuatkan ruang laundry di sana. Dia juga memintaku memasang pompa air. Pintu itu harusnya mengarah ke ruang laundry kalau Mama Yara masih hidup."

Leona menerka. "Mungkin Jared mengira kau sudah membuatnya dan benar-benar ada ruang laundry di sana."

"Ya, tapi kalau dia yang membuka pintu, harusnya anak itu yang tewas."

"Mungkin dia lari ke dalam." Deborah mengangkat bahunya. "Dan Deryn berusaha melindunginya, jadi hanya Jared yang sempat masuk ke kamar itu sementara Deryn tertangkap."

"Tidak masuk akal ...." Bjorn menggaruk kepalanya. "Aku tidak bisa menjelaskannya, tapi aku merasa ada yang aneh."

Leona mengerjap. "Ah, benar. Kalau Jared lari dari serigala, dan masuk ke kamarnya dengan jarak sedekat itu dari pada Werewolf, makhluk-makhluk itu takkan peduli meski pintunya tertutup dan terkunci. Mereka bakal tetap masuk, seperti yang terjadi pada anaknya Sharon. Ingat? Dia terlambat pulang suatu malam dan berlari masuk ke rumah tetangganya. Dia menutup pintu tepat di hadapan si Werewolf. Kita menyaksikannya sendiri dari jendela. Werewolf itu tetap masuk."

"Bagaimana denganmu dan Bjorn dan Deryn saat kalian masuk ke toserba malam itu?" tanya Deborah.

Bjorn menjentikkan jari tangannya seolah tersadar. "Jarak mereka cukup jauh. Deborah, kau sendiri sempat membuka tingkap di atapmu untuk menolong kami dan menembak mati salah satu serigala yang mengejarku. Seharusnya, serigala itu bisa menerobos masuk ke rumah, 'kan? Tapi mereka tidak masuk. Sepertinya ada jarak sendiri. Atau barangkali, Werewolf itu takkan menyerang selama kau menutup pintu di luar batas penglihatan mereka."

"Dan kalau Jared dan Deryn benar-benar dikejar serigala, harusnya para Werewolf itu melihat Jared menutup pintu di depan mereka."

"Tapi mereka tidak menyerang masuk ke kamar anak itu." Deborah mengangguk-angguk. "Artinya, Jared menutup pintu sebelum para serigala datang."

"Wow," gumam Bjorn. "Anak itu pasti larinya cepat sekali."

***

Dini hari berikutnya, warga kembali dihebohkan oleh tewasnya Mikayla dan seorang cucunya. Mereka lebih heboh lagi saat melihat Jared selamat di dalam toilet. Kehebohan bertambah saat Tobias, cucu bungsu Mikayla, ditemukan hampir semaput di dalam lemari pakaian neneknya.

"Masih hidup?" tanya Jared terkejut saat mendengar berita itu.

"Benar," beri tahu Sharon padanya. "Saat ini dia masih di rumah sakit. Dia benar-benar syok dan belum bisa bicara. Nah, Jared, karena kau sendirian lagi, maukah kau tinggal di rumahku?"

"Bolehkah?" Jared menabrak kaki Sharon dan memeluknya erat-erat. "Terima kasih. Aku janji akan jadi anak baik. Tapi, bolehkah kita singgah di rumah sakit? Aku ingin menjenguk Tobias."

"Tentu." Sharon menggandeng tangan anak itu. "Ayo kita mampir ke toko roti. Kita tidak bisa menjenguk Tobias dengan tangan kosong."

"Toko buah saja," ujar Jared. "Tobias suka persik."

Sharon mengerutkan keningnya. "Kukira, Tobias itu alergi parah pada buah persik."

"Bukan, itu Thomas, cucu Nenek Mikayla yang satu lagi, yang tewas. Dia yang alergi pada buah persik." Jared tersenyum seraya menggoyang-goyangkan gandengan tangannya dengan Sharon. "Tobias sangat suka buah persik."

Run, Tobias, run '-')

Next>>> 17 Februari 2024

'-')/ Pencet bintang di bawah ini takkan bikin jari Anda hilang

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro