23 Juni 2023

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

|| Day 23 || 1312 words ||

| Tokoh cerita kalian hendak mengakses link video conference. Namun, karena salah mengklik link, ia malah terhubung dengan dunia paralel |

| Genre random gado-gado campur aduk rujak siomay batagor nasi padang (Ya Tuhan saya lapar) |
|| Assemble ||

"Delilah," panggil Cantika, tampak kebingungan di antara dua buah laptop yang identik di atas meja. "Tadi Idlan bilang kita pakai laptopnya yang mana, ya?"

"Aku yakin yang kanan," ujarku tak yakin. "Dia bilang, jangan sentuh yang kiri."

"Enggak kebalik, tuh?"

"Kalau kebalik, kita tinggal tukar posisi laptopnya yang kiri ke kanan."

"Del," kata Cantika lagi sambil mengernyit. "Kok, kamu bisa tembus masuk ke SMA kita, sih?"

"Itu pujian?"

"Itu pertanyaan," sahut Cantika, lalu berdecak. "Apa kita tunggu Idlan saja, ya? Jujur, dari ceritamu yang sudah-sudah, tentang barang-barang aneh di toko dukun orang tuanya, aku jadi paranoid pinjam laptopnya begini."

"Tapi, sebentar lagi fans meeting-nya dimulai." Kulirik jam pada ponselku. "Idlan lagi membantu ibunya baca peruntungan orang di lantai bawah—pasti lama. Kalau kamu takut, kita coba cari tempat yang ada wifi saja."

"Tapi satu kota lagi mati listrik, Del. Rumah ini doang yang nyala. Laptop kita berdua baterainya sama-sama kembung, jadi mau enggak mau harus pinjam punya Idlan." Cantika mendengkus, kemudian wajahnya mengerut. "Aneh, enggak, sih. Ini keluarga dukun, tapi kelihatannya satu kota lebih terbelakang dari mereka."

"Ih. Ya sudah, pakai yang kiri saja."

Kubuka laptop di kiri dan menyalakannya. Aku mendesah lega saat melihat ada icon yang kelihatannya mirip aplikasi zo'om untuk video conference. Jadi, aman untuk mengasumsikan ini laptop biasa, bukan laptop makhluk halus.

Kubuka email dan mengklik tautan untuk bergabung ke dalam meeting. Namun, saat aplikasi itu terbuka otomatis, link-nya berubah sendiri dan menambahkan simbol aneh yang tidak seharusnya ada di dalamnya.

Kucek dua kali link itu, membandingkannya dengan yang ada di ponselku. Tautannya salah. Sebelum aku sempat membatalkannya, video langsung tersambung.

Selamat Datang di Dunia Paralel Nomor #1—tercantum di layar.

Lalu, layar itu menampakkan wajah seorang bocah laki-laki yang mengernyit bingung menatap kami. Kunyalakan suaranya yang pada mulanya mute, lantas di suatu tempat di belakang bocah itu, terdengar suara seorang perempuan, "—ya, Erion?"

Bocah yang barangkali namanya Erion itu menoleh, tangannya bergerak-gerak, lalu kusadari dia sedang bicara dalam bahasa isyarat.

"Mustahil salah sambung, Erion. Aku bukan Alatas. Tautannya sudah benar, kok," kata perempuan itu lagi, lalu dia ikut muncul di layar. Perempuan wajahnya cantik, mirip personal girlband yang disembah Kak Uzaid, umurnya mungkin satu atau dua tahun di atas kami. "Lho, ini benar-benar bukan kelas online tambahan dengan guru dan teman-temanmu?"

Erion kembali menggerakkan tangannya dengan jengkel, seakan berkata, Sudah kubilang dari tadi!

"Anu, maaf," kataku. Di sisiku, Cantika terperangah. "Ini acara temu fans dengan personel boygroup 'Besok Dikali Bersama', bukan?"

Erion dan perempuan itu terperangah. "Maaf, bukan. A-anak ini harusnya tersambung ke ruang meeting kelas tambahan dengan guru SD-nya."

"Leila juga kesasar ke ruang meeting orang?" tanya seorang pemuda, yang kali ini muncul dan menyeruak ke antara mereka. Warna matanya asyik, biru sebelah, yang satu lagi agak kehijauan. Andai dia tidak bicara dengan bahasa yang sama dengan kami, aku bakal mengira dia orang asing karena warna mata itu.

"Kenapa kau kedengarannya gembira begitu, Alatas?" Gadis bernama Leila itu bersedekap, matanya menatap tajam si pemuda.

Si Alatas mengangkat bahu. "Kau dan Truck mengataiku kudet dan udik—"

"Karena kau memang kudet dan udik." Muncul suara lain di belakang mereka. Leila dan Alatas menoleh, jadi aku juga bisa melihat seorang pria tua sedang duduk-duduk dengan sebelah kaki terangkat ke atas meja. Sebelah tangannya memegangi segelas air, tangan satunya tidak kelihatan di balik jaket kebesaran. "Mana ada orang yang mau video conference dengan Gugel Meeting malah buka Gugel Maps?"

"Ini akses internet pertama kita setelah bertahun-tahun sejak pembukaan lahan Garis Merah, Truck!" Alatas membela diri. "Dan lagi, kampung halamanku dulu memang tidak punya jaringan internet, bahkan sebelum masanya NC."

Cantika dan aku berpandangan. Sementara orang-orang di layar itu adu mulut, kami mencoba keluar dari ruang meeting diam-diam, tetapi tidak bisa. Aplikasinya bahkan tidak bisa ditutup.

"Banting?" tanyaku seraya meraih ujung laptop Idlan.

"Bahlul, jangan." Cantika menjauhkan tanganku dari laptop itu. Dia membuka ponselnya, lalu memperlihatkan ruang chat fanbase padaku. "Temu fans-nya ditunda besok."

"Berarti kita punya banyak waktu." Kami melirik laptop dan aplikasi ganjil punya Idlan, lalu saling tatap lagi sambil menyengir. Segera kuarahkan kursor ke icon di bawah. "Sejak tadi aku penasaran ini fungsinya apa."

"Sama yang ini." Cantika menunjuk. "Coba klik yang ini. Kayaknya bakal seru."

Di layar, orang-orang dari antah berantah itu masih saling melempar kesalahan. Terutama si Alatas dan Leila, keduanya bicara hampir bersamaan. Kemudian, si pria tua—Sopir Truk?—meletakkan gelasnya ke atas meja dengan agak keras. Suaranya menggelegar. "Berhentilah melakukan pertengkaran sejoli di depan mukaku! Kalian bikin minumanku jadi basi!"

Leila beranjak menghampiri si sopir truk. "Coba kau yang hubungi gurunya Erion! Guru itu responsnya lambat sekali kecuali saat kau yang menghubunginya."

"Ya." Alatas bergabung dengan keduanya. "Guru itu kayaknya naksir kau, Truck. Kudengar, suaminya yang saat ini masih bertugas sebagai pilot NC, mukanya mirip denganmu."

"Persetan! Aku lebih baik bersenda gurau dengan kotoran ayam daripada bicara dengan istri orang!"

Cantika menunjuk ke layar, mencoba bicara pada si bocah Erion. "Mereka walimu?"

Erion mengangguk sambil memutar bola matanya sarkastis.

"Turut berduka cita," kata Cantika lagi, yang dibalas dengan anggukan penuh apresiasi dari Erion.

Erion kemudian melambaikan tangannya, memberi isyarat akan keluar dari ruang meeting ini. Lalu, sambungan kami terputus.

Nyaris tanpa jeda, layar baru tampil, dan muncul wajah dua gadis remaja lain.

"Sudah kubilang, buka Gugel Form! Kenapa kamu buka Gugel Meeting?! Tuh, malah muncul film aneh, 'kan?" kata salah satu gadis itu. Dia kemudian berteriak ke belakang, "Zamrud! Tolong! Nila salah buka!"

"Magen," kata si Nila dengan muka jengkel. "Yang nyuruh aku klik ini tadi, 'kan, kamu."

"Kenapa kamu menurutiku?" Si Magen mengangkat bahunya. Lalu, dia berteriak lebih kencang. "Azam Rudin—tolong! Laptopmu korslet!"

"Bohong, Zam!" Nila balas berteriak. "Magenta salah tapi enggak mau disalahkan!"

"Ini film apa, sih?" tanya si Magenta sambil mengerutkan kening ke arah kami. "Isinya kok cuma dua cewek melongo?"

"Itu namanya seni, Magen," ujar Nila. Tangannya tertadah ke arah kami. "Jadi, pemeran filmnya seolah-olah balas menatap kita."

Muncul seorang anak cowok berbadan minimalis dan wajah berjerawat di antara mereka. "Lho, kok kalian bukan Gugel Meeting? Ini kalian ngomong sama siapa?"

Nila dan Magenta berpandangan, lalu keduanya mulai merecoki Zamrud.

"Eh, ini kita lagi ngomong sama orang?"

"Macam pidio kol, kah?"

"Ini bukan film?"

"Kok enggak ngomong dari tadi?"

"Eh, malu-maluin!"

Zamrud menyentakkan kedua tangannya yang ditarik-tarik oleh kedua gadis itu. "Kalian berdua jago bahasa Inggris tapi salah menyangka Gugel Meeting itu buat nonton film? Gugel Meeting itu ya buat video conference!"

"Mana kami tahu, Zam." Nila membela diri. "You Tubes aja isinya video, bukan jualan pipa."

"Dan Tweeter juga isinya bukan jualan burung," sahut Magenta sependapat. "Face Books saja isinya buat sosialisasi, bukan buku yang isinya wajah orang, 'kan? Nama situs dan fungsinya di internet tuh enggak nyambung! Mana bisa kami mengira Gugel Meeting gunanya betul-betul buat meeting?"

"Halo, maafkan kami, ya." Zamrud meminta maaf kepadaku dan Cantika, membuatku agak merasa bersalah. Padahal separuh dari pertemuan ini pasti salah kami. Kemudian, Zamrud dan dua pacarnya keluar dari ruang meeting.

Pintu kamar di belakang kami menjeblak terbuka dan Idlan berderap masuk dengan panik.

"Sudah kubilang jangan pegang yang ini, 'kan?!" Idlan segera menutup aplikasi dan mematikan laptopnya. "Ide siapa ini?"

Cantika dan aku saling tunjuk wajah satu sama lain. Kami berpandangan sebentar, lalu sama-sama mengubah arah telunjuk ke hidung masing-masing. Cantika melirikku penuh makna, yang kurang lebih maksudnya menyuruhku cari-cari alasan. Soalnya, menurut gadis itu, Idlan susah marah padaku karena cowok ini ada hati denganku. Yah, dia belum lihat saja waktu Idlan kubikin depresi dengan semua ulahku waktu itu.

Cantika akhirnya mencoba berkelit, "Gini, Idlan ... tadi tuh laptopnya nyala sendiri. Aplikasinya kebuka sendiri. Yah ... coba kau periksa, deh, mungkin laptopnya kerasukan atau semacamnya. Ayahmu pasti paham, deh."

Idlan memberi tatapan menghakimi pada temanku. "Kau kira aku bakal percaya alasan bego begitu? Sudah kubilang berkali-kali, jangan sentuh laptop yang kiri! Pakai yang kanan!"

"Sori, Idlan," ringisku. "Tadi tuh, sebenarnya ... ada gempa. Terus laptopnya mungkin ketukar posisinya. Jadi, kami salah buka laptop."

Idlan mengerjap menatapku, kemudian berkata begitu saja, "Oke, deh."

Kalau bisa salah sambung ke dunia paralel, kalian mau ngobrol sama siapa? °˖✧◝(๑˃ᴗ˂)ﻭ

Btw, tadi sebetulnya mau nyambungin ke dunia Escapade sama Iridescent juga, tapi dahlah, saya ngantuk, mo bobo dan mimpi mamam batagor. Gud night, y'all (o˘◡˘o)

Next>>> 24 Juni 2023

'-')/ Pencet bintang di bawah ini takkan bikin jari Anda hilang 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro