|6|

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Inilah saatnya.

Aku dan kedua kembar tersebut kembali berada di depan kuil milik Kita-san. Beruntung Kita-san belum pulang dari acara kepentingannya, sehingga kami bisa menyelesaikan ini secepatnya. Aku tahu dia ada di sini, entah kenapa instingku mengatakan hal itu.

Aku akan berhadapan dengan diriku sendiri, namun entah kenapa tanganku kembali kebas. Aku tidak memiliki jantung lemah bukan? Karena sungguh, tanganku tak berhenti kebas sedari tadi. Tenang [Name], ini dirimu sendiri, kau tak perlu takut.

"Semua akan baik-baik saja." Aku mendengar suara gumaman. Dari Osamu. Tangannya meraih tanganku, sejenak aku merasakan perasaan aneh itu, tetapi aku berusaha menepisnya.

Ya, dia benar.

Semua akan baik-baik saja.

"Ayo kita masuk."

Kami bertiga melangkah dengan semangat, mulai menginjak tangga-tangga menuju kuil tersebut. Kuharap ini keputusan yang benar. Namun sedetik kemudian, aku tidak tahu apa yang terjadi.

"Maaf. Tapi aku hanya membutuhkanmu." Bisikan itu memulai.

Tiba-tiba asap menyerbu dengan begitu cepat. Aku terlalu terkejut untuk bereaksi, aku juga sempat mendengar bisikan itu. Ketika aku ingin berbicara dengan kedua kembar tersebut, namun tautan kami lebih dulu terlepas dan aku merasa rasa kantuk menyerangku.

Keparat.

.

Aku terbangun dan menyadari aku berada di sebuah ruangan yang gelap. Aku tidak tahu ini dimana. Kepalaku masih pening, akibat asap tadi dan aku hanya bisa bergerak duduk untuk memulihkan diri.

"Kau sudah sadar." Dia datang. Aku sudah menduga, dia dalangnya. Wanita ini, wanita yang beridentitas diriku sendiri. Dia memakai jubah panjang yang hampir menutupi seluruh tubuhnya dari leher hingga ke bawah. Sesaat aku tidak tahu dia dari masa lalu ataukah masa depan, karena sungguh dia benar-benar tak terlihat lebih tua ataupun muda. Sama.

Aku mendongak ke arahnya. Menghembuskan napas, akupun memutuskan untuk membuka mulut. "Tolong kembalikan emosi Samu, [Name]."

Aku melihatnya lagi. Itu dia. Keluar masuk matanya. Penyesalan, kesediham, bercampur menjadi satu. Tangannya saling memutar-mutar di depan dada. Dia terlihat sedang berpikir merangkai sebuah kalimat.

"Aku tahu kau menyesal melakukan itu [Name], tapi bisakah kau kembalikan emosinya? Jika kau tidak tahu caranya, aku akan membantumu! Kumohon!" Aku melanjutkan ucapanku. Kali ini aku memohon dengan sungguh-sungguh. Dia masih menatapku dengan tatapan yang sama, aku tidak tahu apa artinya itu.

"Maafkan aku [Name]."

Apa?

Tiba-tiba sebuah cakaran datang, kurasa itu mengenai perutku. Aku merasa aku menjerit keras. Rasa sakit ini, hinggap lagi. Sial, sial, sial.

Aku tidak tahu, apa yang terjadi. Pikiranku buyar dengan semua rasa sakit tak tertahankan ini. Kakiku bergerak-gerak kesakitan. Kurasa perutku sobek, kurasa jantungku saat ini begitu lemah untuk bernapas dan darah ini, darah ini datang lagi. Cairan ini, cairan ini, keparat!

Seperti de ja vu, rasa sakit ini benar-benar tidak bisa aku rangkai dalam kata-kata.

Sakit, sakit, sakit!

Aku menangis. Menangis dengan keras. Menjerit-jerit. Siapapun tolong aku! Atsumu, Osamu, Kiino! Siapapun!

"Maaf [Name], tapi ini tugasku."

Aku berusaha mempertahankan pandanganku. Dia berada di atasku, tatapannya sungguh sangat penuh penyesalan. Namun yang lebih membuatku melebarkan mata, adalah kedua kembar itu berada di dekatnya. Hanya menatapku dan tak menolongku.

Apa yang terjadi sebenarnya?

"Kami memancingmu, dengan semua drama ini. Kami membutuhkan hatimu untuk kekuatanku. Maafkan aku diriku, tapi aku terpaksa melakukannya. Tapi kau seharusnya senang, kau tidak lagi berada dalam dunia yang jahat ini."

Apa? Apa? Apa?

Jadi semua itu palsu? Tiga minggu yang kujalani bersama mereka palsu? Hanya untuk mendapatkan salah satu organku? Semua ikatan itu? Ikatan pertemanan itu?

Hah?

Aku merasakan dadaku sesak.

Rasa senang, kasihan dan bagaimana dengan percakapan kita? Semua percakapanku dengan kalian? Semua percakapanku dengan Osamu.

Aku merasakan air mataku semakin turun dengan kencang. Kali ini bukan hanya rasa sakit dari sobekan di perutku, namun juga sobekan di hatiku. Bodohnya aku, seharusnya aku memang mencurigai mereka, seharusnya aku tidak perlu percaya dari awal, seharusnya aku menerima kematian pertamaku saja.

Hahahaha, lihat sekarang [Name]? Konyol sekali kau merasakan sekarat untuk kedua kalinya.

Pandanganku semakin buram. Kurasa ini sudah waktunya. Aku memejamkan mataku, kegelapan yang kulihat jauh lebih baik daripada melihat wajah-wajah penghianat itu. Tuhan kumohon percepat saja kematian ini, tolong jangan beri aku kesempatan lagi, aku hanya ingin bisa sampai cepat di sana. Setidaknya alam sana tak penuh kebohongan seperti dunia ini.

Haha, lucu jika mengingat aku kembali menjadi daun-daun yang berguguran sekarang. Akan menguning, mencoklat, lalu gugur dan tak pernah kembali lagi.

Kantuk sudah mulai menyerangku. Aku menghembuskan napasku untuk terakhir kalinya, sebelum aku benar-benar akan beristirahat selama ini. Terima kasih atas semuanya Kiino, Atsumu, Osamu, Kita-san, Suna-san, dan Osamu. Setidaknya meski kalian membohongi diriku yang ini, kalian sudah menjadi orang yang mau berbicara dengan orang sepertiku.

Kini aku harus pergi, pada akhirnya aku tak pernah bertemu Ayah. Namun mungkin bisa, dengan diriku yang lain di sana.

Selamat tinggal semuanya, aku menyayangi kalian.

End

Sudah ku bilang ini aneh bukan?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro