KABUR

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Anjas dan Helena sedang janjian bertemu di sebuah kafe, untuk membahas Dania.

"Sorry, Na. Udah lama nunggu?" Anjas meletakkan ranselnya di bangku sebelah.
"Lumayanlah. Tapi nggak kerasa, kok. Aku main hago sama temen les." Helena bukan anak orang kaya, tetapi orang tuanya menyediakan dana khusus untuk fasilitas pendidikan. Salah satunya les.

"Agak susah, Njas. Dania nggak bisa keluar kalau bukan ke sekolah tujuannya. Kalaupun alasannya belajar kelompok, Om Bara pasti minta kita ke rumahnya, aja. Bukan dia yang dijinin pergi sama kita." Helena meneguk es kopi yang baru diantar ke meja mereka.

Anjas meneguk bagiannya. Dia menyerahkan ponselnya ke Helena.
"Coba lo baca chatnya, ada sesuatu yang Nia sembunyiin dari kita."

Helena membaca chat Dania yang meminta Anjas tidak membahas bundanya saat menelepon. Bukankah selama ini dia yang sangat antusias waktu membahas soal Tante Retno?

"Ada yang aneh, dia bisa saja cerita semua lewat chat. Tapi ini enggak. Gue khawatir, Na."

Anjas sangat mencemaskan kekasihnya. Apa mungkin Dania terkena masalah karena menemui Tante Retno waktu itu? Kemungkinan itu bisa saja terjadi. Anjas sudah menyiapkan semuanya detail dan rapih. Entahlah, Anjas sadar dia cuma manusia biasa, tak mungkin sempurna melebihi Sang Pencipta.

"Lo ada ide apa?" tanya Anjas setelah lama terdiam.
"Klise dan simpel banget sebenarnya. Lewat surat gimana?" Raut wajah Helena tampak ragu lalu nyengir, setelah itu mengibaskan tangannya. "Lupain ide gue. Cari yang lain aja," lanjutnya.

"Sebenarnya surat sama aja kayak kita kirim chat. Gue lihatnya Nia cenderung ingin nyimpen semuanya sendiri. Dia nggak mau kita tahu atau terlibat dengan masalahnya," papar Anjas dengan pandangan menerawang ke luar kafe.

"Atau kita ikuti aja maunya Dania? Gue yakin ini cuma sementara. Ada dua kemungkinan Nia diam, dia nggak pengen nyusahin kita, atau dia punya rencana yang akan dia jalanin nanti."

"Ya, kita ikuti maunya sampai ujian selesai. Kita sendiri juga butuh fokus, kan."

Helena mengiyakan. Pertemuan itu tidak membuahkan hasil apa-apa. Tetapi paling tidak Anjas tahu apa yang harus di lakukan. Helena bersahabat dengan Dania lebih lama dari dia jadian. Helena pasti tahu sahabatnya itu seperti apa.

***

Dania merasakan ujian akhir kali ini berbeda dari ujian akhir waktu dia SMP. Lebih deg-degan dan suasananya sedikit membuatnya tertekan. Keringat dingin sering muncul, beberapa kali dia mengelap telapak tangannya dengan tissu.

Dania meletakkan sejenak pulpennya. Memejamkan mata dan menghela napas dalam. Beberapa kali dilakukan, dan efeknya bekerja. Semua masalah dan tekanan dari rumah mungkin jadi penyebabnya.

Dania kembali fokus dengan rentetan soal di depannya. Hari ini terakhir ujian, jangan sampai fokusnya terganggu sedikitpun. Nomor terakhir selesai dijawab.

Dania membawa ransel yang sudah disiapkannya dari rumah diam-diam. Tidak mudah menjalani ini semua sendirian, tetapi Dania harus berani ambil keputusan dari sekarang. Semua pengawal Bara semoga lengah siang ini.

Dania belajar banyak hal soal penjagaan yang mereka lakukan di sekolah. Bagian kantin ada pintu keluar untuk pedagang supaya mudah aksesnya. Dania keluar dari sana. Benar saja, sampai di di samping bagian kantin, nihil pengawasan. Dania bernapas lega, ditutupnya kepala dengan hoodie jaket, bersiap pergi dengan menyusup ke kerumunan siswa yang akan naik angkutan umum.

Di tengah kerumunan, Dania tidak tenang. Ragu kembali menyusup ke hatinya. Saat langkah mulai memelan, seseorang mencekal lengannya, mendekat dan berbisik tepat di telinganya.
"Jalan terus, jangan berhenti sampai kita naik angkot di depan sana. Dengerin aku kalo kamu mau lepas dari semua pengawal itu."

Dania menurut. Dia tidak kenal orang ini, tetapi seperti makan buah simalakama, tidak menurut kacau acara kaburnya. Menurut resikonya tinggi. Dania akhirnya mengambil pilihan kedua.

Dia masuk ke sebuah mobil, bukan angkutan umum. Ada seseorang yang duduk di jok belakang, dua orang di depan, salah satu yang membawanya.

"Selamat datang Dania, jangan takut. Om, akan bantu kamu kabur. Bukannya kamu mau kabur?"

"Om, siapa? Kenapa bisa tahu aku mau kabur?" Dania merasa tidak membocorkan rencananya pada orang lain. Bahkan Anjas dan Helena tidak tahu.

Om itu tersenyum. Umurnya seperti usia Bara. Tetapi Om ini sepertinya lebih bersahabat, bahkan semua rencana dan langkah yang mau diambilnya dia tahu. Om itu banyak cerita tentang masa mudanya, yang penuh dengan hal-hal seru anak muda.

Namun ekspresinya jadi sendu, waktu kisahnya menyangkut tentang kekasih hatinya. Orang ini aneh, Dania juga mulai curiga orang-orang ini ada niat buruk padanya. Atau??

Dania menduga-duga dan rasa takut mulai meraba dirinya. Bagaimana ini? Menyesalkah dengan keputusannya? Tenang Dania, mulai berpikir.

Si Om yang duduk di sebelahnya mencium gelagat aneh pada gadis tawanannya. Dia sibuk dengan ponselnya, entah sedang mengirim pesan pada siapa. Dania mengeluarkan ponselnya di kantong sebelah. Diam-diam dia memencet telepon, Dania tidak tahu nomor siapa yang dia hubungi.

"Om, kita mau ke mana, ya?" tanya Dania dengan suara lirih. Sebisa mungkin ditekannya rasa takut yang mulai menguasai.

"Kenapa? Bukannya kamu mau kabur dari pengawal-pengawal itu? Om cuma bantu kamu." Si Om mulai mendekat, tangannya siap bergerilya, pertama meletakkan di pundak, lalu turun ke arah pinggang.

Dania panik, keringat dingin mengucur.

***

Di seberang sana, Retno tak kalah panik menerima telepon dari putrinya semata wayang setelah beberapa lama. Dua bulan sejak dia bertemu di sekolah. Suara itu tidak asing, tapi bagaimana bisa dia bersama Dania? Orang ini sudah gila, dia tidak tahu apa yang sudah dia lakukan.

Retno menghubungi Anjas.
"Iya, Tan. Saya sedang ngikutin mobilnya. Tolong hubungi polisi. Saya kirim lokasinya nanti."

Hubungan terputus, tetapi ada telepon masuk lagi.
"Halo, Na! Gue lagi sibuk, nanti gue hubungin lo lagi." Anjas memutus pembicaraan. Untuk sementara Anjas tidak memberitahu Helena dulu. Akan tambah ribet kalau anak itu tahu.

Beruntung Anjas tidak terlalu mencolok saat mengikuti mobil yang membawa Dania. Mobil berhenti di sebuah bangunan kosong yang sudah lama kosong sepertinya.

Anjas berhenti di ujung jalan. Dia melihat dua orang menyeret Dania dengan paksa. Dania berontak, dia berusaha melepaskan diri, hingga salah satu orang menyekap mulut dan hidungnya dengan sebuah kain. Dania terkapar pingsan. Anjas mengepalkan tangannya. Marah mulai menguasai, tetapi sebisa mungkin ditekannya. Dia tidak mau ambil resiko membahayakan cewek yang dia sayang.

Di dua lokasi yang berbeda, Retno sedang diskusi dengan polisi yang akan melakukan aksi penyelamatan. Sedangkan Bara tidak kalah sengit mengatur rencana setelah mendapatkan kabar dari sang penculik.

***
Satu part lagi, aaah, aku ikutan tegang, euy.

Satu part akhir, semoga lancar.

Maafkan meleset dari prediksi. Semalam fisik terganggu karena tamu tak diundang.

Selamat membaca, aku tunggu vote dan komentarnya. Makasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro