Always

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Warning: One Shoot, modern AU, Fluff, Hurt/Comfort, mention of charater death, Boys Love, Garing Tidak Renyah, OOC, Typo

Pair: John H. Watson x Louis James Moriarty

Seluruh chara bukan punya saya, saya hanya meminjam untuk menistakan dan memenuhi asupan nutrisi yang kurang

Happy Reading!!!


Padang bunga itu sangat indah dimata siapapun yang melihatnya. Keindahan dari tanaman yang ada disana, yang kebanyakan adalah bunga berwarna-warni hingga suasana yang cerah tanpa awan ditemani angin musim semi membuat semua yang ada disana bisa merasakan pemandangan terindah yang pernah mereka alami.

Tidak terkecuali dua insan itu. Mereka yang sedang duduk beralaskan rumput hijau dibawah sebuah pohon yang tidak begitu besar namun sangat rindang. Keduanya tampak sangat nyaman dengan posisi mereka sekarang.

Yang satu, yang bersurai pirang keemasan, duduk bersandar dibatang pohon sambil mengelus pelan surai hijau kecoklatan sosok yang lain. Netra merah tua itu menatap lembut setiap pahatan wajah dari orang yang kini masih menutup matanya. Entah dia sedang benar-benar tidur atau karena terlalu menikmati afeksi yang diberikan oleh yang lain.

Tak berapa lama dibukanya kelopak yang tadi tertutup itu, menampilkan iris coklat seperti musim gugur yang kebetulan merupakan kesukaan dari pemuda pirang itu. Keduanya saling menatap lembut. Tidak ada kata yang terucap namun mereka seperti sedang berbicara banyak hal lewat tatapan itu.

Sang pemilik netra musim gugur itu perlahan mengangkat tangan dengan pelan dan lembut, seakan menyentuh porselen rapuh, diusapnya pipi pucat gembil milik sosok itu. Sedangkan yang diusap pipinya semakin melebarkan senyumnya dan berganti menutup mata, mencoba semakin mendalami rasa hangat dan sayang yang diberikan.

"Kita akan selalu bersama kan?"

"Kenapa menanyakan hal itu?"

"Memangnya aku tidak boleh menanyakannya?"

"Hahaha manisnya istriku ini."

"Aku tidak manis bodoh. Sudah jawab saja pertanyaanku."

"Tentu saja kita akan selalu bersama. Seperti sumpah pernikahanku, aku akan bersamamu hingga maut memisahkan."

"Hn... baguslah."

"Tapi aku ingin menggantinya, jika kau mengizinkan tentunya."

"Mengganti? Jadi kau tidak mau bersamaku lagi?"

Tertawa pelan sambil menggeleng, pemuda yang berstatus sebagai suami itu bangkit dan duduk dihadapan istrinya. Dia menangkup pipi sang istri dan menyatukan dahi mereka. Tidak lupa dengan tatapan lembut yang masih saja bertahan sedari tadi.

Dan padang bunga berserta alam sekitarnya menjadi saksi bisu sebuah sumpah yang diucapkan oleh sang suami yang diikat dengan kecupan lembut untuk sang istri. Keduanya saling berbagi kehangatan yang bagi mereka hanya pasangannyalah yang bisa memberikan perasaan mendebarkan namun damai ini.

"Istriku yang paling manis, tidak mungkin aku begitu. Maksudku aku ingin menggantinya dengan 'aku akan selalu bersama bahkan maut tidak bisa memisahkan kita, karena kita adalah satu dan itu adalah mutlak'."

. . .

Pagi itu, walau udara masih terasa dingin, tapi tidak menyurutkan semangat seorang lelaki yang terlihat sibuk di dapur apartemen miliknya itu. Dengan cekatan lelaki itu memotong berbagai macam bahan makanan dan memasaknya dengan lincah. Senyum kecil terus terlihat diraut lembutnya, seakan dia sangat menanti sesuatu, mungkin lebih tepatnya menunggu seseorang.

Memikirkannya membuat lelaki itu semakin bersemangat menyiapkan makanan yang sekiranya merupakan kesukaan dari orang yang sangat dia nantikan kehadirannya. Berbagai macam makanan kini satu persatu mulai dihidangkan diatas meja makan diruangan itu. Bau harum dari hidangan itu memenuhi ruangan apartemen yang beberapa bulan ini hanya ditinggali olehnya sendirian.

"Semoga dia menyukainya," gumamnya pelan sambil menata makanan yang telah selesai dimasak dalam kotak bekal, yang rencananya akan dinikmati ditaman dekat kompleks apartemen mereka. Hitung-hitung sebagai kegiatan awal melepas rindu selama mereka tidak saling melihat dan bertemu.

Semakin lama senyumnya semakin lebar, membayangkan raut senang ditutupi rona merah dan kata-kata tajam yang diarahkan istrinya nanti saat mengetahui kejutan ini.

Iya, istri.

Lelaki itu sedang menyiapkan kejutan untuk istrinya yang pergi bekerja selama 3 bulan ini, dan akhirnya bisa pulang untuk sejenak berlibur sebelum akhirnya kembali bekerja. Dirinya juga bersyukur bisa mengambil cuti dari pekerjaannya yang lumayan membuat sibuk hingga kadang dia harus menginap di tempatnya bekerja.

Pasangan yang sibuk memang.

Mau dikata bagaimana pun, mereka menyukai pekerjaannya. Sangat menyukai malah. Oleh karena itu, kadang-kadang mereka merasa kesal tidak bisa menghabiskan waktu bersama lebih lama. Tapi demi keprofesialisme dan dedikasi dalam pekerjaannya, mereka rela menahan rindu hingga waktunya mereka dapat bersama-sama lagi.

Memang mereka masih berkomunikasi lewat bertelepon atau melakukan video call, tapi bukankah melihat dan bercakap secara langsung lebih baik lagi? Dan kerena itu, walau hanya memiliki waktu yang tergolong singkat, mereka tidak akan menyia-nyiakan sedetik pun untuk selalu bersama dan melakukan hal berdua saja.

"Haha aku menjadi semakin tidak sabar."

Tersenyum senang melihat semuanya sudah selesai dia siapkan, lelaki itu menolehkan pandangannya pada jam dinding dekat situ. Pukul menunjukan jam 10 lewat sedikit, membuatnya sedikit mempercepat pergerakannya menutup dan menyusun kotak bekal dalam tas piknik yang telah dia siapkan semalam.

"Nah lebih baik aku mandi sekarang."

Dan berlalulah dia menuju kamar untuk bersiap menjemput sang istri tercinta.

. . .

-pada ketinggian ribuan kaki diatas permukaan laut.

"Para penumpang yang terhormat, sesaat lagi kita akan mendarat di Bandar Udara internasional Heathrow, perbedaan waktu antara New York dan London adalah 5 jam.Kami persilahkan kepada anda untuk kembali ke tempat duduk anda masing-masing, menegakan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka di hadapan anda, dan mengencangkan sabuk pengaman. Akhirnya kami seluruh awak pesawat British Airways di bawah pimpinan kapten Moran, mengucapkan terima kasih telah terbang bersama kami, dan sampai jumpa di lain penerbangan lain waktu. Terima kasih."

Seorang pemuda bersurai keemasan, yang baru saja mendengar pengumuman dari salah satu rekan kerjanya kali ini, mengeluarkan senyum kecil yang jarang dia tunjukan didepan umum. Sayangnya walau sangat kecil tapi itu tidak lolos dari mata tajam rekannya, yang lain, yang sedang duduk disebelahnya.

"Wah sepertinya akan ada badai setelah ini," katanya sambil menyeringai jahil.

"Diam dan fokus pada pekerjaanmu kapten Moran," namun sepertinya rekannya itu harus lebih berusaha untuk menggodanya kali ini.

"Dasar tidak seru. Ayolah Louis bagaimana kalau kau bercerita sedikit tentang 'suami'-mu itu," terusnya berharap bisa memancing teman seprofesinya itu.

"Daripada aku bercerita bagaimana kalau kau mendengarkan laporan dari menara pengawas yang sekarang berbicara ditelingamu itu."

"Sungguh dinginnya. Aku heran kenapa dokter itu bisa jatuh hati bahkan menikah dengan balok es sepertimu."

"Terima kasih atas pujiannya kapten."

Dan percakapan singkat itu berakhir dengan raut merengut dari Sebastian Moran yang gagal menggoda rekannya itu.

Louis, sang rekan, kembali mengeluarkan senyum kecil yang sempat menghilang sebentar tadi. Pikirannya kini melayang pada sosok yang dia yakin sedang sibuk melakukan sesuatu didarat sana.

Tak bisa dipungkiri perkataan Moran tadi sempat mengetuk rasa penasaran dirinya. Dia bukanlah seorang yang ramah dan suka bersosialisasi, balok es hidup kalau kata beberapa rekannya. Tapi dirinya bisa menikah bersama seorang dokter militer yang notabene sangat bertentangan dengannya.

Bagai bumi dan langit atau api dan air, keduanya sangat berbeda baik dari sikap maupun hal-hal kecil lain. Dirinya seorang yang tempramental dan cenderung menyendiri sedangkan suaminya itu seseorang yang sabar dan mudah bergaul. Dirinya suka mencari tantangan yang lumayan ekstrim untuk menguju dirinya sedangkan suaminya lebih suka untuk mengobati dan mendukungnya sambil menahannya jika sudah masuk tahap berbahaya.

Orang lain mungkin tidak tau, tapi dirinya menyukai makanan manis sedangkan suaminya menyukai sesuatu yang pedas. Hal yang sederhana memang, tapi sepertinya itu yang membuat mereka semakin tertarik satu sama lain.

'Tunggu aku John sebentar lagi kita akan bertemu,' batinnya sambil berpikir apa yang telah disiapkan suaminya . Bukan berarti dia mengharapkan sesuatu, tapi dia tau dengan jelas bagaimana watak dari orang yang telah mengikat janji suci dengannya.

Tiap menit Louis dan Moran lewati dalam diam hingga mereka tidak menyangka akan mendengar bunyi itu.

. . .

John yang kini telah selesai bersiap kembali memperhatikan pantulan dirinya dicermin. Memastikan penampilannya telah sempurnya, dengan sedikit tergesa-gesa dia berjalan keluar dari kamarnya menuju ruang makan untuk mengambil bekal yang telah dia buat dan berjalan keluar apartemen, tidak lupa mengunci pintunya.

Sedikit menjadi tidak sabaran, John melangkahkan kakinya dengan cepat menuju parkiran mobil di basement apartemen, membuka pintunya, menjalankan mesin, dan melajukan mobilnya dengan kecepatan normal menuju bandar udara, tempat dia dan istrinya akan segera bertemu.

Jalanan hari itu memang sedikit padat tapi beruntung John tidak menemui kemacetan yang berarti. Merasa suasana yang sedikit sunyi, John berinisiatif memutar radio dalam mobilnya, siapa tau ada lagu menarik yang diputar pikirnya kala itu.

Sayang musik yang diputar bukan sesuatu yang ingin dia dengar.

Dan sayang untuk kedua kalinya, sepertinya John tidak bisa menemui istrinya di bandara hari itu.

Karena mereka ternyata akan bertemu di tempat lain.

. . .

Hari itu kota London menerima 2 kabar yang tidak mengenakan dari awak media.

"Berita utama hari ini. Terjadi kecelakaan pesawat dengan nomor penerbangan XXX tujuan London siang tadi. Kecelakaan ini mengakibatkan tewasnya seluruh awak kabin dan penumpang didalamnya. Kecelakaan terjadi diduga adanya ledakan kecil akibat kesalahan teknis dibagian bahan bakar pesawat. Saat ini tim SAR sedang berusaha menukan potongan badan pesawat yang hilang di samudra Atlantik yang diperkirakan mustahil untuk dikumpulkan kembali."

"Berita siang ini. Terjadi kecelakaan beruntun di jalan tol utama yang mengakibatkan terjadinya kemacetan parah disekitarnya. Kecelakaan terjadi saat pengemudi truk pengangkut barang menerobas lampu merah yang mengakibatnya tertabraknya mobil sedan yang sedang melaju dengan kecepatan sedang yang berlanjut dengan tabrakan beruntun dari mobil dibelakangnya. Sayang saat akan mengevakuasi korban mobil sedan tersebut meledak dan menghanguskan seluruh badan kendaraan. Terdapat 10 korban luka ringan, 6 korban luka bakar, dan 1 korban tewas yang telah diidentifikasi sebagai seorang pria berumur kira-kira 27 tahun dan berprofesi sebagai salah satu dokter militer angkatan udara,"

. . .

Kembali mereka bertemu di padang bunga itu. Mereka saling berhadapan dan tetap saling diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Perlahan mereka berjalan saling mendekat satu sama lain. Senyum lembut yang tetap sama itu mendampingi jalan mereka hingga jarang mereka sangat dekat.

Masing-masing dari mereka dapat merasakan napas lawannya. Mereka saling mengaitkan jari dan menempelkan dahi mereka. Menatap lekat mata sang pasangan dengan sinar yang begitu cerah dan hangat.

"John sekarang kita sudah bisa bersama kan?"

"Tentu Louis. Kali ini kita telah mendapat hadiah dari Yang Maha Kuasa untuk bersama dalam keabadian. Jadi Louis tidak perlu takut lagi kalau kita berpisah."

"Begitu. Jadi sekarang kita tidak perlu mencari waktu cuti untuk bertemu satu sama lain?"

"Hahaha sekarang tidak ada yang akan mengekang kita untuk selalu bersama."

"Aku sangat senang sekarang. Terima kasih mau terus bersamaku John."

"Aku juga sangat bahagia sekarang. Dan aku akan terus bersamamu Louis karena aku mencintaimu lebih dari apapun."

THE END

Terima kasih sudah mau mampir ('。• ᵕ •。') ♡
Don't forget to Like and Comment (ノ' з ')ノ

See ya!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro