Dream Wedding

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Warning: One Shoot, Fluff, Genderbend, Humor yang super garing tidak renyah, OOC, Typos

Pair: Celebrity!John H. Watson x Fem!Louis James Moriarty

Seluruh chara bukan punya saya, saya hanya meminjam untuk menistakan dan memenuhi asupan nutrisi yang kurang

Happy Reading!!!

Dering ponsel menganggu terpejamnya mata delima. Sinar matahari yang masih samar masuk lewat tirai jendela kalah cepat untuk membangunkan gadis pirang dalam balutan selimut tebalnya. Tangan kecil perlahan keluar, terlihat tidak menyukai udara dingin menyerangnya, menggapai ponsel di meja nakas. Ketika benda tipis itu dipegang dia menekan tombol 'terima' dan mendekatkan pada telinganya.

"Halo..?" Suara parau darinya disambut tawa ceria oleh peneleponnya.

"Hahaha, apa aku menganggu tidurmu?"

Urat kekesalannya seperti tertarik kuat, "menurutmu?"

"Maaf, maaf. Namun hari penting tidak boleh dibuat terlambat bukan?"

"Hari penting?" Alisnya mengerut dalam, belum membuka matanya yang setia terpejam. Satu menit kekosongan diantara mereka sebelum teriakan membahana mengejutkan burung-burung di langit.

"Pernikahanku!"

"Ahaha, jangan sampai terlambat, my bride."

***

Bus yang akan membawanya hari ini tampak ramai dengan penumpang. Wajar karena ini hari kerja, dan dia masuk dalam jam tersibuk di pagi hari.

Tas kecil yang menjadi bawaannya dipegang erat, takut ada kejadian yang tidak diinginkan. Rasa sesak bercampur keringat karena dia berlarian agar sampai tepat waktu membuatnya sedikit tidak nyaman.

'Ayolah Louise! Kau pasti bisa! Hanya tinggal satu pemberhentian dan kau akan sampai!' Semangatnya dalam hati berharap mobil besar ini berjalan lebih cepat.

Bisa-bisa dia ketiduran di saat hari penting seperti ini. 'John pasti sudah menunggu daritadi! Bagaimana bisa pengantin membuat pasangannya menunggu!? Sungguh tidak romantis sekali kau Louise!'

"Pemberhentian selanjutnya, halte tiga puluh empat."

Louise tidak perlu munggu lama untuk bangkit dari duduknya dan melangkah menuju pintu yang telah terbuka. Ketika kakinya telah menginjak tanah, dirinya segara berlari, menghindari pejalan kaki lain dan menuju gedung putih di samping taman kota itu.

Banyak orang yang menatapnya aneh, namun dia tidak peduli. Dalam pikirannya sekarang adalah sampai ke tujuannya dan segera memulai acara penting hari ini.

Pintu kayu ganda di hadapannya membuat senyum Louise semakin lebar. Dengan cepat tangannya meraih gagang pintu dan menariknya, menampilkan ruang ganti dengan susunan gaun-gaun indah berjejer tak lupa dengan aksesoris masing-masing.

"Ma-maaf aku terlambat..!" Nafasnya masih tidak beraturan. Sebuah tangan disodorkan padanya, dan saat Louise mengangat kepala, dengan jelas dia melihat pria bertuksedo putih tersenyum lebar sambil menyerahkan sapu tangan untuknya.

"Selamat datang, Louise! Kau tidak terlalu terlambat, ayo tenangkan dirimu dan bersiap-siaplah," ucap john meraih tangan Louise, menuntunnya duduk di depan meja rias yang langsung di sambut wanita berkacamata dan seorang pria priang.

"Louise! Sudah kubilang jangan tidur larut malam! Sekarang lepaskan tasmu dan aku akan meriasmu! Bond, ambil peralatanku di meja sebelah."

"Baiklah, Penny! Dan Louise, selamat untuk 'pernikahan'mu, ahahaha..!"

Wajah merah tidak bisa dia sembunyikan, rambutnya telah diikat agar tidak menganggu riasan.

"Pernikahan, ini juga hanya untuk iklan," gumam Louise pelan, membiarkan rekannya merias sesuka hati mereka. Mau dilarang juga Louise merasa percuma dan hanya buang-buang tenaga.

Tapi tunggu, iklan?

"Rekamannya akan dimulai dua puluh menit lagi, harap semua pemain segera bersiap-siap."

'Ayo ingatkan aku lagi kenapa aku menyetujui peran ini,' batin Louise mengobrak-abrik ingatannya beberapa minggu lalu saat dia 'terpaksa' menerima tawaran ini.

***

Flashback, dua minggu lalu, kantor agensi Moriarty

Ruang tamu mewah terdengar gaduh sejak setengah jam lalu. Masalah mendesak yang tidak mungkin mereka selesaikan saat itu juga membuat beberapa orang memijit kepalanya, pusing dengan penyelesaian terbaik yang harus mereka pilih.

"Katanya aktris itu bisa selamat walau mengalami patah tulang. Sepertinya dia tidak bisa tampil dalam iklan dua minggu depan," wajah berkerut Albert, yang duduk di ujung meja, semakin tidak bagus.

Dia tidak pernah berbuat dosa besar selama beberapa minggu ini selain menghabiskan persediaan anggur sebulan mereka. Namun nyatanya masalah masih suka menghampiri dirinya. "Kita butuh aktris pengganti, yang bisa memainkan peran itu dengan baik, dan harus dalam kurun waktu dua minggu."

"Kakak, memangnya ada orang seperti itu?" Adiknya, William, menatap ragu-ragu pada keputusan kakaknya. William tau ini salah satu iklan besar yang sudah ditunggu agensi mereka. Namun bila begini urusannya, sepertinya menunda rekaman adalah jalan terbaik.

"Tidak, Will. Kali ini kita harus terus menjalankannya walau harus mengambil setan untuk mengisi peran itu."

"Hah!? Se-setan..? Mr. Albert yang benar saja," pekik tidak percaya dilontarkan John. Mana mau dia berpasangan dengan setan pada saat merekam proses pernikahan, walau hanya sebatas iklan saja.

"Ahaha, jangan khawatir John, kami tidak akan menggunakan setan sebagai pasanganmu," bujuk William berusaha menenangkan ketakutan dari wajah pucat sahabat kekasihnya.

TOK! TOK! TOK!

"Kak Albert, Kak William, kalian di dalam?"

"Masuklah Louise," manik delima yang serupa dengannya perlahan muncul dari balik pintu, membawa nampan besar berisi teko teh dan cangkirnya.

Albert yang menatap dalam adik bungsunya seketika berdiri sambil tersenyum cerah.

"Itu dia! Ini pengantin yang aku cari selama ini..!"

Seluruh ruangan terdiam, menatap perempuan yang baru masuk, dan tak lama sebagian besar mereka menganggukan kepalanya. Lain dengan William yang tersenyum pasrah, serta john yang 'aneh'nya melompat kegirangan dari sofanya.

"Kau yang terbaik, Mr. Albert!"

"Apa!?"

Meninggalkan raut bingung serta tidak percaya dari 'korban' mendadak mereka.

Flashback End

***

'Kalau tau jadinya seperti ini aku akan menolak permintaan Kak Albert. Masa bodo dengan kupon belanja yang dia tawarkan padaku..!'

"Nah, kau boleh membuka matamu sekarang, Louise."

Kalimat itu membuat Louise perlahan membuka matanya yang sedari tadi terpejam. Sinar yang datang tiba-tiba membuatnya harus berkedip beberapa kali, kemudian kembali berkedip karena tidak percaya dengan pantulan cermin di hadapannya.

Seorang perempuan, rambut pirangnya yang tergulung rapi menggunakan jepitan daffodil, berdiri dengan balutan gaun panjang bermodel pas di badan rampingnya dan memiliki ujung gaun tebuka lebar mulai dari tumit sampai kakinya. Mermaid tail model. Warnanya putih, ada sedikit corak ungu di bagian ujung, baik pada bagian kaki serta tangannya yang dilapisi sarung tangan yang hanya mencapai pergelangan. Gaun itu tidak memiliki lengan, membuat pundak kecilnya terbuka. Namun semua itu terhalang oleh kerudung putih terpasang di kepalanya.

Moneypenny dan Bond hanya bisa diam mematung melihat sosok itu. Benar mereka yang meriasnya, namun mereka terlalu terkejut dengan hasil yang ada sekarang ini.

"Apa kau sungguh manusia Louise!? Kau pasti malaikat— bukan lebih depatnya kau Dewi! Ayo mengaku sekarang— umphh!"

"Bond diam dulu. Louise, kau terlalu cantik, sayang sekali ini hanya iklan saja."

Wajahnya tersipu malu, dalam hati Louise bersyukur ada kerudung yang menutupi wajahnya sekarang. "Te-terima kasih, kalianlah yang begitu lihai dalam mendadaniku hingga seperti ini."

"Justru kami yang harus berterima kasih di-ijinkan meriasmu."

TOK! TOK!

"Lima menit lagi, semua pemain harap menuju aula sekarang juga."

Ludahnya ditelan dengan gugup. Louise menarik nafasnya berulang kali sebelum tangannya mengambil buket yang telah disiapkan untuknya. Pintu telah dibuka oleh Moneypenny dan Bond, kini dirinya harus berjalan keluar, menuruni tangga untuk menghampiri sang 'pasangan'.

Decak kagum terdengar lirih di telinganya. Louise mulai tidak fokus dengan apa yang dikatakan orang sekitarnya. Dia terlalu gugup dan mulau tidak percaya diri. Siapa pun juga akan merasa hal yang sama, dan sekali pun ini adalah iklan yang bisa direkam berulang kali, dalam hidupnya Louise akan selalu serius dan bertekad dalam melakukan yang terbaik.

Yang berarti sama seja dirinya menganggap ini sebagai pernikahan 'sungguhan'.

Untungnya, mempelai pria-nya lebih tanggap dari yang Louise duga.

"Jangan melamun di hari 'pernikahan' kita, pengantinku."

HUP! KYAA!

"John..! Tu-turunkan aku," Louise bahkan terbata dalam mengucap kalimatnya.

Tawa senang John berikan untuk Louise. Wajahnya perlahan mendekat, membuat Louise harus memejam kan matanya. "Anggap saja mereka kawanan boneka kucing yang kau sukai itu. Yang berucap Nyaa! Nyaa! Meow! berulang-ulang."

Tak butuh waktu lama Louise untuk mengeluarkan kekehan kecilnya. Kali ini dia menjadi lebih santai dan tenang, tidak lagi gugup seperti sebelumnya.

Keduanya berjalan, layaknya pengantin sungguhan mereka saling bergandengan tangan, menapak karpet merah yang berujung pada altar. Lonceng Gereja dibunyikan, burung merpati yang disiapkan berterbangan menghamburkan kelopak bunga warna-warni di atas semuanya.

Rekaman berjalan lancar dan tidak ada kendala sama sekali. Seluruh staf juga turut bahagia pekerjaan mereka selesai dengan lancar. Sedang dua 'mempelai' yang baru saja melangsungkan 'pernikahan' mereka mendinginkan diri dengan duduk di taman dekat sana.

Pohon rindang menjadi payung mereka. Hari yang cerah seakan mendoakan yang terbaik utnuk keduanya.

"Akhirnya selesai juga rekamannya. Aku hampir tidak percaya semua berjalan dengan lancar."

"Haha, semua karena Louise bisa memenuhi peran melebihi ekspetasi semua orang," pancaran lembut John berikan seraya tangannya mengusap rambut pirang itu, yang diluar dugaan tidak ditolak sama sekali.

Anggukan pelan Louise berikan, "aku hanya berpikir, pernikahan bohongan saja sudah serumit ini, bagaimana yang asli? Pasti akan lebih sulit dan menegangkan."

"Kau benar, namun tidak semua berjalan sesulit yang dibayangkan."

Manik delima dan permata musim gugur saling berhadapan. "Bisa juga menyerahkannya pada orang lain?"

"Dan suasana meriah saat menyiapka pesta akan menghilang," tawa lepas keluar dari mulut John, menimbulkan raut penasaran dari Louise.

"Lalau bagaimana?"

Kali ini John berdiri dari posisinya, berlutut di depan Louise dan menggenggam tangannya.

"Benar kita bisa memberikan pekerjaan itu pada ahlinya, namun bagiku, tidak peduli seberapa bagus tempatnya, seberapa banyak tamunya, bagaimana gaun serta buket yang digunakan."

Kecupan pelan di punggung tangan itu membuat rona kemerahan menjalar pada wajahnya, "pernikahan impianku hanya membutuhkan dirimu."

"Hah—"

Tubuhnya seketika ditarik masuk dalam pelukan hangat sang pria, "aku tidak sabar saat waktunya kita melakukan pernikahan yang sebenarnya, Louise."

Siang hari di saat matahari dan burung menemani pemandangan alam yang mempesona, sepasang mempelai menautkan janji suci mereka di depan altar putih dari marmer. Kerudung yang menutup wajah sang wanita terangkat, dan dirinya bisa melihat jelas raut bahagia dari pasangannya.

Mereka kemudian menutup sumpah sehidup semati dengan ciuman manis. Sebuah acara yang penuh hiasan cantik hanya simbolis dari arti yang sebenarnya.

Mereka yang percaya bahwa pernikahan itu sebenarnya hal sederhana, yang diperlukan hanya diri sendiri dan kepercayaan, memberikan semua rasa dan tanggung jawab pada pasangan masing-masing.

Balutan gaun dan jas yang mempesona, banyaknya riasan yang dipakai, tidak akan pernah menutup pesona dari senyuman bahagia kala lonceng Gereja kembali berdentang. Buket yang dilempar menjadi harapan untuk orang selanjutnya merasakan kebahagiaan ikatan suci seperti mereka.

Dan bagi John serta Louise? Hari itu akan menjadi penantian yang sungguh mendebarkan bila saatnya pernikahan impian mereka akan terjadi.

Siapa yang tau jika mungkin saja akan segera terjadi, atau bisa lebih lama lagi. Yang terpenting, keduanya telah siap menjalankan sumpah yang pada awalnya hanya palsu menjadi kenyataan, kapan pun itu. 

The End

.

.

.

Double Up yoo~~~

Terima kasih sudah mau mampir ('。• ᵕ •。') ♡
Don't forget to Like and Comment (ノ' з ')ノ

See ya!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro